Jumat, 22 November 2013

Kok-muter line: Sweet Depok-sition

Pernahkah kamu mengorbankan mimpi yang pernah kamu miliki demi seseorang?

Seorang Ibu mengorbankan segala mimpinya demi anaknya.

Seorang laki-laki muda mengorbankan segala mimpinya demi pasangannya.

Seorang anak perempuan mengorbankan segala mimpinya demi sahabatnya.

Dan saya berdiri tegap di depan sebuah kaca berukuran lumayan besar. Melihat hampa kepada hilir mudiknya sekumpulan warga Ibu Kota yang sedang mengais rezeki….Demi untuk merealisasikan mimpi-mimpi mereka.

Saya merasakan getaran dari telepon selular yang semenjak tadi pagi selalu saya pegang dengan erat.

Sebuah pesan singkat datang yang menyatakan bahwa saya diterima di sebuah tempat lain yang dapat membuat saya mewujudkan segala ambisi saya. "Congratulations, you're in!"

Namun, pesan singkat sebelumnya dari seseorang yang sukses membuat saya ragu akan mengikuti cita-cita yang semenjak dahulu tertulis di dalam lembaran kertas lusuh 100 mimpi seorang Viera. "Let's have another dinner today!"

Jujur, terkadang badan ini merasakan kelelahan yang teramat sangat untuk mengejar semua keinginan saya itu. Membayangkan betapa menyenangkannya dapat mewujudkan 100 mimpi bersama seseorang yang memiliki imajinasi-imajinasi liar yang sama, tak dapat dipungkiri, beberapa kali terbersit di dalam pikiran ini.

Berkali-kali menemukan kegagalan yang sama sudah membuat saya lelah tak terkira. Orang tua? Pasangan? Sahabat? Kerabat? Teman pena? Semuanya mengalami hal yang sama. Menghujat Tuhan tentang keadaan itu sungguh tak berguna.

Mungkin memang mimpi saya yang kali ini harus dikorbankan. Bayangkan, hanya dengan mematikan sebuah mimpi yang saya miliki semenjak dahulu, saya bisa mendapatkan kehangatan orang tua, cinta pasangan, kasih sayang para sahabat, kebersamaan bersama kerabat.

Hidup itu bukan mimpi.

Dia yang duduk di sebrang saya saat ini juga bukan mimpi.

Lagi-lagi kami tertawa. Semua yang saya tampakan di hadapannya 180 derajat berbeda dari apa yang ada di dalam pikiran saya. Mata saya memandangnya wajahnya lurus penuh.

Mungkin saya pantas mendapatkan penghargaan mumpuni dalam bidang akting kali ini. Ketika air mata yang terjatuh di saat tertawa tanpa henti itu sebenarnya ada dikarenakan rasa sedih yang berkepanjangan.

Sudah terlalu banyak hal yang saya kalahkan demi ego menggapai sebuah mimpi yang tak pernah sanggup saya ucapkan. Namun, dia yang berada di hadapan saya kali ini merupakan salah satu bentuk wujud ego saya yang lain.

Pernahkah kamu mengorbankan mimpi yang pernah kamu miliki demi seseorang?

"What will you do if I say that this is our last dinner?" Tanya saya.

Tiba-tiba sesosok itu terdiam dari tawanya.

"It'll be the worst thing that happen to me." Jawabnya.

"Aaaaah, you're so sweet…." Ucap saya dalam hati.






Makan malam hari itu berakhir dengan diantarnya saya sampai Stasiun perberhentian terakhir di Ibu Kota. Saya melambaikan tangan, menandakan sebuah perpisahan. Perpisahan dengan mimpi saya.






Stasiun pinggiran Ibu Kota itu menjadi saksi kalau mimpi saya kalah telak dari ego saya.




Senin, 18 November 2013

Quote of Nov 19th, 2013




"Menurut ilmu fisika, tekanan itu berbanding lurus dengan gaya. Jadi, kalau lo merasa hidup lo penuh tekanan, mungkin karena lo kebanyakan gaya…"

-Temennya Viera, umur dirahasiakan, karyawan swasta, hobby melukai hati para wanita-

Kok-muter line: Just Cikini Away

Hembusan angin sore Jakarta sedikit membuat saya menggigil. Hujan cukup deras terus turun semenjak pagi hari tanpa henti.

