Minggu, 25 April 2010

Tragedi Sayatan Melengkung di Pantat Saya Yang Sebelah Kiri.


Alhamdulillah, luka melengkung di pantat saya udah mulai baikan, setidaknya sekarang saya kalau duduk tidak membutuhkan ganjelan bantal lagi. Aaaaah, bantal yaang biasa saya peluk-peluk ketika saya sedang membutuhkan kehangatan itu, sekarang jadi bau pantat! Untungnya pantat saya wangi kembang setaman!

Jadi agak aneh sih, kalau misalnya saya lagi sedih, biasanya kan saya langsung meluk bantal itu, tapi sekarang jadi berasa kaya meluk pantat sendiri. Akhirnya saya putuskan untuk menjemur bantal itu sejenak di bawah naungan sinar mentari Italia. Sambil menunggu bau pantatnya menghilang, saya pun kembali terbujur kaku di depan sang Lepi, meratapi nasib dengan segala tumpukan tugas yang nggak kelar-kelar.

Oh iya, saya udah melakukan investigasi secara terperinci tentang "Tragedi Sayatan Melengkung" di pantat sebelah kiri saya. Ada dua hipotesa yang dapat saya kemukakan di sini:

1. Menurut penerawangan yang dilakukan Ki Joko Pinter, Mama Loreng, dan Ki Waras Pamungkas. Ada yang ngirim saya guna-guna, tapi berhubung akhir-akhir ini sudah mulai mendekatkan diri kepada Illahi dan juga tampaknya hobby boker saya semakin membabi buta, jadi tuh ilmu hitam akhirnya cuma berhasil nemplok di pantat saya. Jadi malu, kalau Dik Harry Potter berhasil mengalahkan Lord Voldemort degan bukti otentik luka berbetuk petir di jidat, sedangkan saya??? Sayatan melengkung terukir dengan indahnya di pantat.

2. Menurut Sherlock Homeless, mungkin ada beberapa orang yang berniat membunuh saya. Karena ketenaran, kecantikan, dan kebaikan luar biasa yang saya miliki ini, sudah membuat iri khalayak banyak. Sebenarnya mereka mau meracuni saya dengan kalium sianida, namun apa daya, ketahanan usus 12 jari saya itu memang tak tertandingi, akhirnya tuh cairan racun mentok di sebuah jaringan saraf yang berada di pantat. Namun selayaknya Batosai si Pembantai, yang membiarkan sayatan di pipi nya sebagai penanda kegetiran kehidupan yang pernah dia miliki, sepertinya saya juga akan membiarkan sayatan melengkung itu diam di sana, sebagai pengingat masa-masa suram yang pernah saya miliki demi meraih cita-cita setinggi langit.


Baiklah, dari segala kejadian, harus kita ambil hikmahnya. Mungkin ini teguran dari Tuhan, kalau saya mulai terlalu banyak menghabiskan waktu di toilet, tau sendiri kan? Menurut gossip dari burung ababil, tempat mangkal favorite nya jin, setan, dan iblis itu di WC. Harus nemuin tempat kongkow baru nih...

Oret-oretan pagi melek (udah nggak buta lagi...)


"Viera, you are the most koflooook woman alive!" Ujar saya dalam hati.

Beginilah jadinya kalau makan yoghurt basi! Mencret sejadi-jadinya! And...helllooooooo it is 3 o'clock in the morning. Niat shalat tahajud jadi gagal total, karena setiap mau baca surat Al Fatihah, kentut melulu. Sebenernya saya nggak masalah sama kentutnya, itu kan bukti otentik kalau saya itu masih sehat. Namun, akan tetapi, one thing that made me felt so awful adalah....Bau! Ternyata kentut saya bau banget!

Damn, saya pikir ini kentut terbau yang pernah saya keluarkan. Padahal bunyinya nggak gede-gede amat. "Psssst....." Bagai suara desir angin di tepi pantai gitu, tapi masyaAllah, bau nya ngalahin gas yang pernah ngeracunin semua penduduk di Chernobyl.

Okay, akhirnya saya ke WC lagi, boker lagi, termenung lagi, dan.....nangis lagi. Mungkin buat teman-teman yang membaca beberapa posting-an terkahir saya, mulai agak sadar dengan hobby baru saya yang satu ini: MENANGIS. Cuma, biasanya, ketika melakukan aktivitas tersebut, background saya adalah: diterangi sinar rembulan di kala malam, di bawah rimbunnya pepohonan, merenungi kejamnya kehidupan atau memikirkan masa depan.

Nah, tampaknya tangisan saya kali ini agak berbeda. Jadi, setelah melakukan aktivitas ter-favorite sepanjang masa, B.O.K.E.R, saya pun cebok. Namun, ketika semburan air hangat itu mengenai pantat sebelah kiri saya, tiba-tiba saya merasakan rasa perih yang luar biasa. Ngggg, kayanya ada yang nggak beres sama pantat saya??? Oh kambing saya! Oh my goat! Ada goresan luka di sana! Luka yang cukup panjang!

Why oh why??? Dari sebegitu banyak spot di kulit saya yang bisa mengalami sayatan, mengapa harus di bagian itu, Tuhan??? Aku kesakitan....

Akhirnya saya cebok sambil menahan lirih....sedih, tapi harus bersih!

Eh, tapi ini misteri alam yang belum terungkap, kenapa pantat saya bisa terluka ya?

Tunggu kelanjutannya, di postingan-postingan berikutnya. Soalnya, harus saya investigasi secara seksama dahulu, maklum ini masalah keberlangsungan salah seorang umat manusia.....

Oret-oretan pagi buta


Julung-julung keparat! Dedemit sawah!

Sekarang sudah jam 2 pagi dan otak ini tidak bisa lagi diajak kompromi, tapi tumpukan tugas dan materi kuliah tampak harus saya lahap sampai datangnya sang mentari. Aaaargh! Ceubeul! Ceubeul! Pengen ee sambil head-stand!

Akhirnya saya putuskan untuk memakan yoghurt strawberry yang sudah kadalauarsa. Aaaah, nggak peduli, yoghurt juga kan berasal dari susu yang kadaluarsa, kali-kali aja kalau makan yoghurt (dibaca: susu basi) yang basi, kandungan vitaminnya makin banyak. Double basi-nya! Double juga vitaminnya!

Hari ini lagi-lagi saya sedih. Semua masalah jadi satu di alam bawah sadar. Mau ngerjain tugas, bawaannya nangis lagi. Jangan-jangan kedua kelenjar air mata saya punya pipa paralon yang berhubungan langsung sama Laut Mati, buktinya nih stock air mata nggak ada abisnye! Ya lumayanlah buat bersihin cileuh (bahasa sundanya: kotoran mata)! Atau... Misalnya saya lagi makan, terus merasa masakan tersebut kurang garam, tinggal sesegukan sebentar di atas piring, dan voila!

Eh, orang yang tinggal di bawah kamar apartment saya tampak sedang mengadakan party (AGAIN AND AGAIN!). Sebenernya sih nggak apa-apa, asal party-nya ngajak saya, hehehehe. Nggak deng, saya nggak demen pesta, saya lebih suka nonton film di bioskop atau......(this is what I've been missing for) naik kereta AC-Ekonomi Jabodetabek, kalau lagi berjodoh, ya ketemu sama Alee si kondektur yang punya tampang bak Mario Lawalata, turun di Stasiun Cikini, makan siomay harga 5ribu perak tapi bisa bikin berak (saking kekenyangan-nya), jalan sedikit ke IKJ, nonton konser gratisan (kalau lagi untung, malah suka dapet white shoes and the couples company lagi nge-jam sore-sore), kalau lagi nggak ada konser, ya sejenak mampir ke Planetarium.

Oh iya, tadi sore, seperti biasa, dalam perjalanan saya mencari wangsit, saya bertemu dengan salah seorang teman saya, baru saja saya mau menyapa, eh tiba-tiba dateng pacarnya dari belakang, peluk-pelukan deh mereka berdua di atas jembatan, terusssss.....ciuman! Ahahahahaha! Jadi inget, waktu pertama kali menginjakan kaki di negri Berlusconi ini, saya sempet shock pas ngeliat ada dua insan sedang dimabuk cinta sedang ber-kissing-an ria di bawah temaram sebuah lampu taman. Nah, sekarang saya malah merasa aneh, kalau ada sepasang muda-mudi dibuai asmara tapi tidak berciuman??? Malah, akhir-akhir ini, saya sudah jago menebak gerak-gerik orang yang akan melakukan adegan berkecupan tersebut.

