Jumat, 23 Juni 2017

5 Jenis Makmum Taraweh Perempuan di Masjid Komplek

Sooo, kali ini saya mau ngebahas tentang beberapa jenis jamaah perempuan yang sering saya temui di masjid tempat saya sering ngeceng shalat taraweh.

Letak masjidnya itu di dalem komplek perumahan padat penduduk. Jadi, isinya ya kebanyakan warga komplek perumahan tersebut ditambah beberapa penduduk asli sekitar.

Masjid ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama dikhususkan untuk para pria dan area kecil untuk ibu-ibu yang tidak kuat untuk menggunakan lantai dua sebagai area shalat utama bagi wanita.

Saya sendiri lebih sering memilih shalat di lantai dua, soalnya karpetnya lebih tebel dan ada AC, pokoknya kalau itikaf di sana dijamin enak….Tidurnya T^T

Setelah beberapa kali shalat taraweh di masjid yang satu itu, secara garis besar saya bisa membagi beberapa macam jamaah perempuan yang datang, dan mungkin hasil pantauan ini tidak jauh berbeda dengan masjid tempat teman-teman muslim yang shalat taraweh.



1. Nini-nini 'galak'
Alias nenek-nenek. Umurnya mungkin di atas 60 tahun-an. Kebanyakan dari para nenek ini bakal shalat bareng temen se-geng-nya. Di sela-sela istirahat antara shalat Isya ke shalat taraweh, terkadang mereka mengaji, tapi tak jarang mengobrol dengan teman-teman seusianya mengenai kesuksesan anak atau cucu masing-masing.

"Anak saya masuk Pertamina. Cucu saya masuk sekolah unggulan. Keponakan saya masuk lambe turah…."

Nenek-nenek ini juga bisa dikatakan sebagai kelompok yang suka mendisiplinkan para makmum yang masih pada piyik dan suka berisik. Teman saya juga pernah kena semprot karena ketauan tidur di pojokan padahal yang lainnya lagi taraweh.

Mukena yang dipakai pun biasanya sederhana namun nyaman. Atasannya mukena warna putih yang terkadang warnanya sedikit menguning, menunjukan bahwa mereka sudah memiliki mukena itu sejak lama dan bawahannya merupakan sarung yang ukurannya tentu bisa disesuaikan.

Menurut salah satu nenek yang saya temui, beliau menggunakan sarung, karena tingkat kekencangan sarung itu bisa mereka sesuaikan dengan keinginan mereka, kalau mau shalat dzuhur, ikatannya agak kencang, soalnya belum makan seharian. Kalau mau shalat isya, ikatan sarungnya dilonggarkan, karena beugah abis buka puasa pake semangkok sop buntut plus nasi dua piring.

Tapi yah, nini-nini adalah golongan yang paling bikin saya keki. Sebagai jamaah yang kalau mau shalat taraweh suka nanya, "di sini imamnya abis Al-Fatihah suka baca surat yang pendek-pendek kagak sob?" Melihat kekuatan nenek untuk tetap berdiri walaupun sang imam suka baca surat yang panjang, tentu saja saya malu. Uuurgh, mereka sudah setua itu aja masih kuat ngejalanin yang sunnah, lah saya yang masih belia, cantik tiada tara ini apa kabarnya???


2. Ibu-ibu bawa anak
Ini adalah geng para mahmud a.k.a mamah muda. Umur mereka sekitar 30 tahun-an. Jenis mukena yang dipakai biasanya yang kekinian, motifnya garis-garis dan bunga berwarna pastel sering sekali saya lihat dipakai oleh mereka dan tak jarang di-matching-in sama anaknya. Mereka suka membawa anak-anak mereka untuk ikut shalat taraweh juga. Ini merupakan ide yang bagus untuk memperkenalkan agama kepada adik-adik tercinta.

Tapi kalau anaknya masih balita, bisa menjadi tantangan tersendiri. Kalau anaknya udah bisa 'dilepas' sih enak ya, nah kalau masih batita terkadang malah mengganggu ke-khusyu-an shalat si ibu dan jamaah lainnya. Apalagi kalau batitanya lagi nangis atau buang hajat, waaaah~

Di lain sisi, saya salut sama niat para ibu balita yang ingin memberikan nuansa islami kepada anaknya semenjak dini, tapi di lain sisi, saya yakin kalau pahala yang diterima oleh si ibu batita ini akan sama (atau mungkin lebih besar, karena selain dapet pahala shalat taraweh, mereka juga dapet pahala mengurus anaknya? Please, CMIIW) kalau dia shalat tarawehnya di rumah sembari memperhatikan kebutuhan anaknya yang masih batita tersebut.


3. The M Generation
Selamat datang generasi M, yang bisa diartikan sebagai 'milenial' sekaligus 'muslimah'. Umur mereka di bawah 20 tahun. Jenis mukena yang dipakai tentu saja yang bermotif tabrak namun tetap fashionable dan nyaman. Biasanya datang ke masjid bersama satu atau dua temannya.

Perlengkapan yang dibawa selain mukena yang biasanya sudah menempel di badan tentu saja handphone fully charged. Kalau ditanya kenapa ke masjid tapi kok bawa hape, alesannya sih buat ngaji di aplikasi Al-Quran yang udah di-install di hape mereka, namun pada kenyataannya hape tersebut lebih sering digunakan buat selfie terus di upload ke akun socmed masing-masing, tentu saja dengan caption yang biasanya dicomot dari tulisan-tulisannya Tere Liye.


4. Dedek-dedek SD
Di antara kelompok lainnya, saya paling sering ngikik sama kelompok dedek-dedek yang rata-rata umurnya di bawah 12 tahun ini. Motif mukena yang dipakai oleh mereka sungguh beragam, dari flowery, stripes, polkadot, frozen, boboboi, upin-ipin, dan berbagai motif lainnya, asal jangan sampe mereka pake mukena motif pembunuhan yah~

Saya pernah shalat tepat bersebelahan dengan dua orang dedek-dedek ini.. Kebetulan setelah membaca Al-Fatihah, si imam membaca surat yang agak panjang. Si dedek A pun mengeluh, "iiiiih pegel ya?" dan dedek B pun mengangguk, terus mereka langsung duduk, padahal imamnya belum selesai baca suratnya.

Karena sudah pengalaman dari shalat taraweh sebelumnya, di dua rakaat taraweh berikutnya, si dedek A dan dedek B ini, baru mau mengikuti shalat taraweh, ketika imamnya baru mau rukuk, jadi mereka nggak perlu berdiri terlalu lama, uuuuurgh adik-adik-ku yang cerdas!

Dan tentu saja tidak mau ketinggalan zaman, mereka suka membawa fidget spinner ke masjid. Pas saya tanya, kenapa bawa mainan itu pas lagi shalat, mereka pun menjawab, "kita sih dzikirnya pake spinner Teh…" Waaaaah, subhanallah sekali~


5. Balita and the genkz
Golongan yang ingin saya bahas kali ini adalah golongan adik balita yang biasanya kalaupun udah masuk sekolah, paling tinggi, mungkin level TK atau PAUD. Mungkin umurnya antara tiga sampai tujuh tahun.

Mereka sering dibawa oleh ibu mereka ke masjid dengan alasan utama ingin memperkenalkan agama sejak dini dan di rumah dia sendirian nggak ada yang jada, di alasan berikutnya.