Sesekali saya melihat wajahnya. Tubuhnya yang tegap, rahang mukanya yang terlihat semakin terbentuk, dan jemarinya yang bergerak ke sana ke mari, menirukan gaya beberapa orang terkenal, membuat kami semua tertawa.

Suara tawa keras yang keluar dari mulut itu dengan sangat baiknya bisa menutup suara degup jantung saya yang tak kalah kerasnya.

Beberapa kali dia membetulkan posisi berdirinya untuk sedikit lebih dekat dengan tempat duduk saya. Saya hanya bisa bergeser sedikit, berharap tak ada orang yang tahu kegugupan yang saya rasakan.

Terkadang saya mengikuti gerakan konyolnya, beberapa teman kami tertawa melihat tingkah laku kami berdua. Namun, mereka tidak akan pernah tau apa yang saya rasakan saat itu.

"Mbak Viera? Selamat ya, kamu terpilih untuk dijadikan salah satu staff di perusahaan kami."

Suara di sebrang telepon selular buatan Korea itu, cukup mengagetkan pagi saya. Sebuah perusahaan yang tidak pernah terpirkir akan menerima saya, ternyata mengubah pemikirannya. Saya diberi waktu satu hari untuk memberikan jawaban.

Suara petir yang cukup keras membuat sekitar tujuh orang yang berada dalam ruangan itu terdiam seketika. Dia terlihat sedikit ketakutan kilatan cahaya yang terlihat mengerikan dari jendela kantor kami yang berukuran di luar batas kewajaran itu.

Sedangkan saya, terlihat ketakutan untuk kehilangan dirinya.

Beberapa menit kemudian, suasana ruangan itu kembali penuh tawa. Dia berulah lagi. Kali ini dia menirukan salah satu pembawa acara pria kenamaan yang sering terlihat seperti seorang wanita. Saya kembali dibuat tertawa terpingkal-pingkal sampai keluar air mata. Entah air mata penuh kebahagiaan atau kesedihan.

"You're only twenty something Vie, you have so many dreams that you want to achieve. Do you want to stay in the same place just because he's there. Is he worthy enough? Is he your dream?"

Kiriman pesan suara dari seorang teman membuat saya kembali menghelakan nafas. Sesaknya pikiran dalam otak saya mengalahkan sesaknya gerbong kereta yang saya tumpangi dari Stasiun Cikini itu.

Lagi-lagi mimpi saya yang fana selalu mengalahkan perasaan saya. Entah untuk kesekian kalianya, saya selalu mengorbankan semua perasaan saya demi hanya sebuah cita-cita yang belum terlihat hasilnya.

Lantunan petikan gitar Sungha Jung menemani kebingungan saya yang semakin menjadi.







"Well, that's your choice sih Vie. You have a dream. Take him or leave him."

Itulah pesan terakhir yang saya dapatkan dari sang sahabat, sebelum serbuan para ibu-ibu muda masuk kembali ke dalam gerbong kereta yang saya naiki.






Kaki saya lagi-lagi terinjak oleh salah satu penumpang. Air mata saya sedikit keluar. Entah karena menahan sakit yang dirasakan oleh ujung jempol kaki kiri saya ataukah hal yang lain.




Selasa, 12 November 2013

Quote of Nov 12th, 2013




"I used to have a horrible cars, because I never had money, so I'd always end up broken down on the highway. When I stood there trying to flag someone down, nobody stopped. But when I pushed my own car, other drivers would get out and push with me. If you want to help, help yourself - people like to see that."

-Viera has just read it this morning-

Jumat, 08 November 2013

Most Wanted!

Hi guys!

Musicology Records, sebuah perusahaan internasional yang berpusat di LA (Los Angeles ya guys, bukan Lenteng Agung T.T, red) dan bergerak di dalam industri musik sedang mencari internship staff sebagai account executive assistant.


