Selasa, 24 Agustus 2010

M-ku sayang, I-ku malang.

Saya tau dengan yang namanya kekuatan net citizenships, konon katanya jumlah anggota myspace lebih besar daripada jumlah penduduk negara Amerika Serikat. Jadi, jangan pernah menganggap remeh apa yang pernah muncul di internet. Saya yakin juga, ada beberapa orang yang tidak setuju dengan apa yang saya tulis.

Satu hal yang saya mohon, jika memang ada beberapa orang yang kebetulan sampai di blog saya dan tidak suka dengan posting-an saya yang satu ini. Teman-teman semuanya bisa langsung klik tanda silang di window kalian masing-masing. Tulisan ini sendiri sebenarnya saya buat sebagai rasa malu atas beberapa tingkah laku warga negara Indonesia yang terlalu kemakan emosi atas beberapa kejadian yang dilakukan oleh pihak negara tetangga.

Ketika pada akhirnya, kita harus mengakui bahwa kita bukanlah bangsa Indonesia atau warga Malaysia, tapi we're the part of the world. Persaingan itu tidak dapat dihindari, menjadi yang terbaik memang hak dari seluruh bangsa, namun memelihara kedamaian adalah kewajiban kita sebagai manusia. Haruskah kita menunggu datangnya alien terlebih dahulu agar kita sadar bahwa kita menghirup jenis udara yang sama?

Hmmmm, sekali lagi, kalau memang tidak setuju dengan apa yang saya pikirkan, teman-teman bisa tarik nafas dalam-dalam, lalu klik tanda silang di window kalian :)








Wah, sudah lama pula awak tak menulis sesuatu yang berhubungan dengan pertikaian antara dua negara tetangga, Indonesia vs Malaysia. Mari kita tengok sejenak-dua jenak lah…Ahahahahaha! Kamfringan sekali logat malaysia saya. Harus banyak belajar dari teman saya yang sudah tinggal di sana 10 tahun nih! Eh, gimana kabar Indonesia? Terakhir kali saya dengar, katanya mau ngeganyang Malaysia ya??? Wiiiiiiiw, keren-keren! Kita bakal berasa nonton Rambo (well, kalau si Mamam sih bilangnya 'Rambo' itu singakatan dari RAMbutan BOgor) dengan suasana 3D gitu kali ya???

Emang bener ye, 'hidup damai' itu nggak enak, tidak se-seru seperti pelem-pelem huliwut! Atau saya ngebayangin, suatu saat nanti saya bakal jadi pilot-nya robot-robot ala film kartun jaman baheula, Patlabor. Terus saya maen tembak-tembakan, "jedar-jedor! Jedar-jedor!" ngebunuh tentara musuh. Ketika membunuh suatu jasmani yang memiliki roh sama menyenangkannya dengan bermain pacman!

Ngggg, kira-kira saya bakal buat mengendarai robot apa ya??? Robot-gedek, mungkin???

Kadang saya suka berpikir, TNI diciptakan memang untuk berperang bukan? Okei, mari kita bilang, mereka ada untuk menjaga kedamaian suatu negara. Tapi, kedamaian suatu negara itu akan tercipta setelah adanya suatu peperangan. Sampai-sampai ada tuh surat apa gitu ya di kitab suci yang membahas tentang kewajiban berperang untuk membela hak suatu kaum. Heuuuuugh, meningan rakyat sengsara karena korupsi atau sengsara karena perang??? Ya, kalau kata Bang Oma sih, jangan sampai sengsara karena judi!

Ah sudahlah, bukan kapasitas saya untuk berkoar-koar meminta seorang Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk 'menghancurkan' sebuah 'kampuang' nan jaoh di mato, bernama Malaysia. Lah wong saya ini penggemar Malaysia juga kok, jangan sampai para pemusik indie bertalenta semacam Zee Avi dan Yuna hilang musnah begitu saja karena dimakan ke-egoisan sebuah bangsa semata. Tapi, kalau ngeliat Lee Chong Wei ngalahin Taufik Hidayat di tipi, kadang-kadang saya pengen juga nge-bom tinja ke tanah berkumpulnya para datuk itu, kekekeke. Ah, emang saya hobby-nya boker sih ya...

By the way, saya pernah melakukan riset singkat (cuma 5 menit), saya baru sadar kalau di Malaysia itu terdapat banyak komunitas suku-suku di Indonesia ya, sampai-sampai di Kuala Lumpur, kampung halaman saya diabadikan sebagai nama jalan, Jalan Tasikmalaya. Wohoooo! Tapi, tapi, tapi, sebagai warga Tasikmalaya yang taat, saya belum pernah tuh liat nama jalan Kuching atau jalan Serawak di bumi Priangan.

Ini berarti, Indonesia udah 'nyerang' Malaysia jauh terlebih dahulu daripada ketika Malaysia menangkap polisi penjaga di perairan perbatasan. Saya bukan orang yang mengerti tentang ilmu ketahanan negara, tapi saya senang menyebut sistem 'perang' yang dilakukan oleh bangsa kita ini sebagai 'perang budaya'. Hohoy! Tentu saja perang seperti ini jauh lebih mengasyikan dari bermain pacman.