Rata-rata lamanya shalat taraweh di masjid saya itu sekitar 45-60 menit, tentu saja terkadang bisa jadi membosankan bagi golongan ini. Ada yang ikutan shalat semampunya, tapi ada juga yang pas ibunya lagi sujud, mereka naik ke punggung ibunya atau pas ibunya lagi shalat, mereka ajak ngobrol

Dan biar anteng, banyak dari ibu mereka membekali mereka dengan ipad. So, while the moms are praying, their kids are playing with their iPad. Tapi, pernah juga ada yang bawa barbie, lego. buku mewarnai, dan berbagai jenis alat lainnya yang dapat membuat anak-anak ini tidak merasa bosan ketika menunggu ibunya selesai shalat taraweh.



Oke deh, setelah baca postingan ini, langsung cuss ke masjid buat bayar zakat fitrah yah teman-teman!





Senin, 19 Juni 2017

5 Alasan Saya Nggak Ikut Bukber (di kawasan Jabodetabek)

Sudah beberapa hari terakhir ini saya ketinggalan banyak ajakan bukber alias buka bersama di kawasan Ibu Kota. Salah satu alasannya adalah gegera macet, niatnya pengen bukber eh malah jadi sahur on the road, karena mobilnya nggak bergerak sama sekali di sepanjang jalan Mampang.

Dan pada akhirnya saya memutuskan untuk menolak secara baik-baik beberapa ajakan bukber terutama yang berlokasi di Jakarta, karena pas saya sampe tempat bukber-nya, eh temen-temen yang ngajak bukber udah pada pulang, makanannya udah abis, nggak dapet shalat maghrib, taraweh apalagi….T^T

Di bawah ini saya mau ngasih beberapa alasan kenapa saya sampe nggak bisa ikutan acara bukber yang diadakan di kawasan Jabodetabek:



1. Macet (17.00 -17.30)
Buat kebanyakan orang yang kerja di Jakarta, rata-rata jam pulang kantor mereka adalah pukul 5 sore. Mungkin di instansi pemerintah, mereka bisa lebih cepat, tergantung boss-nya juga sih.

Walaupun jam 5 sore itu, jam selesai pulang kerja, pada kenyataannya saya baru benar-benar bisa keluar kantor itu di atas jam 5, karena kadang suka diajak diskusi dulu sama atasan atau ngegossip dulu sama teman.

Sampai pintu keluar kantor, untuk warga Jabodetabek yang tidak memiliki kendaraan pribadi, kebanyakan akan memilih kendaraan ojek online untuk sampai ke tempat yang dituju. Nah, ini untung-untung-an, saya sering banget dapet driver yang kebetulan baru aja nganterin orang di tempat saya menunggu, tapi tak jarang juga saya dapet driver yang kalau diliat dari peta sih, posisi dia deket ya, tapi ternyata dia ada di sebrang jalan. Well, yang namanya di Jakarta, nyari u-turn itu jauhnya amit-amit.

Seringnya nih, saya baru dapet driver jam sekitar jam 17.30-an dan jam segitu tuh jam lagi macet-macet-nya, jam lagi ngeliat lampu merah kaya buah ceri, ngeliat kurma berasa karma. Sampai tempat bukber yang jaraknya cuma 1 km, bisa menempuh waktu lebih dari 20 menit.


2. Tempat makan pada penuh (17.30 -17.50)
Anggaplah kita sampai ke tempat bukber sekitar jam 17.50, pas banget mau adzan maghrib. Eits, jangan seneng dulu kawan, rintangan kedua datang menghadang.

Ya, namanya juga mayoritas penduduk Jabodetabek ini muslim yang mengharuskan mereka berbuka di waktu yang bersamaan, pas adzan maghrib. Tempat makan pasti pada penuh lah~

Yang membuat kita harus waiting list dulu, kalau tempat makannya lagi nge-hits, nunggunya bisa sampe 30 - 60 menit, nggg, tergantung amal perbuatan kita juga lah ya, mungkin kalau sedekahnya kenceng mah, nunggunya bisa cuma 1 menit kali yah, hehehehehe…

Sambil nunggu waiting list, tentu saja kita bisa mengisinya dengan shalat maghrib di tempat-tempat shalat yang tentu saja nggak kalah penuhnya. Shalat maghrib juga jadi terburu-buru, karena nggak enak sama pengunjung lainnya yang juga lagi antri shalat.


3. Waktu yang terlalu singkat (17.50 - 18.40)
Ok, setelah shalat maghrib dan menunggu sekitar 30 menit, berarti kita baru bisa dapet tempat duduk jam 18.20. Nah, lagi-lagi rintangan berikutnya menunggu. Duh, mau ikutan bukber aja kaya ikutan Benteng Takeshi ya, banyak banget gangguannya.

Walaupun kalian dapet meja, belum tentu bisa langsung dapet makanan yang dipesen. Ya maklum atuh guise, jumlah pelayan yang ada tidaklah sebanding dengan jumlah pengunjung tempat makan yang membludak di kala buka puasa.

Kecuali kalian buka puasanya di restoran cepat saji, terkadang kita harus nunggu sekitar 20-30 menit sampai makanan yang kita mau ready. Berarti kita baru bisa makan sekitar jam 18.40.

Waktu Isha untuk kawasan Jabodetabek kali ini adalah sekitar pukul 19.05-an. Berarti kita cuma punya waktu 15-20 menit untuk menyantap hidangan berbuka. Sebenernya waktu tersebut cukup untuk makan, tapi kan salah satu tujuan bukber teh ingin bersilaturahmi dengan teman-teman lainnya kan ya, makannya 5 menit, ngobrolnya 5 jam, duh astagifrullah ini saya banget T^T


4. Jadi ketinggalan shalat wajib, apalagi sunnah (18.40 - 20.30)
Nah, alhamdulillah nih akhirnya kita kenyang makanan pesenan kita, bercengkarama dengan teman-teman lainnya.

Buat yang single, tuker-tukeran kabar siapa yang udah nikah dan belum. Buat yang udah nikah, nanya siapa yang udah punya anak siapa yang belum. Buat yang udah punya anak, nanya anaknya udah pada bisa jalan, bisa kalistung, bisa ngobrol pake bahasa Russia, dan berbagai macam pamer lainnya. Lah kalau mau pamer mah, bukbernya di JCC aja dah, tempatnya luas, bisa pameran sepuasnya, hihihihihi~

Waktu menunjukan pukul 20.30, gara-gara ngobrolnya saking serunya, nggak jarang shalat Isya dan taraweh yang pas bulan ramadan kan sebaiknya dilakukan secara berjamaah di masjid pun terlewat.


5. Kadang suka kasian sama para waitress yang lagi puasa juga
Kalau ini lebih kepada opini saya pribadi, waktu itu saya lagi ke sebuah resto cepat Jepang yang ada di sebuah mall ibu kota dan salah satu pelayannya menggunakan hijab, yang cuma sempat makan sebungkus permen karena harus melayani bejubelnya pengunjung restoran.

Di lain sisi, keuntungan restoran berbanding lurus dengan jumlah pengunjung, tapi di lain sisi, mereka juga pengen istirahat sejenak untuk berbuka puasa dan melaksanakan shalat maghrib secara khusyu, tanpa memikirkan akan dimarahin manager gara-gara istirahat maghrib-nya kelamaan.