Responsibilities include but not limited to :
- Being dope in front of our lovely clients
- Sharing happiness with new buddies
- Having fun with online and niche products
- Achieving your personal goals through our perky way
- Influencing cool people (both written and oral)

Requirements:
- College/university students (preferrably)
- Honest (We tolerate the failures, but cheat!)
- Has own transportation (i.e. motorcycle, car, unicorn, naga terbang)
- Work smart

Here's what we offer:
- Access to an existing company-wide network of progressive young professionals
- Ongoing from one-on-one professional development planning support
- Mentorship from from the leaders within the company

Here's how we make our selections:
- Send your CV to viera@musicologyrecords.com
- Our team will review your application and contact you directly if we believe you would be a great candidate for the team
- If you are not selected for our team, don't fret! You're still in our candidate pool and will be contacted for future opportunities :)


About us:
http://musicologyrecords.com















So, are you ready be part of us?



Rabu, 06 November 2013

kok-muter line: Bojong yang tak se-Gede namanya

Suara teriakan seorang ibu muda yang merasa kepanasan akan penuhnya gerbong kereta Senin pagi itu membuayarkan lamunan saya.

Seorang petugas kereta api terlihat dengan sigap menyuruh salah satu penumpang yang sedang duduk untuk memberikan kesempatan pada sang ibu muda untuk beristirahat di tempatnya.

Dengan keadaan yang sangat penuh tersebut, saya hanya dapat mendongakkan kepala saya. Kereta baru saja sampai Stasiun Bojong Gede, namun luas ruang stasiun-nya tak se-'gede' namanya.






"Hmmm, penuhnya gerbong ini mulai menyaingi penuhnya hati gue nih….." Umpat saya dalam hati.

Senyum yang semenjak tadi saya tahan, akhirnya mengembang juga.

Kemarin saya bertemu dengan sosok ulat berbulu genderuwo. Sungguh ingin rasanya berteriak kesenangan melihat bayangannya tepat berada di ujung kaki ini. Namun, semuanya harus ditahan dengan adanya rasa malu yang terus ada di kepala.

Ah, coba saja, saya berani menyapanya terlebih dahulu. Andai saja saya bisa memberikan senyuman termanis untuk menyemangatinya. Jika saja, saya lebih berinisiatif untuk membuatnya tertawa ketika sedih melanda. Kalau saja saya bisa mengutarakan perasaan ini.



***



"Di Jakarta ini ada 10 juta manusia, dan setengahnya adalah laki-laki. Bayangin déh, lo ini adalah bibit sperma paling unggul di mata gue dari lima juta lainnya. Bayangin! Lima juta! Lo nggak usah ikutan lomba makan kerupuk setiap 17-an, lomba nyanyi ala idol, lomba marathon kekinian, kata orang-orang sih, malaikat juga tau siapa juaranya….."



***



Mulut itu terkatup. Rapat. Tanpa jeda.

Senyum kami beradu lekat. Dia berdiri di sebrang sana. Saya terdiam di sebrang sini. Kami saling menganggukan kepala.

Tangan saya mengepal sedikit. Ingin hati menariknya sampai ke hadapan, memamerkan rasa kami yang memang sudah ada semenjak pertama kali bertemu.

Sedikit lambaian tangannya saling menguatkan niat kami untuk tetap membiarkan semua angan itu tetap terlihat nyata.

Saya berikan kedua jempol tangan, berharap dia juga mengerti bahwa kami tidak mungkin dapat memiliki untuk saat itu.

Saya biarkan perasaan itu mengejewantah di udara luas. Ia biarkan keinginan itu mengendap di setiap hentakan kakinya.

Dengan langkah yang cukup berat, saya putuskan untuk kembali ke meja kerja dengan seluruh tumpukan kertas penuh dengan tugas yang harus saya lakukan. Well, this is when my money comes from, saya menarik nafas panjang dan terdengar hembusan nafas panjang lainnya di belakang saya.

He stays there.