Aduuuuh, saya juga masih memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang yang pernah terpakai untuk membetulkan si Lepi. Uang jajan saya kepotong habis-habisan! Sedihnya kalau melihat kartu ATM, dia cuma bisa mejeng doang di dalam dompet. Aaaaah, membuka dompet saja aku sulit, tak sanggup menghadapi kenyataan kehabisan duit. Harus cari kerja! Demi bisa ke toko pertama IKEA!

Doakan saya ya teman-teman!


Salam manis selalu, dari Viera yang pemalu. (Ahahahahaha! PEMALU????)

Ku 'kan bertahan dengan sebuah keluhan....


Ah udahan ah, main puisi-puisi-an-nya, tampak sepertinya keinginan segede gunung, tetapi kupunya bakat hanya termenung...

Jadiiiiiii, bagaimana kabar para teman-teman PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) yang lucu-lucu dan ngegemesin ini????

Ngggg, okay, okay, kalau misalnya Papap saya juga menjadi salah satu anggota kelompok PENCAPIR, (maklum semenjak saya memutuskan untuk meninggalkan beliau sementara untuk berpetualang ke barat mencari kitab suci layaknya Sun Go Kong bersama Biksu Tong Sam Cong, saya mengajarkan beliau beberapa cara murah meriah untuk berkomunikasi dengan anaknya yang oh-sungguh-menakjubkan ini, salah satu caranya adalah dengan ber-facebook ria. Jadi, wajar saja saya punya asumsi kalau beliau pun sesekali pernah membaca beberapa posting-an saya) dengan kumisnya yang tebal dan tubuhnya yang gempal, ditambah rambutnya yang mulai beruban, berdirilah beliau di depan cermin seraya berkata, "Oooh jadi aku lucu dan ngegemesin ya???" Maaf Pap, bukan salah si Mamam mengandung, tapi buat saya, yang lucu sama ngegemesin itu cuma alm. Kasino...

Aaaaaah mata ini sudah muak membaca semua materi bahan ujian untuk bulan Juni nanti. Capek! Hehehehe, apakah Anda mulai bosan ya baca tentang keluhan-keluhan saya? Gimana ya....Saya pernah baca sih di Kitab, katanya mengeluh itu sifat dasar manusia. Namun....

"Hingga kau sadari, sesungguhnya yang kau punya hanya Aku, tempatmu kembali...."

Itu bukan hanya sepenggal lirik lagu 'Sadis'-nya Afgan, tapi juga salah satu perkataan Tuhan, yang entah saya baca di kitab yang mana, surat apa, dan ayat ke berapa.

Betul juga ya, sudah hampir dua minggu ini saya dilanda kesedihan luar binasa. Ah, tak perlulah saya menjelaskan kenapa, paling jawaban yang saya terima, "gue juga gitu kali Pe." ; "lebih berat gue, Pe." ; "emang lu doang yang punya masalah, Pe." ; "masih banyak orang yang masalahnya lebih berat dari lu, Pe." Klise! (Ho-oh! KLISE! Tinggal dicetak di Fuji Film!) Yang ada saya tambah empet, hehehehehehe!

Eh, tapi siapa juga ya yang mau nanya alasan kenapa saya mulai uring-uringan lagi??? Nah, kalau sekarang, baru pantas saya menerima omongan, "Ke-PD-an banget lu Pe! Siapa juga yang peduli sama urusan lu! Masalah gue tuh lebih berat tauuuu! Bokap gue korupsi duit pajak 35 juta US dollar! Cicilan mansion Nyokap gue di Birmingham udah 13 taon kagak lunas! Kakak gue bandar narkoba! Adek gue pengikut sekte penyembah gayung!" Sip, jika memang begitu adanya, masalah saya tampak tak sebanding dengan masalahmu, kawan...

Lalu, apa yang bisa saya lakukan? Membaca kumpulan puisi Petrarca? Tampak bukan solusi yang tepat. Pergi berbelanja? Malah bikin kantong melarat. Ngecengin bule-bule yang pamer aurat? Malah bikin kepala tambah penat. Terus, ngapain?

Yup, akhirnya kembali bersujud kepada Illahi benar-benar menjadi obat paling mujarab! Setidaknya Tuhan menerima layanan keluh kesah 24 jam. Mau curhat "Ya Tuhan, kok professor itu kalau ngejelasin mata kuliah kaya lagi nelen kodok ya? Ya Tuhan, kok isi dompet saya bon beli pulsa handphone semua? Ya Tuhan, saya udah mimpi dipatok uler, tapi kok belum ada yang ngajak saya nikah di Leichenstein? Ya Tuhan, kok betis saya gede sebelah ya? Ya Tuhan, hidung saya kurang mancung? Ya Tuhan, jempol kaki saya kok nggak seksi?" Dan masih buanyaaaaaaaaaaak lagi! Sigh, setidaknya Tuhan itu nggak perlu korupsi duit pajak, nggak punya cicilan mansion, nggak mungkin jadi bandar narkoba, ataupun punya masalah sama gayung....

Tapi ya begitulah kehidupan, memang bikin penat tapi harus tetap semangat. Malah saya punya teori baru; "Jika kita marah itu datangnya dari Setan, kalau lelah itu pemberian Tuhan, tapi yang namanya pantang-menyerah itu pasti mulai dari sebuah keluhan." Gileeeee what an excuse yang oh-sungguh-menyenangkan-sekali bukan?????

"BUKAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANNNNNNNNN!"


Okelah kalau begitu, saya lanjut belajarnya lagi ya teman-teman kelompok PENCAPIR sadayana, tak lupa menitip pesan untuk Papap-Mamam di Cibinong sana:

"Pap, Mam, maaf udah 9 hari ini aku nggak bisa telepon, maklum si Lepi kan sempet rusak, eh sekarang malah koneksi internetnya yang nggak jauh beda sama siput Ciroyom. Tapi, insyaallah di balik kesusahan ada makian, eh salah, maksudnya.....ada kebaikan, jadi aku minta doa-nya terus aja ya :) Salam manis selalu, dari anak perempuan Papap-Mamam yang paling keren se-dunia dan akherat!

P.S buat Mamam: Aku mimpi dipatok uler nih Mam!
"

Puisi pertama Viera.


Eh para teman-teman kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) di dalam kelas La Metrica Italiana, saya baru saja mempelajari puisi karya Francesco Petrarca, seorang penulis ternama asal Italia pada abad ke-13. Hampir seluruh puisinya dilatar belakangi rasa kagumnya terhadap Laura, seorang wanita yang sudah bersuami. Cinta terlarang begitu déh...

Yaaaa, setidaknya beliau tidak mati konyol ala Romeo dan beliau bisa menguasai diri tak selayaknya nafsu duniawi yang dimiliki Zulaikha kepada Nabi Yusuf A.S. Petrarca dapat mengalihkan imajinasinya tentang Laura ke dalam kata-kata. Memang pada masa dahulu kala, ketika kebebasan berbicara masih terselubung oleh kekuasaan para raja, banyak para cendikia yang suka menuliskan buah pikiran mereka dan mereka lebih memilih untuk menggunakan konotasi-konotasi agar maksud di balik karya mereka tidak terlalu kentara sehingga mereka tidak akan masuk penjara.

Terkadang saya membayangkan, wah keren juga ya kalau seorang Viera bisa menulis sebuah puisi. Tapi apa daya, otak kanan sudah dipenuhi dengan berbagai gaya sedang buang air besar, sedangkan otak kiri terisi dengan keinginan untuk bisa buang air besar di seluruh negara Eropa.

Ah, tapi ya sudahlah tak apa, ini mah iseng-iseng berhadiah aja ya, kalau suka ya alhamdulillah, kalau tidak suka maka salahkan saja Bung Petrarca....hehehehe.