Namanya rezeki sih pasti nggak ke mana ya, kalau emang menu dan ambience yang ditawarkan restonya sudah memikat hati pengunjung sih, nggak usah nunggu pas buka puasa, setelah taraweh juga bisa penuh tuh tempat makan.

Dan itu jadi pilihan saya. Saya lebih suka 'bukber'-nya abis taraweh, waktunya lebih lapang, makannya lebih tenang, ngobrolnya lebih seru, bisa sambil nunggu jadwal kereta agak kosong juga, bisa dapet tempat duduk, bisa tidur di kereta, mungkin kalau temen cowok, bisa langsung lanjut itikaf di masjid, duh gantengnya naik 87,7%.



Sebenernya saya bukan menolak ajakan untuk bersilaturahmi ya teman-teman, malah saya nunggu-nunggu banget bisa ketemuan sama kawan lama. Bisa bernostalgia, ketawa-ketiwi inget cerita jaman dulu, bisa jadi ladang jualan produk saya juga (hehehehe), atau bahkan buat yang lagi nyari jodoh, bisa jadi ketemu di acara tersebut #Amin1000x

Tapi emang terkadang ya waktu di ibu kota itu sungguh menyita sekali. Di waktu bulan puasa, di mana ingin meningkatkan amal ibadah, malah jadi menambah masalah. Mungkin waktu bukber-nya bisa diundur setelah taraweh, atau kalau emang mau silaturahmi mah, nggak usah nunggu bulan puasa, bulan Januari juga bisa, hehehehe~


Minggu, 18 Juni 2017

5 Jenis Penumpang Commuter Line yang Bisa Kamu Temukan di Kereta Wanita

Terlampir di bawah ini beberapa jenis penumpang di kereta wanita yang sering saya temui ketika saya lagi naik commuter line ke Jakarta.



1. Yang lagi nonton drakor
Drakor atau Drama Korea.

Perjalanan dari Stasiun Jakarta Kota sampai Stasiun Bogor bisa mencapai 1,5 jam, bahkan lebih kalau ternyata terjadi gangguan sinyal di Stasiun Manggarai atau menunggu disusul oleh kereta Jawa di Stasiun Gambir.

By the way, dengan sekitaran waktu 1,5 jam atau lebih itu, kamu bisa nonton sekitar 2 episode Goblin atau 1 episode Running Man. Waktu di stasiun Jakarta, our almighty oppa nya masih ganteng, pas sampe Stasiun Bogor, our almighty oppa nya udah basah kuyup kena berbagai hukuman.


2. Yang lagi tidur kecapekan
Yak! Two thumbs up buat para pejuang ibu kota! Kalau bisa saya kasih 'thumbs'-nya itu 'thumbs'-nya gajah deh! Nggak gampang buat para warga kota satelite Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang) untuk bisa mencari nafkah di ibu kota.

Jam masuk kantornya sih bisa jam 8-an, tapi berangkat dari rumah bisa dari sebelum fajar menyingsing. Nggak jarang, saya nemuin beberapa orang yang sedang melakukan shalat shubuh di dalam gerbong kereta.

Jam pulangnya mungkin jam 5-an sore, tapi belum tentu bisa langsung masuk gerbong kereta, terkadang mereka harus nunggu sampai selepas adzan isya. Terutama buat para penumpang di Stasiun Sudirman, stasiun-nya kecil, tapi jumlah penumpangnya se-iprit…se-'iprit'-nya eek Dinasourus a.k.a bleber banget!

Sampai di Stasiun tujuan, para pejuang ibu kota ini pun harus melanjutkan kembali perjalanannya menuju rumah masing-masing, ada yang menggunakan angkot, motor, mobil, ojek online. Jadi, walaupun sistem kerja mereka adalah nine to five, pada kenyataannya mereka ini bisa mulai pekerjaan mereka from four to ten. Four in the morning until ten in the evening. Jadi, ya harap maklum kalau banyak yang mengganti jam istirahat mereka di rumah dengan di kereta.


3. Yang lagi telepon-teleponan sama bebeb
Nah ngeliat jenis penumpang yang satu ini kadang suka bikin baper, atau malah bikin kzl. Ini mah pengalaman pribadi saya banget, jadi pas lagi tidur di dalem kereta, terdengar sayup-sayup suara, "iiiiih ayang….Udah makan belom??? Aku masih di dalem kereta, kamu??? Masih lama nggak??? Kapan pulangnya?? Iiiih, kamu duluuu….Nggak ah, kamu dulu ajaaah….Iiih, kamuuu…." Dan mereka pun ber-'kamu-kamu'-an sampai Hamish Daud putus sama Raisa.

Awalnya sih saya kesel ya denger suara si mbak-mbak ini, ganggu tidur aja. Eh, tapi lama-lama jadi baper, jadi pengen di-telepon, pengen 'kamu-kamu'-an sama Hamish Daud. Ditambah suasana kota Bogor yang lagi sering hujan, pas lagi ngintip jendela kereta, buat ngecek udah sampai stasiun mana, eh bulir-bulir air hujan yang menempel ditambah sorotan lampu di luar yang datang silih berganti, bikin saya semakin sendu….seneng duit, ahahahahah~


4. Yang lagi ngobrol seru sama temennya
Paling enak naik kereta itu kalau ada temennya. Bahkan temen saya punya 'pacar di kereta'. Jadi, mereka pacarannya pas di kereta aja, pas naik mereka jadian, pas turun mereka putus. Kadang-kadang bisa saling tuker-tukeran tempat duduk, kalau udah pegel berdiri.

Jenis obrolannya pun sangat luas banget. Di Stasiun Jakarta, masih ngobrolin tentang boss di kantor yang rese. Di stasiun Manggarai jadi ngobrolin harga kebutuhan barang pokok yang terus meningkat. Sampe  Stasiun Citayam, ngobrolin kabar #AksiBelaIslan gara-gara gossip Bastian Steel jadian sama Chelsea Islan.


5. Yang lagi scrolling komen di akun-akun socmed kekinian
Ini guilty pleasure banget. Nggak peduli isi beritanya apa, komentar-komentar netijen Indonesia mah emang lucu-lucu, tapi nggak jarang juga ada komennya setajam pisau ginshu.

Saya masih ingat, waktu itu sebuah akun gossip memposting sebuah berita bahwa artis ter-baby face se-Indonesia, Syahrul Gunawan, menikah lagi untuk kedua kalianya dengan gadis berumur 18 tahun. Komennya beragam, dari yang ngasih ucapan selamat sampai yang menghujat. Tapi, ada satu komen yang menarik perhatian saya.




Buat yang nggak bisa buka gambarnya, jadi salah seorang netijen berkomentar:

"Njir, dia 18 tahun udah mau nikah. Gue 19 tahun masih ngobrol sama kucing :'')"

DEM! Say pengen nambahin caption #IFeelYouDek #guebanget #KokBisaSih #GimanaNihPemerintah #KemanaAjaJokowi di komen netijen yang satu ini!!!

Saya juga bisa belajar istilah-istilah baru yang bikin saya tetap hipster. Misalnya, velakor alias verebut laki orang, ada juga julid yang artinya jahat, plesetan 'anjing' pun jadi 'anjay', dan masih banyak lagi.