Mulut itu terkatup. Rapat. Tanpa jeda. Senyum kami beradu lekat. Dia berdiri di samping saya. Saya terdiam di sampingnya.




kok-muter line: Serangan Ulat Bulu di Gondangdia

Berkali-kali saya menoleh ke arah gelas terbuat dari besi berwarna merah muda menyala tersebut.

Saya bukan penggemar warna merah muda, tapi konon katanya kalau sedang jatuh cinta, tai kuda pun akan terlihat merah merona.

Saya berusaha untuk mengatur nafas yang mulai naik turun dengan cepat ini.

Kenapa lagi Vier?

Asma kambuh lagi?

Nggggg….

Asma saya sempat kambuh sih, tapi dua hari yang lalu, ketika saya sedang berusaha untuk mengejar kereta pulang menuju Bogor. Dua lantai stasiun Gondangdia yang berisikan lima puluh-an anak tangga sukses membuat dada saya sesak bukan kepalang.

Tapi, alasan yang membuat nafas saya sesak kali ini bukanlah sekumpulan anak tangga jahanam itu. Yaaaa, mungkin sama-sama jahanam sih, tapi yang jahanam satu ini cukup berbeda. Dia bergerak, bernafas, berbicara, dan tentu saja, sukses buat saya deg-deg-an luar biasa.

Kulihat lagi gelas berwarna merah muda itu, tampak sesosok bayangannya di sana. Duduk dengan tenang, berbicara dengan semangat kepada lawan bicaranya, matanya terlihat berbinar, sesekali kepalanya mengangguk, tangannya bergerak dengan lincah ke kiri dan ke kanan, dia bercerita tentang sesuatu yang sebenarnya tidak saya mengerti, namun hanya dengan melihat keantusiasannya, saya hanya bisa dibuat tersenyum kosong.

Saya merasakan serangan yang lebih menakjubkan dari butterflies effect…..Caterpillar effect! Yup, serangan ulat bulu!

Terkadang saya ikut tertawa bersamanya. Tawa tanpa alasan. Karena saya tidak pernah memiliki alasan untuk tidak tertawa bersamanya. Semua cerita buruk yang saya alami sebelumnya menguap begitu saja, ketika dia memunculkan batang hidungnya di hadapan saya.

Saya hanya dapat berdiri terdiam ketika melihatnya dari kejauhan dan berlari kencang ketika dia mendekat.

Saya menuliskan 'Genderuwo'  sebagai namanya di phonebook telepon selular saya. Bukan, bukan karena tubuhnya dipenuhi bulu, namun lebih kepada reaksi yang saya dapatkan ketika bertemu dengannya hampir sama dengan reaksi yang saya lakukan jika saya bertemu dengan sesosok mahluk halus penuh bulu itu. Lemas, diam, kaku, kemudian teriak tanpa henti. Itulah hal yang akan saya lakukan jika bertemu dengan genderuwo.







Baby? Sayang? Honey? Hmmmm, maaf itu semua tidak berlaku di kamus saya. semakin saya dibuat diam tanpa kata oleh seseorang, semakin horror-menggemaskan nama yang akan saya berikan padanya. Ulet bulu? Ulet berbulu domba? Genderuwo? Ulet berbulu genderuwo? Kira-kira lebih cocok yang mana?






Stasiun Gondangdia kembali menjadi saksi saya dibuat kebat kebit oleh dirinya. Dengan langkah ringan, menginjak udara yang dipenuhi asap knalpot, ucapan perpisahan-nya, "hati-hati di jalan…." siap menemani perjalanan 1,5 jam saya menuju rumah tercinta.


Selasa, 05 November 2013

Kok-muter line: Bogor and be happy...

Hidup itu kadang di atas, kadang di bawah. Kadang seneng, kadang susah. Hidup itu kaya roller coaster…..Siapa yang mau naik, ya harus bayar, ehehehehe.

Well, nonton film Korea dan keesokan harinya nail kereta pagi menuju Ibu Kota itu merupakan salah satu kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan.

Film Korea yang penuh dengan kisah kehidupan para tokohnya yang berbunga-bunga. Mulai dari bunga mawar sampai bunga bangkai.