Kepada malam, kepada bintang.
Kepada sebatang pohon yang berdiri kokoh di kala petang.
Kali ini ku bersujud bukan untuk Nya.
Ku hanya ingin berpejam mata lalu bertanya.

Bilakah tangis tak kunjung mereda ini,
kan berganti menjadi asa yang sesaat sunyi?
Haruskah ku terus berlari mengejar pagi,
jika akhirnya semua melebur sepi?

Bayangku kan terus menyala, diam-membara.
Mimpiku kan selalu ada, sebagai penghapus lara.
Namun, hatiku terlalu sakit tuk berkata.
Bahwa lelahku butuh jeda jua.

Tuk tahu bahwa bunga berasal dari satu kuncup.
Kurasa penat ini sudah lebih dari cukup.
Tak kuasa diri tuk henti berimajinasi.
Maka temanilah aku, wahai sang puisi.



Tak lupa menambahkan: "Pecahkan saja gelasnya biar ramai...." ala Rangga di dalam film Ada Apa Dengan Cinta. He he he, biar keliatan keren. Hmmmm, enaknya puisi ini dikasih judul apa ya???


Oleh: Viera Rachmawati yang Sungguh Keren Sekali,
Rabu, 21 April 2010 11.08 PM (WIt a.k.a Waktu Italia)

"Kalau emang rezeki, ya tunggu..."


Kefarat! Kefarat! Oooh Kefarat! Pulsa 5 euro saya tiba-tiba melayang begitu saja! Diambil oleh pihak provider yang tak bertanggung jawab, padahal saya tidak ikut program gratis 50 jam internet-an gratis, tapi ya sudahlah, mungkin saya harus mulai benar-benar menerapkan arti dari phrase "Kalau emang rezeki, ya nggak kemana..."

Eh, udah lama ya tidak berjumpa dengan para kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRah!), maklum keadaan si Lepi sempat memburuk sampai saya harus membongkar body-nya habis-habisan dan harus rela mengeluarkan uang yang setara dengan uang jajan saya selama 6 bulan di dataran Eropa ini dan LAGI-LAGI, saya harus mencamkan phrase yang satu itu, "kalau emang rezeki, ya nggak kemana..."

Memang ya si phrase itu terdengar sangat sooooo last-year! Old! Usang! Tua! Tetapi si phrase itu tampaknya selalu lekat dengan kejadian sehari-hari saya.

Waktu saya merayakan pesta ulang tahun pertama kalinya di tanah Mussolini ini. Saya dan tiga kawan saya dari Ecuador dan Polandia yang kebetulan tanggal ulang tahunnya berdekatan itu, melakukan patungan untuk berbelanja. Ketika kami sampai di supermarket terdekat, teman-teman saya itu langsung dengan cepat-tanggap-cekatan mengambil dua kerat bir! Aduuuuuuh, bukan masalah agama yang tidak membolehkan saya mengkonsumsi minuman beralkohol, tapi, buat saya mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak saya pergunakan itu: oh-sungguh-menyakitkan hati, jiwa, dan raga. Sigh, akhirnya keluarlah lembaran euro itu dengan rasa sangat terpaksa. Dengan muka berlipat dua puluh dua (sesuai dengan umur saya yang sekarang), saya pun menarik nafas kecewa seraya berujar, "kalau emang rezeki, ya nggak kemana..."

Dan, hey! Tau nggak? Waktu saya ulang tahun, saya mendapatkan hadiah dari seorang teman saya, sejumlah uang yang lebih dari uang yang saya keluarkan ketika saya berbelanja bir sebelumnya! Tuh kan, "kalau emang rezeki, ya nggak kemana....." Lalu, ketika saya tanyakan alasan kenapa dia memberi saya uang itu? Si teman sangat baik itu merasa sangat bersalah, karena dia tidak bisa memberi saya kado sebuah barang, jadi aja saya dikasih kado, berupa 'mentah'-nya.

Kemudian, kejadian ketika saya melamar beasiswa ke Italia. Tenggat waktu yang diberikan untuk pengumpulan dokumen-dokumen yang dibutuhkan adalah tanggal 20 September 2008. Dan, seperti biasa...saya itu dead-liner sejati, jadi (saya masih ingat), tepat pukul 11.58 PM tanggal 19 September 2008, saya baru mengirim email data-data yang diperlukan tersebut. Pada pukul 12.01 AM, 20 September 2008, saya menarik nafas lalu berkata di dalam hati, "kalau emang rezeki, ya nggak kemana...."

Dan, hey! Tibalah pengumuman itu, saya diterima! Alhamdulillah. Well, "kalau emang rezeki, ya nggak kemana...." Walaupun setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata saya baru sadar kalau ada perbedaan waktu selama 5 jam lebih cepat di Indonesia, sehingga sebenarnya saya tidak terlambat untuk mengirimkan surat permohonan beasiswa tersebut.

Yup, ada tiga alasan mengapa Tuhan tidak memberikan kamu rezeki seketika itu juga;

1. Karena Tuhan menundanya sampai waktu yang tepat.
2. Karena Tuhan akan memberikan jauh yang lebih baik.

dan yang terakhir....(ini nih yang paling saya rasakan kegunaannya sampai detik ini)
3. Karena menunggu rezeki itu adalah bagian dari rezeki itu sendiri.


Jadi, kalau ada yang bilang, menunngu adalah pekerjaan yang paling membosankan. Hooooo, tidak kawan~ Karena dengan menunggu kamu akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang kamu tunggu itu.

Nggg, kehidupan itu adalah proses menunggu juga lho...Menunggu kematian, tepatnya. Jadi kalau kamu bilang, menunggu itu membosankan? Berarti kamu bilang, hidup itu membosankan juga dong? Kalau kata Bang Jampang mah sih gini:"Mati aja déh lu....hehehehe"

Senin, 19 April 2010

through your height, dude!


Yesss! Akhirnya saya berhasil nge-crack ms office! Yaaaaa, nggak jadi deh beli software asli seharga 1400 euro itu! Hahahahahahaha! Alhamdulillah! Sujud syukur kepada Allah SWT saya panjatkan setinggi-tingginya dan juga saya lawatan salawat kepada Nabi Muhammad SAW atas keberhasilan saya yang satu ini! Djazakallahu khairan kasiran, berguna juga rasa kantuk dikarenakan kurang tidur selama empat hari dan melekatnya si uhuk-uhuk terkutuk yang berkepanjangan ini!

Hoaaaaaaaaaahem, ngantuk nih. Tapi kok rasanya ada sesuatu yang belum saya keluarkan hari ini. Si 'doski'? Alhamdulillah yang satu itu juga sudah dengan suksesnya keluar dari pantat saya. Hmmmm, apa ya??? Ooooooh iyaaaaaa, jadi begini sodara-sodari para kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRah) saya lagi sebal dan kesal pada salah seorang oknum yang namanya tidak boleh saya sebut di sini. "Eueleuh-euleuh, kok hidup lu nggak jauh-jauh dari rasa benci sih Pe?"

He, he, he, biarin. Dengan rasa benci yang ia miliki, Hitler sempat menguasai dataran Eropa. Well, sama seperti Bang Hitler, saya juga memiliki mimpi untuk 'menguasai' Eropa, dengan pijakan-pijakan dari kedua kaki saya yang dibalut Leli si sepatu. Jadi, biarlah rasa benci ini muncul, namun jangan biarkan dia tumbuh.

Pernah merasa direndahkan? Ya, ya, ya, badan saya memang tidak tinggi, jadi saya sudah biasa direndahkan. Ah, mungkin ini maksud Tuhan menciptakan saya dengan badan yang tak kunjung meninggi juga, untuk membuat saya tetap berpijak di bumi dan mengakui bahwa masih banyak orang yang lebih tinggi dari saya.

Mau gimana lagi, mabok minum susu sudah menjadi rutinitas saya dahulu, olahraga lompat-lompat pernah menjadi aktivitas sehari-hari, dan saya sempat mencoba minum obat peninggi badan, namun apa yang terjadi sekarang? Ujung kepala saya nemplok begitu saja di angka 155 cm.