Yak, sekiranya begitulah beberapa tipe penumpang commuter line Jabodetabek, menurut pengamatan singkat yang pernah saya lakukan. Kalau ada yang belum ditulis, silahkeun ditambahkan dan mari kita diskusikan lebih lanjut di stasiun terdekat :)

Jumat, 16 Juni 2017

#OOTD Commuter Line Jabodetabek (female version)

Siapa yang udah pernah naik commuter line JABODETABEK? Ngacuuung???

Sebagai salah seorang pengguna setia commuter line, saya mau membagi #OOTD yang nyaman ketika bercommuter ala Viera.

Setiap penumpang punya standar kenyamanan yang berbeda sih, tapi bolehlah tips ini dijadikan salah satu bahan rujukan buat temen-temen yang mau naik commuter line JABODETABEK, apalagi di jam-jam sibuk.

Kalaupun pekerjaan teman-teman diharuskan menggunakan seragam khusus apalagi yang berbahan licin, meningan seragamnya ditaro dulu di dalem tas, nanti pas udah sampe kantor baru diganti.

MashAllah temen-temen, kalau kita naik kereta ke Jakarta di jam sibuk mah ya…..Mau baju kita udah disetrika pake rapika segalon juga, nggak ada jaminan dah pas keluar gerbong, baju kita masih wangi and rapi jali. Makanya, meningan pas naik kereta mah, pake baju senyaman mungkin aja.







1. Kaos yang mudah menyerap keringat
Iyah, saya mah suka milih kaos yang bahannya katun gitu. Adem deh kelek~ Jangan lupa juga pake minyak wangi ya guise, atau bajunya dikasih molto. Menyenangkan orang lain itu bisa dapet pahala lho, dan FYI kadang saya suka pengen nuntut orang-orang yang bau badan menggunakan pasal perbuatan tidak menyenangkan T^T

Nah, buat teteh-teteh hijabi dari yang hipster sampai yang syari, kalau boleh ngasih saran nih, pakaian yang menutupi auratnya itu selain bisa menyerap dosa, bisalah menyerap keringat juga.

Buat teteh-teteh yang tidak memakai hijab, janganlah menggunakan pakaian yang terlalu ketat, selain mengundang untuk dicolek om-om girang, (ya mening kalau om-om nya kaya ahjussi di pelem Korea Goblin, lah ini palingan om-om nya yang demen pake batu akik segede telor asin), saya rasa, sebagai pemakainya juga, kita bakal ngerasa kurang nyaman pake baju-baju ketat di area yang mengharuskan untuk berdesak-desakan.

Walaupun kalian punya body seksi ala Kim Kardashian, percayalah ketika naik kereta di jam sibuk, kalian bakal lebih berasa punya body kaya Kim Jong Un…Engap pisan guise!


2. Celana semeliwir
Nggg, saya nggak tau nih kosa kata fashion yang benar terhadap jenis celana ini. Jadi, gunakanlah celana dengan bahan yang nyaman. Walaupun saya memakai rok, kalau lagi naik kereta pasti saya bakal double dengan celana panjang di dalamnya. Saya sih suka bilangnya celana semeliwir, soalnya angin bisa masuk ke dalam celananya juga, jadi bagian dalem kita juga adem-adem gitu deh.

Jadi, kalau turun dari gerbong tuh, saya bisa melangkah dengan pasti ke atas peron. Soalnya nggak jarang nih temen-temen, karena waktu nutup pintu kereta itu nggak terlalu lama, terkadang kita harus jalan cepat atau bahkan sedikit melompat ketika keluar gerbong dan pernah saya pake rok panjang, dan roknya keinjek sama orang yang ada di belakang saya, terus kami berdua jatoh, terus diliatin penumpang segerbong, maluuuu euy T^T

Buat temen-temen yang suka pake rok pendek juga, saya sarankan untuk tetap menggunakan celana panjang ketika di dalam kereta. Biar pergerakannya bebas dan nggak jadi sasaran empuk tatapan mata-mata enit mas-mas yang sekalinya bisa liat paha, cuma paha ayam goreng Sabana aja. Nah, nanti kalau udah sampai tempat tujuan, silahkan pergi ke WC terdekat untuk membuka celana tersebut.


3. Syal
Ini perlu banget. Buat teteh-teteh hijabi, syal ini mungkin bisa diganti dengan kerudung, tapi buat yang non hijabi, syal ini bisa digunakan sebagai pelindung kepala dan leher dari tiupan kipas angin dan AC yang tepat berada di ubun-ubun dan suka menyebabkan masuk angin.

Syal ini juga berfungsi sebagai penghangat tambahan selain baju yang kita kenakan. Apalagi kalau saya lagi pulang pake kereta yang paling malem di mana gerbong keretanya suka kosong yang menjadikan tiupan angin AC nya berasa banget sampe bulu kuduk, kalau nggak inget bukan muhrim, bawaannya pengen meluk mas-mas kondektur, astagfirullah T^T Nggak boleh yah itu….


4. Card holder
Isi card holder ini adalah kartu yang harus di tap ketika kita akan keluar dan masuk ke dalam stasiun. Seriusan ini penting banget. Saya pernah tuh naro kartu di dalem tas, niatnya sih biar nggak ilang ya, eh taunya malah ribet sendiri pas di antrian pintu keluar stasiun, nyari kartu yang ada di dalem tas.

Apalagi diburu-buru sama orang yang antri di belakang kita, suka gitu kan ya guise, kalau lagi panik, niatnya nyari kartu kereta eh yang dikeluarin malah kartu keluarga T^T


5. Sepatu
Iyes sepatu, nggak usah yang bagus tapi harus yang bisa melindungi kaki kita. Nggak jarang, saking penuhnya kereta, kaki kita ikut keinjek sama penumpang lain. Setidaknya kalau pake sepatu mah, sakitnya nggak bakal terlalu berasa ya….Dan kita bisa injek balik orang yang nginjek kita barusan, hahahahahaha, ini juga nggak boleh sih, baru sepatu yang diinjek, bukan harga diri, azeeeeg~


6. Jaket
Kalau buat saya sih perlu, karena setelah turun dari kereta, saya sering menggunakan ojek untuk sampai
tujuan. Kalau helm, si mas-mas drivernya pasti udah nyiapin, tapi kalau jaket mah kayanya nggak ya. Apalagi buat temen-temen yang naik ojeknya jauh banget. Turun di Stasiun Sudirman, tapi kantor di Kelapa Gading, ya wassalam sih itu mah…


7. Tas backpack
Saya kurang merasa nyaman sama tas soren kalau naik kereta, pasti yang pegel tuh cuma bahu sebelah. Kalau pake tas backpack mah, keseimbangan lebih mantap dan tentu saja saya selalu menaruhnya di bagian depan agar lebih terjaga.


8. HP
Aduuuh jaman sekarang mah ya, kita akan lebih bingung ketinggalan HP daripada ketinggalan duit. Apa sih yang nggak bisa didapetin dari HP? Nyari jodoh, tinggal swipe kiri-kanan di tinder. Lagi bosen, tinggal buka akun tahilalats. Pengen makan ciki chuba, tinggal pesen pake gofood. Lagi merasa hampa, tinggal nonton donlotan Running Man, niscaya oppa-oppa itu bisa ngasih kita kebahagiaan sesaat.