Seperti pagi hari ini, dengan rasa kantuk yang masih berelebihan, saya terpaksa harus terbangun dari alam mimpi.

Mimpi yang cukup aneh. Saya lari si sebuah taman hijau asri yang cukup luas ditemani……Seekor beruang kutub T.T

Mimpi itu harus selesai, dikarenakan suara adzan shubuh dari masjid sebelah terdengar terlalu nyaring di telinga.

Suara orang tua saya terdengar tak kalah nyaring membangunkan saya yang berjalan terseret ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

"Hoaaaaaem!"

Sebelum memakai mukena putih yang sudah terlihat agak kumal itu, saya tepuk berkali-kali muka yang kusut ini. Ah sudah entah berapa kali saya ucapkan keinginan saya berkali-kali di atas sejadah itu. Mulai dari doa ingin keliling Amerika sampai Alaska sampai bekerja di IKEA Swedia.

Tapi, untuk kali ini, doa saya cukup sederhana saja, "ya Tuhan, buat pagiku bahagia. Amin."

Air dingin dan sabun cair yang konon terbuat dari ekstrak buah zaitun mengguyur tubuh saya yang penuh dengan bentol gigitan nyamuk sisa hujan semalam.

Sedikit gertakan di gigi membuatku semakin semawut memilih pakaian mana yang sesuai untuk dikenakan ke kantor nanti. Kaos merah bertuliskan 'love me'? Tampak terlalu frontal ya. Kemeja putih transparant dipadukan dengan tanktop berwarna hitam? Hmmmm, kayanya cuma Mama Loren déh yang boleh menerawang kehidupan saya, kalau ada laki-laki jahil yang berimajinasi liar dengan baju menerawang yang saya pakai itu….Ngggg….Saya simpan kembali kemeja putih di tempatnya.

Hmmm, di tengah-tengah kebingungan yang melanda, sebuah baju tanpa lengan berwarna hijau tosca menyembul begitu saja di antara tumpukan baju yang tak beraturan itu. Sudah lama juga baju yang saya beli dengan harga diskon banting miring di sebuah pasar ternama di Jakarta ini tak pernah saya pakai.

Sebuah cardigan hitam dan buku super tebal menemani saya menerjang dinginnya angin pagi kota Bogor saat itu. Kabut tebal bekas hujan besar beberapa hari terakhir masih terasa menusuk kulit saya sudah saya oleskan balsem made in China super panas.

Sesampainya di stasiun, banyak orang terlihat berlarian mengejar kereta menuju Kota yang tampaknya jadwal keberangkatannya lebih cepat dari biasanya.

Sial! Saya ketinggalan kereta! Nafas saya ikut terengah-engah mengejar gerbong terakhir kereta yang diperuntukan khusus untuk wanita itu. Setidaknya saya harus menunggu sekitar 20 menit untuk kedatangan kereta menuju Stasiun Jakarta Kota berikutnya.

Saya merasakan kram yang cukup menyakitkan di lambung. Ah, sarapan telur dadar yang saya makan terburu-buru tadi baru memberikan efeknya sekarang. Kondisi perut saya semakin bertambah parah dengan adanya kemungkinan dimarahi oleh atasan saya karena keterlambatan saya datang ke kantor.

"Huuuuh….." Saya menarik nafas saya cukup panjang.

"Life is just a bowl of cherries…..Sometimes it's afraid filled with worries, don't be afraid when things go wrong, just be strong…." Terdengar alunan Musik dari penners suara stasiun.

Waaaaah, ada lagunya Mocca! Band kesukaan saya! Yaaaa, lumayan mengobati rasa sedih saya ketinggalan kereta lah.

Saya pun ikut menyayikan lirik kelanjutan dari lagu berjudul 'Happy' tersebut. Mungkin beberapa orang yang berdiri di defat says bias mendengar suara saya, yang katanya sih terdengar sangat merdu kalau sedang diam T.T

"When thing seems up in the air and everything is so unfair, and you stumble and fall, just pick yourself up and sing…..If one day you lose your way, just remember one thing my friend, when you're under a cloud, just visit music and sing…If one day you lose your way, just remember that I'm here to stay…."