Hoooo, tapi toh rasa sakit direndahkan itu bisa melampaui 155 cm, rasa benci saya sudah sampai pada angka 162,5 cm! Amarah pun sudah tak terbendung lagi! Menyebalkan! Menjijikan! Memuakan! Tapi........itu semua menyakitkan, kawan. Dan nggak ada yang mau sakit di dunia ini.

Ah, tapi sudahlah, mari kita bersenang-senang lagi. Rencana ingin pergi ke negara-negara Skandinavia pun terus saya rancang dengan indahnya. Walaupun entahlah, akan terjadi atau tidak. Karena bagi saya, merencanakan sesuatu itu lebih menyenangkan daripada mewujudkannya. Tapi merealisasikan rencana itu pasti bisa menjadi bukti nyata pada orang-orang yang telah membuat saya tersakiti.


"So...hey dude! A person who is sitting over there! Yeah, it's you! Gue punya cita-cita yang jauh lebih tinggi daripada badan lu! And I'll make it through your height!"

By: Gadis (Sweaaaar, 100% masih gadis nih! Hehehehehe!) yang badannya lebih pendek dari lu.

Kamis, 08 April 2010

Uhuk-uhuk Terkutuk!


"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Suara lemah-letih-lesu-lunglai-gemulai itu terdengar dari dalam sebuah kamar bernomor 2, apartment 2, blok 15, Centro di Residenziale Maisonette, Rende, Calabria, Italia, Eropa, dunia.

Sudah tiga minggu ini, tenggorokan saya terluka. Tampaknya dikarenakan kebanyakan belajar di kala malam hari (alias, bo-ong banget!). Kepala ini pening sekali, ingin rasanya saya pulang ke Indonesia dan mampir ke indomaret untuk membeli vicks formula 44, obat batuk paling mujarab.

Tadinya saya pikir, penyakit ini datang karena perubahan cuaca dari musim dingin menuju musim semi, tapi kok sudah 21 hari, dahak ini tidak hilang juga. Ada yang bilang, "mungkin ini azab dari Tuhan Pe, karena lu kebanyakan ngomongin orang!" Saya pun hanya terkekeh, mungki benar adanya. Segala sesuatu yang terjadi harus bisa membuat kita (kalau kata Jupe) 'INTROGASI!'

Ah, tapi saya kan sudah sering ngomongin orang, lho kok kayanya baru sekarang dapet tegurannya. Di kala melakukan ritual ngopi sore bareng (mantan) ayang jenglot, dia pun memberi beberapa petuah tentang batuk saya ini.


AJ (Ayang Jenglot): "Menurut informasi yang aku terima dari Paman Leak, sekarang ini guna-guna lagi nge-trend kembali..."
Viera (V): "Oh ya?"
AJ: "Iya, mungkin batuk kamu itu terjadi karena guna-guna juga..."
V: "Masa sih?"
AJ: "Kamu pernah menyakiti hati orang lain nggak?"
V: "Sering..."
AJ: "Nah, itu mungkin salah satu penyebabnya."
V: "Aduuuuuh, terus gimana dong?"
AJ: "Tenang beib, kena guna-guna itu menunjukan bahwa kamu adalah perempuan yang berguna..."
V: "Aaaaah, beibhoooooo......."


Obrolan kami pun terhenti dengan datangnya malam. Ayang Jenglot harus kembali bekerja untuk mencari nafkah untuk membiayai persalinan pacarnya yang baru, Tétéh Kuntil si Centil.

Saya pun kembali ke dalam kehangatan ruangan apartment saya. Meneguk sesendok Spitzwegerich Hustensaft-Naturkraft, obat batuk buatan jerman yang semoga saja, khasiatnya sama dengan vicks formula 44 di indomaret.

Senin, 05 April 2010

Maju terus! Belajar mundur! (Studi kasus: Para 'penerjun-bebas')


Aduuuuuh gimana yaaaaa??? Bukannya saya tidak setuju kalau ada artist yang terjun ke dunia politik. Malah saya salut, di tengah-tengah kesibukan si artist dalam melakoni peran-peran mereka di dalam media elektronik, dia juga bisa dipercaya menjadi 'sambungan lidah' masyarakat kepada pemerintah dalam mengeluarkan aspirasinya.

Cumaaaaaa, tolong ya terjun ke dunia politik-nya itu jangan 'terjun-bebas' (v_v).

Siapa sih yang tidak kenal Ronald Reagan? Pria kelahiran 6 Februari 1911 di Illinois, Amerika Serikat itu membawa isu komunisme dalam industri per-film-an dan akhirnya beliau dipercaya untuk menjadi presiden negara adi kuasa ke-40, setelah bermain dalam 53 film hollywood. Semasa kepemimpinannya, dia merubah jalur politiknya dari liberal menjadi konservatif, hal itu dapat dipastikan karena pengaruh jurusan mata kuliahnya di Eureka College, ekonomi-sosiologi.

Mungkin agak terlalu jauh jika saya membadingkan para 'penerjun-bebas' ini dengan Mr. Reagan. Tapi, saya juga bisa kok menganggukan kepala lalu berkata, "OK, mari kita lihat dia bisa buat apa?" Ketika Dede Yusuf terpilih menjadi wakil gubernur Propinsi Jawa Barat, Rano Karno di Tangerang, dan Dicky Chandra di Garut.

Jangan salah kawan, jadi artist se-terkenal mereka itu nggak gampang lho. Sudah sering lah saya mendengar cerita, para artist muda yang rela 'menjual' keperawanannya hanya demi sebuah peran pembantu, beneran jadi pembantu! Dihina, ditampar, dikatai, diludahi oleh para pemeran antagonist se-termahsyur Tante Leli Sagita. Terjerat narkoba dan dijadikan cem-cem-an para duda-janda kaya raya menjadi sesuatu yang biasa di dalam kehidupan mereka. Artist dililit hutang juga bukan menjadi barang aneh lagi. (Beda sama para artist biasa lainnya, tampaknya para 'penerjun-bebas' ini lebih senang dililit sama tali kutang!)

Tapi, saya, sebagai salah seorang unsur masyarakat yang nggak mau dikata-in bego (apalagi dililit sama tali kutang), berhak menilai dong, apakah si artist tersebut pantas menjadi wakil rakyat?

"Ayo maju! Pantang Mundur!" Mungkin slogan itu sering kita dengar. Apalagi kalau lagi curhat sama teman di kala kita sedang mengalami kesulitan dan ternyata, tampaknya slogan ini juga yang dijadikan prinsip oleh para 'penerjun-bebas' ini. Bagus sih, mau apa kata orang, selama mereka yakin, pasti mereka bisa! Anjing menggonggong, kafilah berlalu, sekiranya begitu yang saya baca di buku pelajaran Bahasa Indonesia waktu SD dulu.

Sigh.....Saya jadi malu sendiri begini, karena saya adalah salah satu pemegang tetap slogan tersebut. Tho pada kenyataan untuk mencapai kesuksesan ya saya memang harus begitu. Mungkin Tuhan menciptakan para 'penerjun-bebas' ini untuk mengigatkan saya juga ya.

Pernah nggak terbersit untuk mengubah prinsip hidup kita sedikit saja, bukan berarti kita harus mulai dari nol untuk mewujudkan seluruh harapan yang pernah kita buat. Cuma ya, keberadaan otak itu digunakan untuk berpikir, keberadaan hati itu dipakai untuk merasa kepekaan.

Jadi, mari kita sedikit ganti yuk slogan yang sudah mengakar di benak para penduduk Indonesia itu, menjadi: "Ayo Maju! Belajar Mundur!"

Sudah berapa orang yang menjadi sukses karena dia terus maju dengan apa yang dia yakini? Banyak! Bahkan, menurut saya sih, TERLALU BANYAK! Sehingga slogan "Ayo Maju! Pantang Mundur!" itu pun terlihat tidak keren lag! Cuma pantas dipajang di spanduk-spanduk yang berakhir menjadi terpal tempat makan para mahasiswa kelaparan di pinggir jalan atau paling banter menjadi slogan wajib untuk para tukang parkir.

