Nikmat Tuhan itu nggak bakal ada abisnya buat dihitung! Begitu juga dengan dunia pariwisata Indonesia!
Saya baru buka facebook lagi nih dan saya baru menyadari bahwa jaman pamer foto-foto gaya telunjuk-di-bibir-manyun-pipi-chubby tampak sudah tidak unyu lagi. Kayanya temen-temen saya lagi pada berlomba saling pamer foto dengan bekgron berbagai tempat pariwisata yang mereka kunjungi. Mulai dari gapura selamat datang di Wonogiri sampe menara Eiffel di Paris jadi bahan empuk buat dijadikan latar belakang foto yang mereka ambil.
Terkadang saya suka miris sama komentar, "ngapain sih jalan-jalan ke luar negri??? Indonesia aja nggak pernah lo kelilingin???" Yang mulia Teteh Piera pun langsung kembali menangis di pojokan WC umum di stasiun Roma Termini.
Atulah ya bukannya nggak mau keliling Indonesia. Cumaaaa, terkadang, biaya perjalanan ke Wakatobi itu lebih mahal daripada jalan-jalan ke Praha. Kalau kaya gini caranya sih, saya cuma bisa nungguin kapan Bapak Bondan pensiun dari kerjaannya yang suka jalan-jalan kuliner itu a.k.a nunggu ada yang ngebayarin.
Emang sih pengalaman travelling saya itu belum sehebat teman-teman kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) yang g4vL-g4vL ini. Cuma dari beberapa objek wisata yang pernah saya kunjungi di Indonesia dan di luar Indonesia, saya bisa menyimpulkan bahwa…..Objek Wisata di Indonesia itu ada se-abrek-abrek! Tapiiiiiiiii, objek wisata yang ramah turis itu masih bisa di-itung pake jari kaki seribu atau masih belum terlalu banyak.
Dipikir-pikir, ya nggak salah juga temen-temen sepermainan bola bekel saya yang dari Italia itu cuma tau Bali dan sekitarnya. Ya, kumaha deui atuh ya, salah satu pulau yang emang mencari devisa utama pemda-nya dari pariwisata, baru terlihat Bali aja. Walaupun sekarang sudah banyak pulau-pulau lainnya yang nggak mau kalah sama pulau yang setelah menjadi latar pelem Eat, Pray, and Love, jadi terkenal dengan julukan The Island of Love tersebut.
Ada beberapa teman saya yang demen menyalahkan pemerintah, sering bilang "pemerintah itu nggak bisa memajukan dunia pariwisata Indonesia!" Ngemaju-in??? Tsunami kaleeeeeee??? Katanya tuh Pulau Kyushu maju 24cm gara-gara tsunami di Jepang kemaren.
Sebagai orang yang selalu terus mencoba menerapkan pemikiran bahwa tugas utama pemerintah itu adalah di bidang birokrasi dan sisanya adalah tanggung jawab warga negara Indonesia di tempat mereka tinggal masing-masing, saya mencoba berpikir dari segi seorang blogger perantau galau yang demen meracau.
Saya itu sebenernya kurang suka sama sebuah sistem yang menyatakan bahwa suatu negara dapat dikatakan baik, ketika cadangan devisa negaranya bisa buat replika Tembok Cina dengan skala 1:2. Buat saya suatu negara itu baik, ketika penduduknya merasa aman, nyaman, dan tentram ketika tinggal di negara tersebut. In my opinion, Indonesia dapat dimasukan sebagai salah satu negara yang buat warganya merasakan hal-hal yang telah saya tulis sebelumnya.
"WOOOOOOOOOOT! Ape lu kate yang mulie Mpok Piera??? Lu bilang, Indonesia itu aman, nyaman, en tentram??? Ente kesurupan arwah hantu telepon seluler???"
Tenang sob, sabar, sabar. Banyak temen saya yang bilang, kalau Indonesia itu panas, macet, negara korup, orang-orangnya demen ngaret, sampah di mane-mane, asep kendaraan bermotor berkeliaran, sok apa lagi? Saya yakin, masih banyak keluhan yang masih bisa disampaikan.
Sebelum kalian nambahin keluhan-keluhan tersebut, boleh nggak saya nanya, yang temen-temen keluhin itu Indonesia atau Jakarta? Atau kota-kota besar lainnya yang sedang kalian tinggali?