Tiba-tiba lagu tersebut berhenti digantikan suara petugas stasiun yang mengumumkan jadwal kedatangan kereta.

"Commuter line menuju Jakarta Kota berikutnya sudah berangkat Stasiun Bogor, bagi para penumpang harap bersiap di peron dua atau tengah…."






Kyaaaaaa~ Ternyata jam pemberangkatan ke Jakarta Kota dilakukan dua kali secara berurutan. Yay!

"Don't you give up, keep your chin up, and be happy…." Suara ceria cirri khas Arina, sang vokalis Mocca pun kembali terdengar di pengeras suara stasiun terse but.

Yes? I'm happy…..

Sesampainya di stasiun yang dituju, takut akan telat sampai kantor, saya pun berlari berlomba dengan kecepatan motor tukang ojek yang tersendat akan kemacetan yang disebabkan oleh kopaja P20 yang berhenti sembarangan di tengah jalan.

Waktu menunjukan pukul 8.58 AM di telepon genggam saya yang buatan Korea itu. Fiiiiuuuuh! Almost late…

Setelah tanda tangan daftar absensi, pasang senyum manis kepada sang sekuriti, saya naik ke lantai atas, tempat ruang kerja saya berada.

Dan langkah itu terhenti, ketika sesosok itu ada di sana. Berdiri di sana. Terdiam. Tersenyum.

"Pagi, wah lo cantik hari ini…."

SHIT!

I'm happy!







Tuhan memang maha pengabul doa.

Everybody wants to be loved. Everybody wants to be in love. What the world really loves is a not a lover, but a love story. That's why I like to share my love story <3 br="" nbsp="">



Quote of Nov 5th, 2013




"Putting your phone away and paying attention to those talking to you? 
There's an App for that, its called…..RESPECT :)"

-Viera, 25 tahun, being annoyed with those kind of people-

Minggu, 03 November 2013

Quote of Nov 4th, 2013




"Be a good person, but don't waste time to prove it."

-Viera, 25 tahun, lagi ngecengin masinis commuter line Depok-Kota yang berangkat jam 7.44AM-

Love Manggarai Actually

Cerita kali ini datang dari seputaran Stasiun Manggarai…..






Ada yang sudah pernah menonton film Love Actually? Film yang diproduksi tahun sekitar awal tahun 2000-an ini merupakan salah satu film kesukaan saya sepanjang masa.

Film ini menceritakan beberapa kisah 'cinta' yang kemudian semuanya dipertemukan menjadi satu di Heathrow Airport di London.

Itulah yang saya rasakan dengan Stasiun Manggarai.

Stasiun Manggarai itu 'Bandara Heathrow'-nya Viera. Saya menemukan banyak segala jenis 'love actually' di sana.

Di mulai dari sepasang anak SMA yang lagi berantem. Yang cewek diem sibuk maenin hape-nya, membaca setiap update-an blackberry dari teman-temannya, yang cowok juga sibuk ngeliat langit dengan tatapan kosong.

Ada juga anak seorang Papah-papah muda yang sedang bermain bersama dedek bayinya yang berjalan tertatih-tatih.

Tak lupa, buat yang sering nongkrong di Stasiun Manggarai, pasti tau keberadaan seorang nenek yang sering menggunakan berbagai jenis aksesori berbentuk bunga di kepalanya. Dia sering menari ke sana-ke mari di sepanjang rel kereta api dan baru mau minggir kalau sudah di-klakson sama kereta yang mau lewat.

Dan satu lagi, mas-mas Sevel Stasiun Manggarai yang suka nyapa saya, "selamat malam Mbak Cantik…..Pasti beli Nootriboost stroberi lagi. Nggak pake kantong plastik kan? 5000 saja….Terimakasih…." Aaaaaaaaah meleleeeeh! Lumer sudah semua kejenuhan kantor yang melanda semenjak pagi itu.

Pagi itu, kereta yang saya tumpangi berhenti cukup lama di antara sekitar 500 meter sebelum memasuki Stasiun Manggarai. Hmmm…..Pasti ada kereta antar kota yang mau lewat nih.