Tapi, masih sulit (setidaknya bagi saya) untuk menemukan orang yang sukses karena dia pernah mundur. Ibaratnya nih ya, waktu saya pertama belajar nyetir mobil, paling susah itu ya belajar mundur. Begitu juga dengan kehidupan, karena so pasti, kita akan menjadi tua lalu mati, tapi menuda kematian dengan sedikit kesabaran itu sungguh menyenangkan.

Untuk melompat lebih tinggi, bukankah kita harus mengambil ancang-ancang mundur ke belakang lebih jauh juga?

Yah semoga, sedikit opini saya di sini dapat lebih membuat para 'penerjun-bebas' ini berpikir, bahwa: Dililit sama tali kutang itu nggak enak euy!

Hendrot, sang titisan dewi Kwan Im.


Satu kejadian yang paling berharga yang pernah saya miliki dengannya adalah, ketika kami harus membeli risol mayones 20 biji untuk dosen kami yang tercinta.

Kejadian ini diawali dengan diberikannya selembar uang lima puluh ribuan ketika kami mau jajan makanan kebanggaan kami semua di ranah Salemba. Kami adalah mahasiswa yang jujur, kami tukarkanlah uang itu semua dengan jumlah risol mayones yang bisa kami beli dan sesampainya kami di ruang sekretariat Kajian Wilayah Eropa, tercenganglah semua orang di sana, "lu pade mabok risol mayones ape??? Siapa juga yang mau ngabisin segini banyak?" Tapi, kejujuran kami berhasil mengalahkan kebodohan kami dengan suksesnya.

Namanya Hendra. Namun, saya lebih suka memanggilnya, Hendrot, bukan akronim dari Hendra Gembrot, tapi siapa sangka otot-ototnya yang menyaingi Ade Rai dahulu sudah kempes menjadi gelambir-gelambir lemak sekarang. Maka, terlihat sangat matching-lah sebutan saya kepadanya sejak dahulu kala itu.

Hendrot itu adalah salah seorang teman saya yang sangat tekun, dia berhasil menyelesaikan program master-nya hanya dalam waktu 1,5 tahun. What a brilliant student, right? Namun, saya tahu rahasia dibalik semua kepintarannya itu. Sebenarnya ini adalah top secret, tapi tampaknya cerita kesuksesan beliau harus segera dipublikasikan karena sekarang si Hendrot ini sudah mulai melupakan keluarga tercintanya di Lampung sana, para gajah di Waekambas.

Waktu itu saya pernah bertanya, "kenapa lu milih kuliah di Salemba?" Saya pikir dia akan menjawab karena sesuai minatnya, letaknya di pusat kota dan berdekatan dengan CCF (dia sangat menyukai kebudayaan Perancis, cita-cita nya adalah menjadikan Paris, memiliki julukan Bandoeng van Europe), atau memang karena keberadaan jurusan yang ia minati ada di sana.

Tak disangka, tak dinyana, dia memberikan jawaban yang panjang x lebar x tinggi; "Karena gue suka bau darah. Tadinya gue pengen masuk jurusan kedokteran spesialis kebidanan, tapi apa daya background gue sastra inggris, jadi nggak bisa. Lu tau, pohon beringin besar yang ada di depan gedung BNI? Itu tempat mangkal gue sama teman-teman mahluk halus. Setiap malem kamis wage, gue sering mengorbankan darah perawan dan kencing perjaka di kumpulan tanaman hias di sebelah kantin. Beli risol mayones di warung koperasi itu pun hanya pura-pura saja, soalnya si mbak-mbak penjaga warung itu sebenarnya adalah jelmaan siluman kerbau, dan ayahnya, siluman banteng, itu sobat gue banget, dia sering nitip anaknya ke gue buat dijagain, maklum si penjual koran yang ada di sebelah tukang foto copy itu sebenarnya wujud siluman burung pipit, yang suka godain siluman kerbau itu. Dan, lu pikir gue bisa lulus 1,5 tahun program master, karena apa, hah??? Itu semua disebabkan bantuan arwah Ken Dedes dari alam sana, soalnya gue berhasil nyomblangin dia sama Tunggul Ametung! Eh, tapi lu jangan kasih tau siapa-siapa ya??? Cukup kita berdua aja yang tau...Eh, udah dulu ya, gue ada kelas nih..."

Hendrot pun meninggalkan saya dengan mulut terkatup rapat terjahit benang sulaman emas yang saya dapat dari pedagang gujarat yang kebetulan sedang melewati jalur sutera. "Ya Tuhan, jadi selama ini????" Sebelum saya bisa melanjutkan kata-kata saya, Hendrot pun kembali sejenak, "Sorry, payung gue ketinggalan, and sebenernya gue ini titisan Dewi Kwan Im, gue diutus ke dunia ini untuk menyebarkan kebaikan...See you di kuliah Kebudayaan Eropa besok ya! Oh iya, tadi lu dapet salam dari jenglot peliharaan gue..."

Dan seperti yang telah dikemukakan di atas, si Hendrot ini merupakan mak comblang yang sukses berat, setelah Ken Dedes, akhirnya sekarang saya menjalin kasih dengan ayang jenglot, tapi hubungan kami mulai terasa hambar, tanpa keberadaan Hendrot sebagai penengah ketika kami sedang bertengkar, kami pikir, hubungan ini tidak dapat terselamatkan lagi. Jadi, maaf ya Hen, lu emang mak comblang antara-alam yang paling gress yang pernah gue tau...

Buat Hendrot: Semoga lu bisa ke Perancis dan kita bisa reunian di Swiss...ahahahahaha! Belagu yeeeee!

P.S: Hendrooooot, nanti UI Salemba-UI Depok trip yuk!

Oom Yogs yang 'besar'.


Hatinya sebesar badannya. Itulah Yogie! Tapi, saya lebih sering memanggilnya dengan sebutan Oom Yogs.

Embel-embel 'Oom' di depan namanya itu bukan memiliki arti bahwa umur dia terpaut jauh dari saya, atau wajahnya segarang wajah Oom-Oom pencari 'mangsa' di jalan Dago sana. Namun saya menyukai sifatnya yang sering mengayomi. Misalnya, kalau ada hape keluaran terbaru, saya sering merajuk untuk minta dibelikan, kalau saya sedang bosan dengan rutinitas yang itu-itu saja, saya sering minta diajak ke vila pribadinya di Bali, atau waktu saya lagi ngambek, saya juga sering diajak belanja di kawasan Orchad road di Singapur menggunaksn pesawat jet pribadinya.

Oom Yogs memang bergelimangan harta. Perkebunan kelapa sawitnya membentang dari Pulau Weh sampai Laut Wakatobi. Pabrik mobil nya ada di setiap kota-kota besar di Indonesia. Dia juga merupakan distributor utama PT. Indomie rasa Ayam Bawang di kawasan Eropa Timur. Bisnis mutiara hitam nya mengalahkan bisnis berlian ilegal dari Zimbwabwe. Dan masih segudang perusahaan yang tak bisa saya sebut namanya di sini, masih dipegang oleh Oom Yogs ini.

Berbeda dengan teman saya yang bernama si Futrih, yang masih mencari jodoh, dan sering meng-add para alay untuk dijadikan pelampiasan jiwanya yang hampa. Oom Yogs tidak pernah melakukan itu, dibuktikan dengan penggunaan nama 'Y0613H'a 1m03Th b4N6et Iiiiiich' sebagai nama tetap di acount facebook dan tweeter-nya. Karena Oom Yogs sudah memiliki seorang tambatan hati, yang namanya tidak boleh saya sebut di sini, takut penggemar Oom Yogs pada pingsan semua.

Satu hal yang paling saya ingat dari Oom Yogs adalah, ketika beliau pernah menggunakan kaos bertuliskan 'Pernah Kurus'. Ooooouch! Teringat lah saya pada masa-masa di mana dia masih sering ditolak perusahaan-perusahaan waktu dia melamar kerja. Namun kegigihannya yang luar biasa untuk membangun perusahaannya dari nol sampai sehebat sekarang, membuat saya pantas mengacungkan 37 jempol untuk beliau. Perjalananya membuat semua perusahaannya menjadi nomor wahid di pelosok Nusantara pun bukan berarti tidak menemukan kendala, pada masa Orde baru dahulu kala, beliau pernah mengalami kerugian yang sangat besar, karena ditipu oleh temannya sendiri.