9. Buku bacaan
Nah kalau ini optional. Tapi, selain setelah shalat jumat, ketampanan seseorang tuh bertambah 20,76% ketika mereka lagi baca buku, sampe ada lho akun instagram @hotdudesreading yang mengkhususkan diri untuk foto-foto mas-mas tampan ketika lagi baca buku di tempat umum.


10. Masker
Bukan masker bengkoang ya, tapi masker kaya suster-suster di rumah sakit. Sebenernya sih tujuan utamanya itu tentu saja karena alasan kesehatan. Mungkin si pengguna sedang sakit flu, jadi kalau pake masker, bisa menghindari orang-orang sekitar kita dari virus yang lagi hinggap di tubuh kita.

Tapi, pada kenyataannya, alasan saya pake masker itu lebih kepada untuk melindungin hidung dari gangguan bau badan penumpang lain ATAAAAAW….Sebagai alat penutup mulut, ketika saya lagi tidur, yang mulutnya cuka terbuka lebar kali luas kali panjang, uhuhuhuhuhuhu~


11. Earphone
Ini juga nggak kalah penting nih guise. Di Jepang atau Korea, sangatlah salah kalau kita sampai menimbulkan suara berisik yang mengganggu penumpang lain. Ngobrol aja udah bikin gengges banget, apalagi sampe nonton Anandhi di hp tapi di loud speaker, subhanallah guise kalau nggak sabar-sabar banget mah, bawaannya pengen nonton bareng ahahahaha~



Naik commuter line itu adalah sungguh cobaan dunia banget. Nggak jarang kita bisa liat sifat asli seseorang dari keluhan dia ketika naik kereta yang lagi penuh-penuhnya.

Kalau nggak salah, sekarang lagi ada curhatan online yang lagi viral tuh, tentang seseorang yang menganggap kalau ibu hamil tidak pantas mendapatkan kursi prioritas.

Tenang teman-teman, mungkin kita sama ibu hamil itu bayarnya sama, tapi inshAllah dah, Tuhan ngasih 'bayaran' lebih buat orang-orang yang ikhlas mah ya, hehehehe.

Saya pernah tuh, pura-pura hamil, biar dapet duduk di kursi prioritas, eh taunya pas turun dari kereta, kaki malah kejeblos dan pas pulang saya emang harus duduk di kursi prioritas beneran, gara-gara mata kakinya bengkak gede banget. Tapi, saya juga pernah ngasih tempat duduk saya ke yang lagi hamil, eh lima menit kemudian, bapak-bapak yang duduk di depan saya ngasih tempat duduk. Unch-unch banget bapak-bapaknya~

Rabu, 14 Juni 2017

#OOTD Taraweh

Wah, ramadan sudah memasuki 10 hari terakhir…Buat temen-temen yang muslim, gimana nih tarawehnya? Lancar? Atau kaya jalan di depan stasiun Cilebut a.k.a bolong-bolong?

Alhamdulillah nih, saya mah selalu…..Selalu ngeluh kalau bacaan imamnya panjang-panjang, astagfirullah, tak boleh begitu ya, harusnya semakin panjang surat yang dibaca imam, inshAllah semakin panjang juga waktu kita berdekatan dengan Illahi, azeeeeg~

Ayoooo, jangan gebetan aja yang dideketin, Yang Menciptakan gebetannya juga boleh lho dideketin, heheheh~

Di postingan kali ini saya mau share OOTD seorang Viera ketika sedang taraweh. Yups, jangan salah, penampilan ketika kita sedang taraweh pun harus diperhatikan, jangan sampe salah kostum yang malah menyebabkan taraweh kita yang 11 atau 23 rakaat itu terasa kurang nyaman.






1. Mukena
Namanya juga mau beribadah, ya sebaiknya kita menutup aurat secara baik, dan mukena adalah salah satu common things that Indonesian people like to wear.

Nggg, by the way, kayanya orang Indonesia dan negara tetangga sekitar aja ya yang shalat pakai mukena? Soalnya waktu saya shalat di masjid Roma, sebelah saya wanita berasal dari Mesir yang ketika shalat dia hanya menggunakan apa yang menempel di tubuh mereka, hijab, atasan gombrong dan celana jeans plus kaos kaki. Ada juga nenek tua asal Bangladesh yang ketika shalat, beliau hanya menggunakan kain sari, dan bahkan ada makmum asal Nigeria yang shalat pake sendal di atas sajadah yang dia pakai.

Satu hal yang masih saya inget sih, dengan perbedaan opini tentang jenis penutup aurat yang dipakai, kami nggak punya waktu buat ngeributin jenis penutup aurat yang kami pakai itu termasuk syari atau nggak, karena kami beribadah buat mendekatkan diri dengan Tuhan ya, bukan buat menjadikan diri seperti Tuhan ;) Widiiih paragraf terkahir ini sike juga euy~


2. Kaos 
Nah kalau ini lebih kepada apa yang saya pakai di dalam mukena. Kebetulan kondisi di masjid tempat saya taraweh itu agak panas ya, kipas anginnya suka mati T^T Jadi, saya selalu memilih menggunakan kaos berbahan katun yang bisa menyerap keringat.

Jangan sampai taraweh kita, keganggu sama aktivitas menyeka butiran keringat di pipi, garuk-garuk punggung, nyubit-nyubit kelek, dan hal-hal lainnya yang biasa kita lakukan ketika sedang merasa gatal.

So, Do Yang Mulia Teteh Piera like to nyubit-nyubit kelek kalau lagi gatel??? Yes, I do.


3. Celana panjang
Kenapa celana panjang? Kalau pake celana pendek, takutnya disangka mau nongkrong di pelataran Alfamart sama dedek-dedek emesh yang suka ngaku anggota-gengster-cabang-Cibinong-tapi-masih-suka-nangis-kalau-dimarahin-emaknya-gara-gara-lupa-beli-garem.

Saya juga sering naik motor kalau ke masjid tempat taraweh, jadi celana panjang ini juga selain berfungsi menutup aurat juga menahan betis saya terkena semilir angin sepoi-sepoi di kawasan Cibinong.


4. Tas gratisan dari acara seminar pernah diikutin
Tas tote-bag dengan sablonan logo seadanya ini, tentu saja penting dibawa, sebagai wadah piranti bawaan kita. Mulai dari mukena, dompet, sampai hape.

Tas ini juga berguna untuk menandakan batas area shalat saya. Jadi, kalau saya nggak dapet shaf paling depan, saya selalu naro tas ini tepat di depan kepala saya ketika sedang sujud. Selain, agar tetap terlihat, juga biar kalau orang-orang yang di depan saya lebih dahulu menyelesaikan shalatnya, mereka bisa melewati area di depan saya.

Soalnya ya guise, saya teh pernah punya pengalaman agak-agak gimana gitu….Saya pernah tertahan cukup lama untuk bisa masuk sebuah musholla di dalam mall untuk melakukan shalat ashar, karena ada seseorang yang shalat tepat di area pintu masuk musholla yang memang cuma satu itu saja, karena dia tidak menaruh pembatas area shalat di depan area sujudnya. Kan nggak boleh ya, kita ngelewatin di depan orang yang lagi shalat? Terkecuali, ada suatu pembatas di area sujudnya. Padahal waktu itu sudah mepet mau maghrib. Tapi, emang salah saya juga sih, shalat asharnya diakhir-kan, bukannya di awal, huhuhuhuhu T^T

Semenjak itu, biar orang-orang tidak mengalami hal yang sama seperti yang saya alami, saya selalu menaruh sesuatu, yang seringnya adalah tas yang sedang saya bawa,  di depan area sujud saya. Jadi, orang yang lagi buru-buru bisa dengan bebas lewat di depan area shalat saya.


5. Sendal jepit
Swallow never dies! Nggak usahlah pake sendal yang bagus-bagus banget ke masjid mah, da dipakenya juga di kaki. Lumayan nih bisa ngurangin hasrat para pencuri sendal, juga sebagus apapun sendal yang saya pake, pasti diinjek juga.

Tapi, kalau bisa mah sendal jepitnya dikasih tanda ya, soalnya saya pernah ketuker sendalnya pas pulang taraweh, gara-gara ada sendal yang persis dengan sendal yang saya pake. Tapi, anehnya, pas keesokan harinya saya mau shalat taraweh, sendal saya balik lagi lho~


6. HP
Bukan buat update status udah taraweh 23 rakaat….Iya 23 rakaat, 2 rakaat di awal dan 3 rakaat witir di akhir, huft….

(Cukup Enes aja yang bisa Riya, iya Riya Enes…Yang ngerti sama joke ini, fix, kalian harusnya sekarang udah baca majalah Ummi, bukan blog ini T^T)

Keberadaan hp ini lebih diperuntukan sebagai alat komunikasi dengan orang-orang yang lagi urgent akan keberadaan kita.


7. Al quran
Bolehlah siangnya baca manga scan Detective Conan, tapi jangan lupa malamnya baca kitab suci. Terserah lah program yang diikutinya mau yang mana, ada ODOL a.k.a One Day One Lembar ; ada ODOJ atau One Day One Juz ; atau ODOS as One Day One Surah.


8. Duit
Yups, selain buat beli bakso yang suka mangkal di sebelah masjid, atulah ya guys, kan setelah shalat 11 rakaat teh, energi saya suka kaya bak mandi alias dikuras, hehehehe.

Tapi duit ini juga bisa digunakan untuk bersedekah. Konon katanya kalau kita sedekah di bulan Ramadan, dibalasnya suka berkali-kali lipat lho!

Nggak usah saya tulis ya, gimana cara Tuhan ngebalas apa yang kita kasih ke Dia, kayanya udah banyak buku-buku di luaran sana yang membuktikan keajaiban bersedekah. Tapi percaya deh, selain traveling, bersedekah is the only thing you can spend money on that, will make you richer :)



Sooo, gimana taraweh temen-temen semua? Udah nemu marbot masjid yang bisa digebet dunia akherat belom nih???

Selasa, 13 Juni 2017

#OOTD ke Kebon Raya

Udah sebulan terkahir ini, I've been spending my morning weekend at Kebon Raya Bogor, nggak mesti di dalem Kebon Rayanya, tapi di trotoar yang ngelilingin Kebon Raya. Maklum kalau mau masuk ke dalem Kebon Raya, saya kudu bayar 14ribu. Dengan uang segitu, lumayan bisa dipake buat beli ketoprak plus teh botol...

By the way, beberapa hari yang lalu, Kebon Raya ngerayain ulang tahunnya yang ke 2 abad!  Ma meeeen 2 ABAD! 200 tahun! *Keprok-keprok! Saksi hidup banget ini mah, dari Deandles belom lahir sampe Younglek masuk tipi, nih kebon raya udah berdiri!

Sudah sekitar setahun terakhir, pemerintah kota Bogor bebenah lingkungan sekitar Kebon Raya. Ada beberapa alasan yang muncul, mulai dari 'caper' ke Jokowi, yang suka nginep di Istana Bogor setiap akhir pekan, sampai emang sudah saatnya warga Bogor memiliki trotoar yang nyaman dan aman.

Sebenarnya lebar trotoarnya di sekeliling Kebon Raya ini beragam. Ada beberapa bagian, seperti di sebrang Rumah Sakit PMI, lebar trotoarnya lebih luas daripada kamar kos-kosan di daerah Margonda, ada kali 8 meter-an. Namun, di area sekitar Pasar Anyar, ukuran trotoarnya jadi mengecil, adalah selebar kos-kos-an anak IPB di Darmaga, sekitar 2 sampe 3 meter-an gitu…

Sebagai warga Kota Bogor karbitan….He-euh, karbitan, jadi rumah saya itu letaknya tepat banget di bawah gapura perbatasan antara Kotamadya dan Kabupaten Bogor. Kalau ngeliat progress perkembangan di kawasan kotamadya, terkadang saya ingin sekali mengucapkan bahwa saya warga kota Bogor, namun apa daya, KTP saya berbicara lain T^T

Balik, lagi ke cerita hobi saya berakhir pekan di kawasan Kebon Raya Bogor….

Biar dikata hari Minggu pagi, di mana kebayang saya orang yang dateng ke sana masih pada bau iler, ya belek matanya udah ilang kesiram aer wudhu, ternyata semua itu salah.

Banyak banget dedek-dedek emesh, yang saban lari 2 meter sekali, selalu selfie. Terus upload hasil fotonya di instagram, dengan caption yang suka bikin Hayati lelah mikir ini, nyambungnya di mana…

Ada juga teteh-teteh geulis, yang udah tampil sporty, tapi full make up, lengkap dengan eyeliner mencuat ala logo nike.

Tapi, nggak jarang juga saya liat kakek-kakek yang emang niatnya dari yakin ku teguh hati ikhlas mengabdi untuk olah raga. Kadang saya suka malu nih, kalau disalip sama sama kelompok golongan kaya gini…Biar deh kalau lari disalip, asal rezeki mah jangan yah kek~

Terus, kalau tampilan yang mulia Teteh Piera yang fit bagaikan Pikih Burkih itu kaya gimana???

Hmmmm, mari kita cermati OOTD alias Oooh Oooh Tingali Diriku ala saya…







1. Kaos oblong
Ini nih kaos yang biasa saya pake tidur. Sebagai orang yang nyuci sendiri, kalau saya pake kaos yang beda lagi, males nyucinya. Sayang rinso euy~

2. Celana training
Saya punya 3-4 celana training, termasuk celana olah raga waktu bekas SMP, SMA, dan waktu kuliah. Masih muat lhooo~ (dibaca: pertumbuhan saya kayanya terhenti pas SMP deh)

3. Jaket 
Buat nutupin bagian tubuh lain yang tidak tertutup oleh kaos oblong dan tentu saja bakal menjadi lebih hipster kalau ada logo merk tertentu segede kaiju di bagian dada depan.

4. Tas backpack menimales
Sebagai banci goodie bag, saya punya bejibun tas backpack menimales ini. Tas tipis dengan dengan sablon logo seadanya dari acara yang pernah saya datengi , yang kalau kena aer ujan dua kali, sablonnya langsung ngelupas. Kalau kecoet sama kuku, langsung robek seketika. Pokoknya tas backpack yang kalau diliat aja udah meni males ajah.

5. Iket kepala
Buat teteh-teteh hijabi, iket kepala ini bisa diganti sama kerudung. Tapi buat yang non-hijabi, saya rasa iket kepala ini perlu banget buat nahan keringet yang keluar dari ubun-ubun kepala biar nggak masuk ke mata.