Bayangin déh, kalau kita perang ala film Transformers. Hantam sana! Hantam sini! Serbuuuuuu! Pake besi runcing (udah nggak jaman lah ya taon 2000 masih pake bambu! Bambu mah udah jadiin bahan utama pembuat sumpit aje!)! Yang saya bingung, kira-kira siapa yang cocok berperan ala Megan Fox-nya??? Hadeeeeeuh-hadeeeeuh, tetep yeee di saat perang kaya gitu, ada aja cewek seksi banjir keringat lari-lari ke sana ke mari pake rok mini!

Balik lagi ke topik utama...

Terus, dengan asumsi kita menang, tapi bakal dicap barbar sama negara-negara sedunia dan kena embargo sana-sini. Atau kita kalah, terus termehek-mehek minta bantuan IMF untuk membangun kondisi negara yang sudah luluh lantah. Hiiiiii, hareeeeeeee geneeeee masih ngutang ke IMF??? Ngutang sabun colek ke warung sebelah aja belom dibayar!)

Bandingkan dengan sistem 'culture war' atau kadang saya lebih sering menyebutnya dengan 'perang berbudaya' (lain perkara dengan Amerika yang memang dari sononya memiliki 'budaya berperang'). Ituuuuuuu jauuuuuuuuuuuh lebih mangteeeefff dan menurut saya sih sudah keliatan hasilnya, ketika pemerintah (pemerintah lho, bukan warganya) Malaysia mulai demen nyomot kebudayaan yang sudah jelas hasil jerih payah bangsa Indonesia.

Ketika banyak ahli di Malaysia merasa enggan untuk diajak berdiskusi tentang asal muasal seni bermain angklung, yang menurut saya, memiliki perasaan sama terpuruknya ketika Hiroshima dan Nagasaki diluluhlantahkan oleh tentara sekutu.

Mau contoh lebih nyata lagi??? Cina. Semenjak Kang Sun Yat Sen mendirikan sistem Republik di negara yang demen ekspor karet ikat rambut dari kondom bekas itu, kita belum pernah melihat tentara Cina memborbardir negara-negara dunia selayaknya tentara Amerika Serikat menghancurkan Afghanistan. Tapiiii, beuuuuuu, liat déh sekarang!

Malahan nih ya, pertama kali saya sampai di tempat kuliah saya sekarang ini yang sudah barang tentu terletak dengan pasti (boleh di cek di google map) ada di Eropa, namun suasana Tiongkok selalu terasa di mana-mana. Banyak sekali bangsa bermata sipit di sini. Saya sih nggak ada masalah dengan kenyataan tersebut, cuma I'm wondering sometimes, "kapan ya saya bisa buat kampung Sundanese di Roma? Milan? Sicilia?"

Terlepas dari sifat bangsa Cina yang 'ulet' (kaya ulet bulu gitu kali ya? Suka gutak-gitek sendiri?), mereka sudah sukses menjadi 'kupu-kupu' di seluruh dunia. Kita tidak perlu senjata seperti bom atom untuk menghancurkan sebuah negara. Kalau emang belum sanggup saingan dengan negara China yang memiliki cadangan devisa negara terbesar di dunia. Menurut saya, kita dapat meningkatkan musikalitas para pemusik Indonesia saja, biar lagu-lagunya terus bisa berperang dengan lagu-lagu dari negara lain, dan "Jedar jedor! Jedar jedor!" pun bisa terdengar lebih indah ketika diganti dengan "sol mi mi, fa re re, do mi sol sol do…"

Kan katanya musik Indonesia itu jauh lebih hebring dari negara manapun, keragaman alat musiknya aja nggak ada yang ngalahin. Dari The Tielman Brothers, yang menjadi sumber inspirasi terbentuknya The Beatles sampai Dira Sugandi, mojang Bandung yang sudah menjadi anggota kesayangan band sebesar Incognito, seluruh dunia sudah mengakui hal itu.





Ya, semoga di waktu mendatang saya, saya dapat melihat Jalan Cirahong, jalan Ciroyom, atau jalan Cibinong di tanah kelahiran suaminya Bunga Citra Lestari itu.

4 komentar:

  1. yoi banget pe!! satuju tah..kayaknya orang2 endonesa tuh emang udah bakat alam di musik, so..emang kudu di bombardir si malay dengan lagu-lagu khas endonesa.

    Manohara telah sukses menjalankan misinya sehingga kerajaan kelantan tercoreng moreng karna ulah putra mahkotanya tukang pesta dan main cewek. Kapan nih gilirannya ariel?? dia potensi yang oke banget. Jadi, lepaskan ariel dan dukung dia jadi diplomat untuk Malay!!

    BalasHapus
  2. Hai beibs…Iya, asa nggak jaman ya peperangan pake bedil…

    BalasHapus
  3. Gak sia-sia lo mencicipi bangku kuliah S2 di sini, sebelum hijrah ke sono.... setidaknya ada juga hasilnya selaen ngecengin kondektur bernama 4Le3

    BalasHapus
  4. Ahahahahaha! Iya Ga, ternyata bangku di indonesia itu enak2 rasa buah kiwi...

    BalasHapus