Yup, Jakarta itu ibu kota NKRI yang bisa membentuk pencitraan tersendiri terhadap asumsi yang disampaikan dari negara yang bersangkutan. Tapi, di NKRI itu nggak cuma ada Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar, Yogyakarta, Padang, dan kota-kota besar lainnya aja. Kota-kota besar dan padat penduduk itu juga ditopang oleh kota, kecamatan, kelurahan, kampung, RW, sampe RW yang berada di sekitarnya.
Kalau mau ngomong korupsi, di Italia juga ada. Kalau mau ngebahas macet, di Amerika juga ada. Kalau mau ngeluhin sampah berserakan, di Inggris juga ada. Menjadi penguasa perekonomian dunia, kaya India dan China, juga nggak menjamin kalau para penduduknya merasakan ketentraman.
Di Indonesia, saya punya tetangga, namanya Oom Pariwono, beliau ini salah satu imigran asli China daratan. Waktu saya nanya, kenapa nggak tinggal di China aja? Toh Indonesia nggak lebih baik dari RRC? Dia cuma bilang, "Kamu tau nggak kenapa hampir di seluruh dunia itu ada yang namanya chinatown? Karena, selain dari bagian invansi kebudayaan, para imigran itu udah ngerasa nggak nyaman tinggal di Cina…"
Terus, saya juga masih inget sama pembukaan pidato Obama di UI tahun lalu, di mana beliau meminta maaf atas keterbatasannya berbicara bahasa Indonesia, dikarenakan teman-teman Indonesia-nya yang tinggal di Amerika kebanyakan memilih untuk pulang kembali ke NKRI setelah menyelasikan tugasnya. Kenapa coba mereka lebih memilih balik ke Indonesia?
Kalau pake logika nih ya, Indonesia itu sebuah negara yang berlokasi di daerah rawan bencana, pendapatan per kapita nya juga masih di bawah negara-negara maju, sistem pendidikannya masih belum baik, dan saya yakin temen-temen masih bisa nambahin sendiri alasan-alasan lainnya. Tapi dengan segala alasan sebagai sebuah negara yang-katanya-nggak-nyaman, kok kita masih beridiri kokoh di posisi empat sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia. Harusnya sih, temen-temen ini pada lari aja ke luar negri, cari tempat yang lebih asoy-geboy buat ditinggalin.
Salah satu kerabat saya yang sudah kerja di Italia selama 20 tahun yang gajinya bisa dipake buat keliling Eropa juga, pada akhirnya lebih memilih untuk menjalani masa pensiunnya di Indonesia. Padahal sebenernya dia udah bisa mengajukan permohonan untuk menjadi warga Italia, di mana masa pensiunan-nya dapat dipastikan lebih sedikit terjamin. Tapi, ternyata, terjaminnya sisi ekonomi itu bukan berarti terjaminnya rasa bahagia ya?
Dan ini masih jadi pertanyaan tersendiri buat saya, hampir setiap kunjungan saya ke beberapa luar negri atau denger dari cerita temen-temen kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) yang sedang berkesempatan untuk tinggal di luar negri, saya dan mereka ini nggak pernah nemuin kawasan besar tersusun semacam Chinatown atau little India untuk penduduk Indonesia yang sedang berdiam diri di luar negri. Ya, kalau komunitas, perkumpulan, atau paguyuban sederhana sih banyak. Tapi nggak pernah bisa ngalahin banyaknya komunitas Chinatown atau little India.
Balik lagi ke masalah objek wisata.
Saya terkadang suka pengen ketawa miris, kalau lagi ngebaca ulasan-ulasan berita mengenai sebuah tempat objek wisata di Indonesia yang masih asli, tapi mulai si penulis malah ngeluh karena setelah kedatangan wisatawan tuh objek wisata jadi rusak. Lah, yang jadi masalah itu bukan 'kedatangan wisatawan'-nya, tapi kedatangan tangan-tangan jail (dan belum tentu wisatawan) yang merusak lingkungan sekitar. Kalau baca ulasan semacam gini tuh saya suka bikin opini sendiri, mungkin penulisnya lagi galau (kaya saya, red) pas nulis, jadi hasil tulisannya tampak labil. Katanya pengen ngenalin objek wisata ke orang luar, tapi kok malah disuruh jangan dateng, soalnya malah ngerusak si objek wisata. Masa cuma si penulis doang sih yang boleh dateng ke tuh objek wisata??? Iyuuuuuh, k0k qMuwH 61tcHu 513cH s@m4 aQ????
Salam lof, pis, en g4vL!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar