Passion?
Jujur, pertama kali ditanya tentang passion, saya selalu jawab, "passion? Passion rumah sakit?"
"Ituuuuu pasien Pe, pasieeeeen…..P-A-S-I-E-N! Ini mah passion! What's your passion?"
"Hah?"
Sampai detik ini, saya nggak bisa jawab pertanyaan itu.
Nilai di TK saya bagus, sehingga saya diberikan privilege untuk bisa masuk SD di umur saya yang baru menginjak 5 tahun. Saya pun selalu mendapatkan ranking di SMP. SMA bisa lulus lebih cepat dari teman-teman seangkatan lainnya. Kuliah strata satu lancar ditempuh dalam waktu empat tahun, dan sekarang saya bercokol di sebuah negara lainnya untuk melanjutkan studi. Gilaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, kurang apa lagi cobaaaa?????
Suara hati terdalam saya cuma bisa bilang, "kurang apa??? Kurang ajar! Kurang ajar karena lu kurang bersyukur!"
Okay, sekarang saya belajar bersyukur. Saya sudah tidak uring-uringan lagi. Saya sudah bisa menerima segala kenyataan yang saya alami di sini. Air mata sudah saya anggap sebagai cairan pembersih wajah. Wajah itu kan harus sering-sering dibersihkan, nah anggaplah kegiatan sering menangis semalam itu sebagai kegiatan membersihkan wajah. Makin sering nangis, wajah ini makin manis.
Terus?
Lulus?
Terus?
"Ya kerja lah Pe, nikah, punya anak."
Udah?
"Punya cucu, mati, masuk surga."
Gilaaaaaaaaaa! Lempeng aja gitu.
"Hidup kaya gitu nggak mudah kali Pe? Nah, emangnya elu maunya kaya gimana?"
"Hah?"
Lagi-lagi saya nggak bisa jawab. Ah, kalau kata anak muda jaman sekarang mah, saya itu lagi ABG alias lagi Ababil Banget Gituuuuuuh…..
Saya suka iri sama orang kaya Buzziikun. Dari sejak kecil dia udah punya cita-cita, "dari dulu aku mau jadi peneliti," dan sekarang dia dengan suksesnya nyangsang di negara yang terkenal dengan julukan sebagai Nippon Asia itu berusaha mati-matian menyelesaikan S3 yang kemungkinan besar akan dilanjutkan ke program post doc, soalnya dia pinter banget sih, nggak kaya Teteh Piera yang masih suka misruh-misruh ngeliat hasil ujian karena harus diulang di kesempatan berikutnya. Kayanya kalau saya dibandingin sama Buzziikun, dia itu matahari yang bersinar terang benderang berkemilauan, sedangkan saya itu bayangan yang ikut ke mana aja si objek berpergian.
Dulu saya sempat ingin menjadi astronot, dokter, insinyur, dan semua itu menghilang tiba-tiba ketika saya memutuskan untuk mengambil desain. Si Mamam dan si Papap sempet mencak-mencak juga, nih anak maunya apa sih??? Ketika lulus kuliah dari desain, teman-teman saya berlomba-lomba agar bisa bekerja di biro konsultan kenamaan, nah saya??? Malah seneng belajar budaya. Cari kesempatan ke sana ke mari? Alhamdulillah bisa dapet beasiswa. Nah sekarang, yang jadi pertanyaannya adalah…APA YANG AKAN SAYA LAKUKAN SETELAH LULUS NANTI?
Kalau nggak dirancang dari sekarang, saya takut hidup saya akan seperti 22 tahun sebelumnya. Bener-bener tanpa tujuan. Yup, i am becoming older and getting higher (then somehow prettier also, eh? heheheh), tapi udah aja gitu. I felt that I was filling up, nama saya akan menjadi lebih panjang diikuti gelar pendidikan yang saya dapatkan, tapi jiwa saya kosong. Saya hidup hanya untuk hidup, bukan untuk mewujudkan sebuah keinginan.
Kayanya hidup akan terasa lebih bahagia ya kalau punya tujuan, angkot aja punya??? Masa saya nggak punya???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar