Minggu, 29 September 2013

kok-muter line: Cilebut Rock City!

Heihoooo...

Masih cerita seputar saya ber-commuting dengan kumpulan gerbong dari Stasiun Bogor sampai Jakarta :)

Aduuuuh, itu coba daripada ngadain Miss World meningan buat pagelaran Miss Comuter Line aja. Slogannya sih teteup BBB, tapi bukan Beauty, Behaviour, and Brain, namun lebih kepada Buruan, Buruan, Buruan!

Yo ih sob, dengan rata-rata dibuka-ditutupnya pintu sang kereta listrik di setiap stasiun (kecuali stasiun akhir, red) yang hanya 30 detik-an itu (terkecuali kalau terjadi hal-hal yang menggemaskan ya, i.e ada penumpang yang ngeganjel pintu pake sendal jepit swallow warna biru, red) banyak dari penumpang yang buru-buru masuk ke dalam gerbong sebelum keretanya berangkat kembali.

Suara jeritan ibu-ibu muda sudah menjadi bahan keseharian saya. Seperti yang saya alami hari Jumat sore kemarin.

Menurut saya, Jumat sore merupakan peak hours dari pengguna commuter line dari stasiun Jakarta menuju Bogor.

Hal ini dapat dimaklumi, karena kebanyakan orang yang tinggal di kota-kota pinggiran Jakarta yang memilih untuk tinggal di dekat kantor mereka masing-masing di ibu kota memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan mereka di rumah mereka masing-masing.

Jadi, jumlah desek-desekan antara penumpang di hari jumat pada pukul empat sore sampai sembilan malam itu tidak bisa terelakan lagi. Desek-desekan-nya lebih horror daripada hari lain di jam yang sama.

Kali itu saya memutuskan untuk duduk di dalam gerbong campuran. FYI, buat yang tidak menggunakan commuter line sebagai sarana transportasi utamanya, di setiap gerbong awal dan terakhir dari rangkaian kereta listrik made in Japan tersebut, diperuntukan khusus untuk penumpang wanita.

Namun, untuk penumpang perempuan seusia saya, memilih gerbong wanita bisa menjadi senjata makan tuan tersendiri. Niat hati ingin merasa lebih aman dari 'gangguan' para lelaki yang jahil. Tapi, di penampilan saya yang terlihat masih muda dan sehat, tak jarang saya sering menyerahkan posisi duduk saya kepada wanita yang lebih membutuhkan. Mulai dari ibu-ibu yang hamil sampai nenek-nenek. Pada awalnya sih saya ikhlas, tapi jika sudah satu jam berdiri, terkadang rasa penyesalan telah memberikan kursi itu sering melanda, ahahaha.....

Lain perkara dengan gerbong campuran, beberapa penumpang pria lebih bijak memberikan kursinya untuk penumpang wanita. Well, it's just 'beberapa' lhooo yaaaaa! Soalnya saya pernah ngeliat ada seorang ibu hamil yang meminta belas kasihan seorang bapak yang sedang duduk di kursi prioritas untuk penumpang yang memang lebih membutuhkan, tapi dengan nada super juteknya si bapak itu bilang, "emang itu anak gue????"

SYIT MEN BINGIT!

Memang sih abis itu si bapak-bapak tersebut langsung digertak sama beberapa penumpang lainnya dan beliau bersedia memberikan tempat duduk kepada si ibu hamil. Cuma ya teteup aja gitu, saya agak miris dengan kata-kata yang beliau keluarkan. Bisa ya kepikiran kalimat-pengen-dicelupin-jempol-kaki-kiri-nya-ke-neraka-jahanam?????

Nah, balik lagi ke cerita saya yang pulang hari Jumat sore kemarin. Sudah dapat diprediksi padatnya jumlah penumpang kali itu memang di batas kewajaran. Jadwal tukang ojek yang menghubungkan saya dari stasiun turun untuk kemudian ke rumah saya, tidak memungkinan saya untuk menunda jadwal pulang sedikit lebih malam, agar gerbong bisa lebih nyaman dikarenakan jumlah penumpang yang lebih sedikit.

Kalau naik ojek di atas jam 9 malam, saya suka takut. Takut diculik. Terus penculiknya tau kalau saya makannya banyak. Terus saya dibuang di hutan bambu yang biasa saya lewati di perjalanan menuju pulang. Dan ketemu kuntilanak.

Putaran kipas angin dan nyalanya air conditioner di setiap gerbong kalah telak dibandingkan helaan nafas para pencari nafkah Ibu Kota. Hembusan angin dingin yang harusnya menerpa para penumpang beralih menjadi udara panas. Apalagi kaca jendela dari jenis kereta yang saya naiki kali itu tidak dapat dibuka.

Singkat kata, saya dan para penumpang commuter line saat itu.....Siap dipepes T.T

Namun, satu hal yang saya suka dari commuter line adalah interaksi antara manusia di dalamnya. Mulai dari tukang ojek di pelataran stasiun, para petugas keamanan di atas peron, sampai ibu-ibu penjual bakpao rasa keju yang menjajakan barang dagangannya di dalam gerbong.

Sebagai manusia, saya benar-benar merasakan sebagai mahluk sosial ketika menggunakan commuter line jurusan Jabodetabak ini.

Kereta yang saya tumpangi sudah sampai di stasiun Tebet. Salah satu stasiun, yang saya beri predikat sebagai stasiun tersadis. Maklum jumlah penumpang yang naik-turun di stasiun ini cukup banyak. Kalau di pagi hari, biasanya kalau sudah sampai Stasiun Tebet, saya baru mendapatkan tempat duduk. Kalau di sore hari, saya harus siap-siap jadi kue apem ketika para penumpang di Stasiun Tebet masuk ke dalam gerbong.

Terdengar suara dari seorang bapak-bapak yang menggunakan cincin berbatu besar dari dalam gerbong, "udah kagak muat! Noh, masih ada kereta selanjutnya lagi!"

Saat itu saya sangat bersyukur sekali, karena saya sudah mendapatkan posisi duduk paling nyaman. Walaupun beberapa kali ujung sepatu saya terinjak oleh sendal jepit mas-mas yang berdiri tepat di depan saya.

"Woi! Jangan dorong-dorong dong! Gue lagi hamil nih!" Kali ini suara seseorang yang sudah dapat dipastikan berjakun berteriak dari gerbong sebrang. Hampir seluruh gerbong tertawa.

Bisa temen-temen bayangkan nggak, suasana kali itu tuh berasa kaya kita lagi ngantri konser Metallica tapi ternyata yang muncul di panggung itu Sazkia Gotik, rasa kecewa dan penuh amarah pastilah sudah memuncak, tapi masih ada saja yang membuat kita tertawa.

Hal lain yang membuat saya tersenyum kala itu adalah, kebiasaan para penumpang yang membawa kursi lipat. Jadi, kalau mereka tidak kebagian tempat duduk yang sudah disediakan oleh PT. KAI, mereka akan 'gelar tikar' kursi lipat yang sengaja mereka bawa dari rumahnya masing-masing.

Hal ini sungguh membuat tidak nyaman penumpang lainnya? Why? Karena space yang dibutuhkan untuk penumpang yang menggunakan kursi lipat itu lebih banyak daripada penumpang yang berdiri dan tentu saja para penumpang yang berdiri ini merasa tidak adil.

Beberapa pengguna kursi lipet ini beralasan kalau mereka punya penyakit yang membuat mereka tidak kuat lama-lama berdiri dan hal ini cuma bisa diberikan helaan nafas pengertian dari penumpang lainnya. Walaupun pada kenyataannya, kita tidak tau kondisi kesehatan sebenarnya dari PKL (Pengguna Kursi Lipat, red) ini.

Suara si bapak yang mengaku 'hamil' itu terdengar berteriak lagi, "Ya Allah, sembuhkan lah orang-orang yang kena asam urat sehingga pada pake kursi lipet sekarang. Tapi, kalau yang sekarang pake kursi lipet, padahal kagak kena asam urat, semoga abis turun dari kereta ini mereka langsung kena asam urat!"

Dan seluruh gerbong pun berteriak, "amiiiin!!!!!!"

Huahahahahahaha!

Nyinyir si bapak keren abitch!!!!!

Perjalanan selama hampir 90 menit itu pun berakhir di stasiun perhentian untuk saya, Stasiun Cilebut, sebelum selesai di stasiun terakhirnya, Stasiun Bogor.






Well, a developed country is one in which rich people use public transport. Cita-cita saya banger nih, suatu saat nanti, orang bakal lebih bangga gara-gara sering naik transportasi masa daripada kendaraan pribadi :)

Salam BBB! Buruan! Buruan! Buruan!











2 komentar:

  1. Hahahaha Peyaaaa. Bisa aja ya tuh Bapak. Sayang gw udah pensiun yang commuter dari beberapa bulan lalu. Jadi kangen Stasiun Cilebut, gw juga dulu brenti disitu setiap habis pulang kantor.

    Cemangat Peya dan Roker lainnyaaa. You rock!!! ;)

    BalasHapus
  2. Ingeeeeeet banget pe.. jaman gwa sengsara membawa nikmat itu.. tiap hari medan perang banget dah.. alhamdulillah gwa sampe Kota, jadi pas pulang masih rada kosong.. Kalo beruntung dapet duduk, kalo beruntung banget dpt tempat disamping pintu yg cihuy itu ^^. Ngak ngebayang kalo lagi hamil kyk skrg gini gwa masih kerja di situ, pulang pergi naek kereta.. bisa2 brojol di dalem dah gwa hahaha..

    Tebet (dan Gondangdia) emang pualiiing sadiiiiss.. Ngak kebayang yg langganan naek turun dari situ, kasian bgt! Soal yg bawa kursi lipat emang parah tuh.. apalagi yg di gerbong cewek, emak2 gitu, suka nyolot dan pura2 budek walo dah disindir2 ^^. Kacaw.. Kalo di gerbong campuran.. aduhai bgt bauknya kalo jam pulang kerja (dan AC mati). Pernah gwa pas dijemput si abang (saat itu masih calon suami, ehm) naik gerbong ini, padahal hari Sabtu loh, tapi seseknya ngalahin sarden. Gwa kegencet PERSIS DI DEPAN KETEK seorang mas2 yg kyknya ngak mandi. Mampus abis.. Akhirnya kita turun di Kalibata, padahal niat turun di PasMing. Trus laki gwa kapok jemput sabtu.. T^T

    Kangen sih naek ComLine lagi.. tapi nantilah kalo udah lahiran (tanpa bawa2 anak tentunya, gilak aja kasian bener anak gwa). Semoga saat itu ComLine dah lebih okay, at least ya.. AC ngak mati tiba2 dg jendela yg ngak bisa dibuka, hiks!

    BalasHapus