6. Minuman
Daripada beli minuman yang dijual di pinggir jalan, yang konon katanya suka di refill pake aer bekas, meningan bawa minuman dari rumah sendiri, yang udah terjamin kebersihannya.  Walaupun isinya cuma marimas rasa jeruk doang, kalau bisa botol minumannya yang kece ya guise, percayalah, saya punya temen yang ngeliat orang dari bentuk botol minuman yang dipake. Kok bisa ya???

7. Sepatu
Pilihlah sepatu yang nyaman dipake buat lari, either lari ngelilingin Kebon Raya, ataupun lari ngelilingin pikiran sang kecengan, uuuunch, uuuunch….

8. Earphone
Buat dengerin lagu, kan enak tuh sambil lari-lari terus ada backsound nya. Atau…Kalau pas kita lari, selain dapetin sehat, juga dapetin pahala, bolehlah di playlistnya, di antara lagu-lagu Coldplay, diselipin lantunan surat Al-Baqarah, anggap aja lari ngelilingin Kebon Raya ini adalah latihan lari ngelilingin ka'bah, inshAllah lari-nya mabrur ya akhi~

9. HP 
Jangan lupa HP-nya kudu full charge dan udah di install aplikasi ojek online. Biar, kalau kecapekan, bisa langsung manggil abang ojek buat anterin sampe rumah.

10. Duit
Kalau nike punya motto: 'just do it', motto saya mah: 'just duit'. Duit, alias money alias hepeng. Bawalah uang secukupnya, nggak usah pake dompet, soalnya kalau bawa dompet, hasrat ingin belanja suka tergoyahkan. Kalau bawa dompet mah, niatnya beli sebotol aqua, jadi batagor, dilanjut dessert cilok isi abon plus sepiring tahu gejrot ditambah lidi-lidi-an buat cemilan selama naik ojek T^T



Nah, sekiranya begitulah OOTD lari pagi ala saya, kalau kalian gimana? Masih pada suka lari pagi nggak? Peulis lah, lari dari kenyataan itu sudah tidak keren lagi….Kenyataan mah dijalani aja, jangan dilari-i, hihihihihi~

Minggu, 11 Juni 2017

5 Paragraphs of Sumilangeun and Me

Jadiiii, ini teh hampir jam 3 pagi, dan saya tunduh pisan sebenernya mah, cuma lagi sumilangeun….Ngggg, apa ya bahasa Indonesia yang baik dan benar dari sumilangeun teh??? Itu lhooo, keram perut gara-gara haid. Jadi ajah nggak bisa tidur T^T

Kebetulan nih, akhir-akhir ini saya lagi seneng nulis yang berhubungan dengan angka '5'. Bisa dilihat lah ya dari beberapa postingan terakhir, selalu ada angka 5 di depannya. Akhirnya, sambil gogoleran nahan sakit perut dan ditemani salah satu lagu instrumental yang lagi berada di urutan playlist teratas di hp, saya memutuskan untuk men-challnge diri sendiri untuk buat cerita pendek.







Cerita pendek ini akan terdiri dari lima paragraf. Yang masing-masing paragraf terdiri dari lima kalimat. Dan masing-masing kalimatnya memiliki rima yang sama. Ihiiiiy~ Mudah-mudahan ada yang suka ya...



Hujan dan kopi. Sebuah perpaduan yang pas untukku menyepi. Ku memandang jalan yang tampak tak bertepi. Hatiku terasa beku, namun mataku panas bak letupan api. Ku masih berpikir ini semua hanyalah mimpi.

Waktu menunjukan pukul tiga pagi. Kuteguk kopi dingin itu lagi. Ingin sekali ku membagi. Membagi kumpulan rasa yang telah lama pergi. Jujur, ku tak ingin merugi.

Jadi begini rasanya melihat seorang kekasih. Walaupun dirasa terlalu perih. Suara tawa dan isak tangis selalu tumpang tindih. Tak jarang muncul rasa sedih. Namun, ku terus berharap ini tanpa pamrih.

Dia datang tanpa permisi. Diam tak beraksi. Suara gemuruh itu menjadi saksi. Ku terus berasumsi. Berusaha untuk memulai kembali sebuah interaksi.

Ku tak rela rasa ini matiTerkubur di relung hatiSetelah lamanya ku menanti.  Mungkinkah ini akan muncul nanti? Kuyakin, pasti.



Iiiih, kalau saya lagi sumilangeun gini, nulisnya jadi mellow-mellow yaaaah????? Padahal sebelum nulis ini, saya baru aja baca berita tentang bagaimana seorang guru di Finlandia mengajar salah seorang muridnya yang merupakan imigran dari Armenia yang agak kesulitan untuk mengikuti ritme pelajaran yang sebenarnya sudah dibuat mudah diikuti sedemikian rupa oleh anak-anak seusianya (BTW, you can read the article di Majalah Intisari keluaran bulan Mei, seru banget lho guys!)

Oh iya, kira-kira kalau cerita pendek ini dikasih judul, judul yang keren apa ya?

a. Menanti Mentari
b. Lonely but Happy
c. Sakit Perut Pagi-pagi

What do you think?

Sabtu, 10 Juni 2017

5 Tetangga Masa Lalu

Hai-hai, buat yang lagi puasa, gimana nih puasanya? Pas postingan ini ditulis, waktu tepat menunjukan pukul 3.30 WIB. Jam-jam krusial buat mikir, kayanya enak nih buka puasa pake bakso beranak ditemenin sama Lee Dong Wook?

Kemudian ngomong ke Lee Dong Wook, "ini anak-anak kita Mas Oppa…." sambil menatap nanar ke kumpulan bakso-bakso krucil ituh T^T

Akhir-akhir ini, saya sering lihat berita di televisi Indonesia, mengenai intolerasi hidup beragama. Terlepas dari itu cuma propoganda beberapa pihak tertentu untuk memanaskan situasi yang sudah panas, literally panas! Katanya udah seminggu terakhir ini, negara-negara ASEAN sedang mengalami suhu terpanas dalam sejarah, konon di Myanmar suhunya bisa mencapai 47-48 derajat celcius!

Saya mau berbagi sedikit cerita tempat saya dibesarkan selama sekitar lima belas tahun pertama kali hidup di dunia ini. Saya sangat bersyukur karena saya dibesarkan di sebuah lingkungan perumahan yang heterogen kala itu. Saya tinggal di sebuah semi-komplek di kawasan Bogor Selatan, bukan sebuah kawasan yang elite, tapi inshAllah yang tinggal di sana hatinya elite-elite semua, hehehehe.

Sebenernya ada banyak orang yang tinggal di sekitar rumah saya, sangat berpengaruh terhadap pola pikir saya sampai saat ini. Tapi, ada lima tetangga yang punya peran penting terhadap beberapa opini saya terhadap situasi yang terjadi saat ini.



1. Pak Dwi
Pertama-tama, let me introduce you to Pak Dwi. Seorang kepala keluarga yang baik dan pendeta kristen yang sangat taat. Tembok rumah kami saling menempel, sering kali tercium bau-bau masakan enak dari rumah Pak Dwi dan rasa penasaran mendorong saya ngintip lewat jendela ruang TV yang juga sekaligus jendela area belakang rumah beliau. Kadang-kadang saya suka terjatuh, gara-gara Mbak Eni, anaknya Pak Dwi suka tiba-tiba ngagetin saya dari arah dapur. Duh, malu banget ketauan T^T

Di setiap hari Minggu atau Sabtu siang, Pak Dwi beserta keluarga sering melakukan doa bersama, yang tentu saja terdengar jelas dari rumah saya. Dulu, saya sampai hapal beberapa doa yang sering mereka nyanyikan lho~

Bu Evie juga sering cerita, kalau saya lagi susah makan, Mamah sama Mba Eni sering janjian buat nakut-nakutin saya biar digigit sama anjing puddle peliharaannya keluarga Pak Dwi. Yang bikin saya takut sama anjing sampai sekarang.