Tapi, sekarang??? Lihatlah semua perusahaan-perusahaannya yang beromset di atas 115 milyar USD itu, siapa yang tak gentar untuk mendekati sesosok Oom Yogs. Dan saya bangga, pernah menjadi bagian sejarah keberhasilan Oom Yogs untuk mencapai hidupnya yang tenang di alam sana. Amiiiiiiiiiiiiin!

Buat Oom Yogs: Ayoooo mari kita bergalau-galau lagi Yogs, tapi kayanya sekarang lu udah (kalau kata si Arnolt mah yah nih) Menemukan serpihan yang hilang....

P.S: Gue nulis posting-an ini di sela-sela membaca berita tentang kematian bos PT. Astra Internasional Yogs.

Pahri, si anggota gank Busur.


Pahri.

Di antara beribu-ribu nama Fakhri di dunia ini, tapi cuma Fakhri asal Jogjakarta ini yang saya panggil dengan 'Pahri'. Berawal dari ejekan-ejekan orang di sekitar saya, yang bilang kalau orang sunda memiliki keterbatasan kemampuan bersilat lidah untuk membedakan penggunaan huruf 'f' dan 'v', di mana keduanya akan berubah dengan mutlaknya menjadi huruf 'p'.

Kami menghabiskan masa remaja bersama. Maksudnya, saya bersama teman-teman sepermainan saya yang baik-baik, sedangkan dia semakin eksis saja dengan gank Busur (BUronan SURga) yang dipimpin oleh seorang teman lain yang terkenal sering menjadi iman ketika shalat shubuh berjamaah dilaksanakan di Masjid Al-Hidayat, bernama Jaemi.

Hobi saya waktu itu memperbanyak pahala, sedangkan Pahri memperbanyak melihat paha....wanita. Tapi hidup kami sangat rukun, sesekali saya mengisi waktu luang saya dengan mengaji surat al-baqarah, di lain sisi, Pahri labih suka membaca surat....kabar lampu merah.

Mungkin, hanya beberapa orang yang tahu, hasrat terpendam seorang Pahri adalah ingin memutihkan kulitnya. Semenjak SMP, dia sudah memiliki hobby untuk menggunakan pelembab muka ternama, krim sun block tersohor, dan bedak pupur terkemuka. Saya pernah menjadi saksi, ketika itu saya ingin melaksanakan shalat dhuha di mushola sekolah yang mengharuskan saya melewati WC pria, dan terlihatlah sosok seorang Pahri yang berkulit keling sedang menggunakan lotion anti nyamuk di ujung hidungnya, ketika saya tanya tujuannya, "agar hidung ini terlihat lebih putih merona..." ujarnya sambil bergumam.

Waktu itu saya masih tidak mengerti apa yang dimaksud dengan jawaban Pahri akan pertanyaan yang saya ajukan. Namun beberapa tahun berikutnya, setelah iklan Tje Fuk dan Djah Wa meraja lela di stasiun telivisi swasta, saya pun menganggukan kepala berkali-kali tanda setuju dengan apa yang dikatakan oleh teman saya yang kulitnya tidak putih itu.

Lulus dari SLTPN 4 Bogor, kami pun terpisah jarak, waktu, dan ruang. Saya masuk ke sebuah sekolah negeri yang masih terdapat di kota Hujan juga, sedangkan Pahri lebih memilih untuk membekali masa depannnya kelak di dalam hutan, mengikuti pelatihan perang para mujahidin. Salah satu cita-citanya yang pernah disampaikan pada saya adalah, menjadi 'pengantin'-nya Jaemi sambil meledakan hotel Sheraton Jogjakarta. Cita-cita yang sungguh oh fantastis!

Kami bertemu lagi, ketika saya harus mencari ilmu yang lebih mumpuni di belantara ibu kota dan Pahri harus menyelesaikan program research terhadap gedung mana yang akan menjadi sasaran bom berikutnya. Saya sudah berkali-kali memperingatkan beliau, bahwa apa yang ada di otak dia tentang gambaran surga itu salah, karena Nabi Muhammad mengajarkan kita untuk berbuat kebaikan bukan untuk merakit bom-bom-an. Tapi Pahri tetap saja ngeyel dan akhirnya saya pertemukan dirinya dengan salah satu ulama terbesar pada masanya, Alm. Gusdur di kantor pusat NU di kawasan Cikini.

Tersadarlah Pahri akan kesalahan yang ia perbuat, ia memohon ampun kepada Tuhan sesegera mungkin. Sekarang, Pahri pun lebih gemar mengisi waktu luangnya dengan berdiskusi tentang agama dengan para santrinya, hobby dandan-nya ditinggalkan jauh-jauh dan sesekali dia mentraktir saya siomay Cikini menggunakan uang sumbangan masjid.

Buat Pahri: Semoga sukses mencari penghidupan di jalan yang engkau pilih sekarang. Salam buat Ajuuueeeeng.

P.S: Kalau sama temen gue yang lain, gue ingin mengadakan reunian dengan melakukan, Lombok trip, Bali trip, Singapore trip, sama elu mah cukup Cikini trip aje~ Semoga di Cikini trip berikutnya, lu bisa mengabadikan moment antara gue dan Moch. Ali Z.

My espresso, Jeung Mfusfeh...


"Jeung Mfusfeh.....begadang nggak malem ini?" Sekiranya itulah pertanyaan yang paling sering saya lontarkan kepada seorang perempuan berwajah manis, bersuara magis, berkulit hitam eksotis, tingkah lakunya bengis, tubuhnya bau amis, rajin puasa senin-kamis, dan suka cowok berkumis. (Tiga phrase awal sih tampak betul ya Fus, sisanya gue cantumin cuma gara-gara rima-nya enak aja, hehehe.)

Dia teman begadang top markotop yang pernah saya punya. Di mana teman-teman saya yang lain sudah mulai masuk ke alam mimpi mereka masing-masing, Jeung Mfusfeh masih terlihat sehat bugar pada pukul 4 pagi itu. Mungkin semua itu dikarenakan hobby beliau melakukan senam tera 22 peregangan setiap Sabtu pagi di lapangan Gasibu.

Malu lah para peminum kopi espresso di sini, karena tanpa itu pun Jeung Mfusdeh sudah dapat terjaga. Ketika saya masih terkantuk-kantuk di depan layar si Lepi yang menampakan application AutoCad, Jeung Mfusfeh masih sanggup menyanyikan lagu-lagu ala paduan suara gereja dengan suaranya yang lantang.

Pernah suatu pagi, saya bertemu dengannya di tempat saya biasa menjemur celana dalam hello kitty saya. Saya melihat dibalik rambut panjang sebahunya yang lebat, Jeung Mfusfah sedang bernyanyi dengan suara merdunya sambil mengangkat karung goni berisi bayi bekicot dengan netto 25 kilogram dan ketika saya tanya apa maksudnya, dia hanya tersenyum lirih lalu berkata, "demi masa depan yang lebih baik, Pe..." ucapannya itu pun diakhiri dengan tawa yang membahana.

Tak jarang, untuk membuat hidup suasan malam yang sunyi, kami mengisinya dengan gossip-gossip artis terpanas dari dalam maupun luar negri. Kang Orlando Bloom, Aa Ben Affleck, Mas Jhony Depp, Oom Tom Hanks, Teteh Kiera Knightley, Tante Gweneth Paltrow, Mbak Jennifer Aniston, semuanya habis kami bicarakan. Tak terkadang kami menyelipkan beberapa imajinasi liar di antara obrolan kami itu, misalnya, gimana ya kalau saya diperebutkan oleh Bang Leonardo DeCaprio dan Bapak Richard Gere? Atau, gimana kalau Jeung Mfusfeh dijodohkan dengan alm. Ryan Hidayat?