Setelah 10 menit berlalu, kereta yang saya tumpangi pun melaju dengan cukup pelan menuju Stasiun Manggarai. Baru asja mata ini mau terlelap, tiba-tiba terdengar teriakan dari peron sebelah rel tempat kereta saya melaju.

Seorang gadis berkerudung merah muda terkulai lemas di pinggiran peron tersebut. What did happen?

Beberapa penumpang di gerbong wanita yang saya naiki terlihat mengeluarkan kepalanya dari pintu gerbong yang mulai sedikit terbuka.

Wanita berkerudung di peron itu tampak berteriak histeris, melihat…..Seorang temannya yang terperosok di rel tempat kereta saya sedang berhenti.

30 menit pun berlalu. Beberapa cerita datang dan pergi dari setiap mulut orang-orang yang berada di dalam gerbong kereta.

Salah satu cerita yang sampai ke telinga saya adalah, ada dua orang wanita yang sedang menunggu kereta di jalur lima, mereka sedang bercanda, namun salah seorang di antara keduanya terperosok secara tidak sengaja ke depan kereta yang saya tumpangi.  Wanita tersebut tidak dapat menjaga keseimbangannya dikarenakan menggunakan sepatu dengan hak yang cukup tinggi.

Salah seorang ibu yang berbadan cukup gempal dan duduk tepat di hadapan saya sempat berujar, "mau naek kereta kok terlalu bergaya sih, jadi aja jatuh….."

Terlepas dari rasa turut berduka tas jatuhnya si wanita tersebut.

Saya ingin sedikit berdiskusi tentang ucapan si ibu tersebut.

Salah satu hal yang saya pelajari ketika naik commuter line Bogor-Jakarta adalah, mau setinggi apapun kedudukan kamu di kantor sana, ketika naik commuter line, pasti pake sendal jepit atawa sendal sejuta umat berlogo buaya itu, hehehehe…..

Ya, nggak semuanya juga sih. Masih ada beberapa orang yang dengan kecenya menggunakan sepatu berhak tinggi atau sepatu super lancip mengkilat.

Tapi, untuk kenyamanan, sendal jepit selalu menjadi pilihan utama saya. Mau abis ketemu kecengan di kantor, mau abis dimarahin boss gara-gara salah input data, mau abis gajian, mau abis berantem sama supir bajaj yang tega nyerempet wanita sekece ini.

Tapi teteup lho pas sampai stasiun, saya buka sepatu heels yang saya kenakan dan beralih ke sendal jepit bergambar burung wallet itu.

Terus apa dong yang saya pelajari dari pengalaman ini?

Kalau naek kereta…..

1. Jangan lupa bawa sendal jepit atawa sepatu sejuta umat berlogo buaya itu.

2. Baca doa. Doa mau makan, boleh. Doa mau tidur, juga boleh. Karena menurut penelitian, 76,8 % pengguna commuter line akan tidur, makan, atau kepo-in orang liwat hape ketika naik ke atas gerbong.

3. Liat kiri-kanan. Kali-kali ada yang bisa dijadiin teman naik kereta atau….Teman di pelaminan, aw aw aw!

4. Naik commuter line itu menyadarkan saya kalau semua orang punya tujuan hidup yang berbeda-beda, tapi Tuhan ngasih hidup yang harus dijalani secara bersama.

5. Mau sekece apapun pekerjaan kita, kalau udah naik kereta emang paling nyaman nyendal jepit. Mau atasannya baju zara atawa baju jarah, bawahannya tetep swallow. Mau sekece apapun kita, di mata Tuhan kayanya kita bakal tetep sama ya.


Oke déh, burung Irian, burung Cendrawasih, cukup sekian dan terimakasih :)

Quote of Nov 3rd, 2013




"Listen, the only time you should look in your neighbour's bowl is to make sure that they have enough. You don't look in your neighbour's bowl to see if you have.....as much as them."

-Pak Mamat, 56 tahun, Papahnya yang nulis blog enih-