Kalau Mamah sama Papah belum pulang dari kantor, selepas pulang dari sekolah, saya suka main-main dulu di rumah Pak Dwi atau kalau keluarga saya lagi mudik, kunci rumah suka dititipin ke Pak Dwi. Well, kamu nggak akan nitip kunci rumah ke orang yang tidak kamu percaya bukan?

Ada kala keluarga saya mengadakan pengajian di hari jumat malam dan bahkan kami selalu membagi nasi kotak yang sebenarnya disediakan untuk yang ikut pengajian, tapi selalu kami sisihkan untuk keluarga Pak Dwi.



2. Om Par
Kedua, saya mau cerita tentang Om Par. Letak rumahnya ada di sebelah rumah Pak Dwi. Waktu saya umur 5 tahun-an, saya prediksi umur beliau sudah mencapai di atas 70 tahun. Om Par ini generasi Chinese pertama dari keluarganya yang tinggal di Bogor. Pertama kali menjejakan kaki di Indonesia ketika zaman penjajahan Belanda, jadi jangan kaget kalau beliau lancar banget ngomong bahasa Belanda. Kalau nggak salah juga, beliau ini pernah tinggal di Belanda dalam kurun waktu yang cukup lama.

Om Par ini dulunya bekerja sebagai peneliti di bidang flora dan fauna. Kalau main ke rumahnya, saya sering ditunjukan berkotak-kotak besar berisikan koleksi kupu-kupu yang sudah diawetkan. Om Par ini juga punya anjing peliharaan, berbeda dengan keluarga Pak Dwi, yang punya anjing puddle, Om Pariwono, punyanya anjing….Ngggg, saya kurang tau jenisnya, tapi warnanya bulunya hitam pekat, gagah, bentuk kupingnya tajam ke atas, dan terlihat galak. Setiap ada orang yang lewat, pasti di-gonggong-in. Menurut Om Par sih, anjing itu dipeliharanya memang untuk menjaga rumahnya.

Salah satu binatang peliharaan Om Par lainnya, adalah ular. Saya kurang tau jenis ularnya, tapi yang pasti, ularnya yang gede-gede, diameternya mungkin bisa 15-20 cm dan panjangnya sekitar 2-3 meter!

Salah satu cerita yang paling saya ingat dari Om Par adalah…Waktu ularnya kabur dan kalian tau uarnya ditemuin di mana???? Di genteng rumah tetangga yang letaknya di sebrang rumah Om Par! EDUN! Ina mah cuma Allah SWT aja yang tau, kenapa si ular nggak sampe kabur ke rumah saya.

Kalau masalah agama, saya kurang tau pasti, tapi beliau pernah bilang ke saya, kalau beliau percaya akan keberadaan Tuhan, namun tidak percaya agama. Kalau jaman sekarang, mungkin dibilangnya atheis? Agnostik?

Tapi, kami nggak pernah ngomongin agama. Setiap ketemu, pasti Om Par selalu cerita tentang koleksi peliharaannya, dan itu jauh lebih seruuuuu.



3. Si Papih, si Mamih, dan si Acah
Tetangga ke-tiga yang ingin saya ceritakan adalah, si Papih, si Mamih, dan si Acah. Letak rumahnya   di sebrang rumah saya. Mereka ini tinggal bertiga. Papih adalah suami dari si Mamih, sedangkan si Acah adalah salah satu kerabat Papih yang suka bantu membersihkan rumah Papih Iong. Mereka bertiga tinggal bersama.

Papih Iong ini jago banget sama hal perotak-atik-an mobil. Setiap pagi, sebelum saya berangkat sekolah, pasti si Papih udah stand by di kolong mobilnya. Kalau temen-temen dibanguninnya pake waker atau suara ibu yang menggelegar, saya mah dibanguninnya pake suara gas mobil si Papih.

Saya juga sering merangkap menjadi satpam rumah si Papih, maklum karena letak langit-langitnya yang tidak begitu tinggi, banyak banget anak-anak kampung sebelah yang suka naek ke atas genteng si Papih, buat ambil layang-layang yang putus.

Jadi, sambil nemenin si bibi ngangkat jemuran, saya suka mantau keadaan rumah si Papih, abis kasian euy, kalau gentengnya diinjekin sama anak-anak itu, rumah si Papih jadi gampang bocor ceilingnya.

Lain Papih, lain si Mamih dan Acah. Menurut mamah saya, waktu hamil, beliau ini ngalamin morning sickness yang nggak ketulungan. Karena Papah saya harus berangkat kerja di pagi hari, tak jarang mamah suka ikut 'ngungsi' di rumah si Papih. Jadi, kalau ada apa-apa, bisa langsung dibantuin sama si Mamih dan si Acah.



4. Tante Bi
Tetangga berikutnya yang ingin saya perkenalkan adalah….Tante Bi. Suaminya Tante Bi ini anaknya si Papih I. Rumah mereka saling berdekatan. Tante Bi sekeluarga punya usaha bengkel yang cukup sukses. Saya juga sering main bareng kedua anaknya, Endru dan kakaknya Endru.

Kadang kalau saya lagi tantrumnya kumat, si Papah sering bilang, "malu sama si Endru atuh, nangis melulu…." yang berhasil membuat saya diam seketika. Konon katanya sekarang ini si A jadi artis, tapi saya kurang tau sepak terjangnya. Kayanya, jaman sekarang mah lebih seru nonton perang komen di lambe turah yah daripada nonton TV, ahahahaha!

Tante Bi ini, keturunan cina dan penganut agama katolik yang taat. Kayanya beliau sekeluarga nggak pernah absen deh ke gereja setiap hari Minggu.



5. Ibu Mu
The last but not least, adalah ibu Mu, tetangga saya yang letak rumahnya di sebelah Om Par. Ibu Mu adalah orang Ambon yang beragama islam kejawen. Beliau sering melakukan beberapa ritual keagamaan, yang tidak pernah saya sekeluarga lakukan.

Puasa mutih, acara 4 bulan-an, dan berbagai kegiatan lainnya. Sebagai anak kecil sih saya seneng-seneng aja, abis Ibu Mu, sering banget ngadain banyak 'acara perayaan', yang berarti, sebagai salah seorang tetangganya, saya sering banget dapet makanan haratesh, yay!



Yak, sekiranya begitulah sedikit cerita saya mengenai lingkungan tetangga saya waktu masih kecil. Saya lahir dan besar dalam sebuah lingkungan yang sangat beragam dan mau nggak mau, hal ini berpengaruh dengan cara berpikir saya saat ini.

Daripada berpikir, seberapa berbeda orang-orang yang ada di lingkungan saya sekarang, saya lebih berpikir tentang seberapa sering orang-orang ini bakal ngadain acara perayaan, jadi saya bisa dapet banyak nasi kotakan gratis, ahahahaha.