Enam maket yang saya buat untuk tugas akhir setiap semester, rame-rame bersama teman lainnya, saya kerjakan ditemani oleh dirinya. Entah berapa bungkus indomie yang telah kami lahap bersama, keripik balado yang dijual di warung sebelah kami makan berbarengan, pop corn seribuan kami masukan ke dalam mulut ini, nasi goreng tanpa saos yang kami pesan di depan kosan kami, nutri sari rasa jeruk nipis yang selalu ready-stock di dalam kamar saya, dan juga, kain perca warna-warni yang terlihat hanya sebagai sampah di mata orang awam, tapi dapat dibuat menjadi sebuah karya senih bermakna di tangan Jeung Mfusfeh ini. Semua itu menjadi saksi kebersamaan kami di ruangan tengah di sebuah kos-kos-an putri yang beralamat di Jl. Sangkurian no 11 A itu.

At last but not least, Jeung Mfusfeh you're more than a cup of italian espresso for me:)

Buat Jeung Mfusfeh: Kita harus reuni-an di Bandung! Ngobrol sampe pagi!

P.S: Posting-an ini, gue buat untuk menyemangati hubungan Jeung Mfusfeh dengan Tukhir Agas-nya, semoga tahun ini bisa putus segera, hehehehe. Dan, semoga Jeung Mfus bisa terpilih untuk masuk olympiade paduan suara mahasiswa and we'll meet in Europe yaaa :)

Injurih, ai mis yuh...


Nama aslinya, Indri. Tapi bukan Viera namanya, kalau tidak memiliki sebutan khusus buat para pengikutnya, hehehehehe. Saya biasa memanggil dia dengan sebutan ''Injurih". Dari sekian banyak nama Indri yang saya kenal, sampai detik ini, baru si Injurih inilah yang bisa menjadi saksi hidup kalau saya pernah menjadi korban pedofil om-om di warnet yang terletak di daerah Cisitu-Bandung.

Injurih tinggal tepat di sebelah kamar saya, ketika saya masih nge-kos di daerah Sangkuriang dulu. Entah berapa banyak kegaduhan yang telah kami perbuat. Namun satu yang pasti, Injurih itu adalah partner in crime saya numero uno! Kalau misalnya dengan pindahnya saya ke negeri Godfather ini saya sudah menjadi mafioso kelas kakap, maka si Injurih inilah yang akan saya jadikan tangan kanan saya dalam bidang penjualan narkoba di daerah Sicilia.

Kesan pertama dan terakhir tentang si Injurih dari saya itu selalu sama, dari dulu sampai sekarang: she is the nicest person I've ever known, selesai! Tapiiiiiiiiiiii, tak ada yang lebih berkesan dari seorang Injurih selain daripada kamarnya yang SUPERB!

Kamar bernomor 209 itu sungguh mengagumkan! Luar biasa! Menakjubkan! Temboknya berlapis sepuhan emas asli dari Pulau Rote, lantainya menggunakan marmer merk Essenza yang langsung di-import dari kota Milan, semua perabotannya terjaga kekokohannya karena dibuat oleh pabrikan IKEA jaminan mutu di Swedia sana, tak lupa, karena dia seorang designer sejati, meja gambar yang terbuat dari kayu oak finishing natural melamic berukuran 1,5 x 2 m dan i mac keluaran terbaru terletak dengan sangat elegan di pojokan kamarnya.

Tepat pada pukul lima pagi, Injurih selalu bangun dari sleeping beauty-nya. Dia memasuki kamar mandi dengan anggun sekali. Wangi sabun cair sari pepaya keluaran body shop selalu tercium sampai kamar saya, ketika dia sedang mandi. Waktu saya baru saja bangun dan membuka pintu kamar saya untuk berkencan dengan si 'doski' (boker, red) saya sudah disuguhi pemandangan sesosok Injurih yang seang berjemur di antara sinar mentari pagi, sambil mengoleskan cat kuku berwarna jingga di kuku tangan kanannya, dan cat kuku berwarna abu-abu di kuku tangan kirinya.

Ketika malam menyapa dan saya baru pulang dari kegiatan nggak jelas di kampus saya, seorang Injurih sudah tampak di ruang tengah di kos-kos-an kami, dia sedang asyik menonton TV, acara kegemarannya adalah: BBC news Live! Maklum, beliau ada keturunan langsung dari Keluarga Buckingham nun jauh di tanah Inggris sana. Dia gemar mengamati kejadian-kejadian ter-up to date di ranah politik dunia.

Injurih itu adalah salah seorang teman saya yang sangat dermawan. Dia memiliki yayasan pribadi yang ditujukan bagi para pengidap penyakit kanker dan juga organisasi sosial penyelamat terumbu karang di laut Arafuru. Oh Injurih, ai mis yuh...

Buat Injurih: Selamat di wisuda :) Aku iri padamu, nak! Kau merasakan panggung di mana Erlend Oye pernah menginjakan kaki di sana...hiks, hiks, hiks

P.S: Njuuuuur, kangen diganggu om-om lagi! ahahahahahahahaha~

Futrih is my friend....


"Futriiiiih!"

Begitulah saya biasa memanggil teman saya yang satu itu. Nama aslinya Putri, boleh tuh kalau ada yang mau add facebook-nya, kebetulan dia sedang mencari jodoh, kali-kali di antara teman-teman saya yang baca posting-an kali ada yang berminat??? Posting-posting-an saya yang jadi jamianannya...hehehehe~

Kami baru bertemu sekiranya di awal kepergian saya ke kota Bandung untuk menuntut ilmu. (Ilmu hitam, diantaranya, nggak aneh lagi dong kalau saya pernah melihara jenglot sebagai salah satu ayang mistik saya.)

Sebenarnya kami memiliki kepribadian yang sangat jauh berbeda. Saya itu anak yang rajin shalat, ber-infaq dan sedekah, patuh terhadap nasehat orang tua, rajin belajar, gemar menabung, menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sedangkan si Futrih ini, hobby-nya itu mabuk-mabukan, main judi, ikutan sayembara togel, makan bayi manusia, bakar-bakar ban, menggelar acara dangdutan all night long di sebelah masjid yang sedang mengadakan pengajian 17 Ramadhan,adalah kegiatan yang pasti rutin dia lakukan.

Hmmmm, saya kangen nih sama beliau. Terakhir ketemu waktu pesta out door ulang tahun saya ke -17 di Kebon Binatang-Taman Sari. Dia memberikan hadiah tiga kerat bir. Padahal saya sudah bilang, kalau saya ini muslimah yang baik, tidak suka minum bir, tapi tetap saja dia memaksa dan demi pertemanan, akhirnya saya minum semuanya sampai habis. Itu pengalaman mabok pertama saya dan si Futrih ini lah yang mengenalkan saya dalam dunia sesat di Bandung.

Jadi ingat waktu itu, kami pernah ngutil di circle K di jalan Dago dekat ex-Gampoeng Aceh. Waktu itu saya baru saja menunaikan ibadah shalat shubuh di Masjid Salman, tiba-tiba si Futrih dengan suara knalpot motor tanpa saringannya yang sudah saya kenal itu menjemput saya di pelataran kampus.

"Ayo Pe, kita mabok-mabok-an lagi!" Ujar si Futrih. Saya pun tak kuasa menolak ajakannya, apalagi semuanya dia yang traktir, katanya sih dia baru aja dapet duit 8 juta hasil jual narkoba. Akhirnya dengan membawa sajadah di tangan kanan dan botol Heineken di tangan kiri sukseslah saya dimarahi oleh teman-teman sekosan saya yang sangat merasa terganggu dengan teriakan-teriakan yang tak jelas juntrungannya.

Pengalaman yang paling tidak terlupakan adalah ketika saya menemani dia pergi ke Bali untuk bekerja sebgai DJ tamu di Pantai Kuta. Dia sudah seperti seorang yang ternama di sana, sudah tidak terhitung berapa pria bule dan surfer yang menggunakan celana super-duper kedodoran mengajaknya berkenalan. Futrih pun menanggapi semuanya dengan keramah-tamahan yang tak terkira, seraya berkata, "lumayan, buat klien gue berikutnya..."

Perjalanan dari Pantai Kuta kami lanjuti ke daerah double six. Saya hanya dapat takjub dengan hingar bingar yang terjadi di sana. Kepulan asap marijuana sudah seperti pengganti oksigen, tumpahan bir pun menggantikan genangan air yang ada karena siangnya terjadi hujan yang cukup lebat, dan kondom bekas pakai tercecar di mana-mana.

Kami pulang pada pukul delapan pagi. Dapat dipastikan Futrih sudah dalam keadaan tidak sober lagi, bau rokok filter dan minuman keras bergantian saya endus dari mulutnya. Sigh, si Futrih ini tampak terlihat bejat memang, tapi mau gimana lagi, dia adalah salah seorang sahabat saya.

Buat Futrih: So, kapan nih kita adain Lombok trip???


P.S: Semua yang saya tulis di atas itu bohong, hanya dua pargraf awal yang benar. Sorry ya Fut, gue lagi kangen mencaci maki orang bareng lu lagi nih...

Lepi oh Lepi...


Lepi oh Lepi! 6 tahun telah kita lewati bersama ya dan saya harap kita masih memiliki beberapa tahun ke depan lagi untuk dijalani.

Lepi itu adalah nama yang saya berikan kepada macbook saya. Dia pacar pertama saya dan hanya kerusakan hardisk, motherboard, dan layar monitor secara berbarengan yang bisa memisahkan kami berdua. Sigh, sekarang si Lepi lagi ngambek, tampak sepertinya saya melupakan kesetiaan yang ia tawarkan. Ketika marah, saya sering mencaci maki si Lepi, namun ketika senang dengan mudahnya saya melupakan keberadaannya. Maaf ya Lepi.....

Sudah hampir dua-tiga minggu ini, si Lepi bertahan dengan sisa-sisa kekuatannya. Kalau misalnya dijadikan kisah shit-netron mah, cerita saya dan Lepi sedang berada dalam posisi klimaks, di mana pada scene berikutnya Tante Leli Sagita akan muncul dan berusaha untuk memberikan racun di atas makanan yang akan saya lahap. Namun, Lepi mengetahui hal tersebut, dan dia memilih untuk mengambil makanan itu dari tangan saya dan memasukannya ke dalam kerongkongannya. Oh Lepi...

Yaaa, mungkin orang bisa bilang, "Ya elah, laptop doang....Sampai segitunya???"

Tapi, Lepi itu lebih dari sekdar laptop buat saya. Waktu sedih, saya tinggal buka application i tunes, buka facebook, buka note. Waktu saya marah, saya bisa banting-banting nih si Lepi. Waktu saya kesal, bisa saya cuekin si Lepi nyala terus 2 hari tanpa berhenti. Dan dia hanya terbujur kaku di sudut pincingan mata saya. Aaaaah Lepi....

Lepi oh Lepi, cobaan oh cobaan. Tuhan punya sejuta cara untuk memperingatkan hamba-Nya. Mungkin ini salah satu di antaranya. Dipikir-pikir, kesabaran saya sudah mulai pudar tergantikan oleh rasa dendam yang berkelanjutan. Akhir-akhir ini, rasa benci yang saya miliki tampaknya mulai menghapus rasa tawakal yang pernah saya pupuk. Ucapan maaf pun semakin jarang terlontar dari mulut saya. Air mata ini ke luar ketika rasa kesal sudah mencapai ubun-ubun kepala. Langkah kaki pun tampak selalu berujung dalam suatu hal yang tidak baik. Kepala pening bukan lagi karena memikirkan dosa yang telah saya perbuat tapi lebih kepada karena saya terlalu banyak melakukan hal-hal maksiat. Dan mulut saya pun terkunci dari ucapan yang menyenangkan.

Ya, saya tidak sampai jualan narkoba, nge-ganja, pergaulan bebas, atau makan bayi manusia. Namun, cukup lah hal-hal yang saya sebut di atas, membuat saya sadar, bahwa takdir mempertemukan saya dengan Lepi, agar saya mengalami moment sepert ini. Perlu waktu sekitar 6 tahun, untuk menyadari arti keberadaan sebuah benda mati tak bernyawa ternyata memiliki arti untuk merubah mahluk hidup dengan nyawa itu sendiri. Lepi-ku sayang.....

Mungkin orang lain diberikan ujian yang jauuuuuuuuuuuuuuh lebih berat dari hanya sekedar kerusakan yang dialami oleh si Lepi. Tetapi, pada akhirnya tujuan kita sama kok, untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Yaaaaaaaa, Tuhan tidak memberikan saya cemoohan yang dilontarkan kepada para Nabi, kehilangan orang-orang tersayang, atau penyakit kronis ala shit-netron buatan Raam Punjabi, cukup lah kondisi yang mengkhawatirkan ala si Lepi ini membuat saya mengerti bahwa sudah waktunya untuk me-re-charge jiwa ini dengan..............melakukan senam SKJ '92 setiap pagi dan mempertinggi rasa sabar yang kayanya sudah mulai hilang dari peredaran!

Kalau kata teman saya sih begini, "Dibalik kesulitan ada kemudahan dan satu kesulitan tak mungkin mengalahkan dua kemudahan."

P.S: Lepi, cepat sembuh ya.....

Renungan malam.


"Damn! I made a huge mistake AGAIN!" teriak saya dalam hati.

Yup, tak usahlah saya tulis kesalahan apa yang telah saya perbuat. Rasanya ingin mengutuk, memaki, mencerca, membunuh, menendang, memukul, memakan ayam sambal ijo, dan meminum jus alpukat!

Saya pun kembali termenung di atas kloset WC menunggu si 'doski' keluar dari pantat saya. Ingin rasanya menangis sekencang-kencangnya. Cuma ya serem aja gitu, sekarang udah jam satu pagi! Disangka kuntilanak, baru tau rasa!

Air mata itu pun keluar berbarengan dengan keluarnya si 'doski'. Fiiiuuuuuuuuuuuuh, lega!

Aaaah, jadi teringat hasil obrolan saya dengan si Papap kemarin. Saya menumpahkan segala kesedihan saya kepada beliau, mulai dari tingkah laku si Lepi yang semakin lincah aja dengan ke-error-an-nya, masalah ujian lisan tiada henti menggunakan bahasa italia, sampai masalah jodoh yang entah sekarang ada di mana. (Curcoooooooool, jalan terusss, hehehehehehe!)

Saya sering bertanya kepada kedua orang tua saya, "Pap-Mam, kayanya aku salah ambil jalan hidup kali ya? Dulu masuk kelas akselerasi karena iseng, masuk ITB karena ngecengin orang, kuliah di Italy karena pengen jalan-jalan, kok kayanya dibandingin sama Steve Jobs, Paul McCartney, Bob Sadino, Thomas Alva Edison, aku tuh nggak ada apa-apa nya ya?"

Nasehat dari Mamam saya adalah:
"Tuh kan Mamam bilang juga apa? Makanya kamu banyakin berdoa sama Allah, harus shalat lima waktu, shalat malam nya jangan ketinggalan, sebelum kuliah shalat dhuha dulu, puasa senin-kamis-nya jangan lupa, berdzikirlah di segala kesempatan, pelihara mata dari hal-hal yang tidak di-ridha-i oleh Allah, jaga pergaulan, jauhi segala larangan-Nya, jangan sampe kamu makan daging babi lagi, kalau ditawarin minum wine, tolak aja langsung, karena adzab Allah itu benar adanya, kalau lagi marah perbanyak wudhu...Pokoknya kamu deketin diri kamu sama Allah ya..."

Tampak tidak ada yang salah dari perkataan Ibu saya, bukan? Lalu giliran Ayah saya yang menjawab pertanyaan tersebut.

"Kamu itu akan menjadi lebih baik dengan kesalahan. Ngomong-ngomong, Steve Jobs itu siapa? Pacar kamu?"

Renungan malam itu pun diakhiri dengan kegiatan cebok. Saya membuka pintu WC, lalu bersyukur kalau saya masih diberi kesempatan untuk mendengar ocehan si Mamam yang panjang x lebar x tinggi dan lebih bersyukur lagi, karena ternyata saya tidak membutuhkan pemusik terkemuka, pengusaha perkebunan ternama, penemu bola lampu tersohor, ataupun pencipta salah satu bentuk operating system termahsyur, untuk dapat saya jadikan sebagai seorang ayah.