Senin, 08 November 2010

kreatif > reaktif

Pemerintah. Ditilik dari segi bahasa, pemerintah itu adalah bahasa lain dari tukang perintah! Tukang nyuruh!

Beuu, udah kaya si Mamam aja ini mah, suka merintah saya ini-itu! Coba atuh ya si Mamam tuh merintahnya, "Neng, tolong habiskan uang Mama yang di atas laci, yang 7 juta itu lhoooo! Cepetan ya! Mama nggak suka liat uang pabalatak kaya gitu!" Langsung déh saya traktir semua teman-teman kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) makan siomay di stasiun Cikini!

Terkadang saya kesel sama pemerintah, TAPI, saya lebih kesel lagi sama orang-orang yang suka nyalahin pemerintah! Yang disebelin itu bukan pemerintahannya kali, tapi beberapa orang yang menyalah gunakan amanatnya dan mereka duduk di dalam kursi pemerintahan.

Kalau mau maen kesel-kesel-an mah, nggak usah jauh-jauh sama pemerintah. Dari jaman SD aja, kita udah belajar sebel sama temen kita yang suka minjem penghapus nggak dibalikin, tukang ngadu ke ibu guru kalau kelas ribut, atau suka pamer kalau dia baru aja liburan dari Singapore. "Cih! Ke Singapore aja pernah, tapi ke Cimahi ogah! Kurang rasa nasionalisme tuh!" ujar Teteh Piera yang punya penyakit iri hati kronis stadium bola.

"Kok ujug-ujug ngebela pemerintah? Lu calon menantu presiden ya?"

Walaupun saya ingin pertanyaan di atas menjadi pernyataan, hehehe, sayangnya sih bukan. Jadi gini, sometimes I hate a person who talks too much about a lack of the others. I mean, apakah kamu akan menjadi lebih cantik kalau mengatakan seseorang itu jelek? Apakah kamu akan menjadi lebih pintar jika kamu mengatakan seseorang itu bodoh?

Banyak orang menyalahkan kelalaian pemerintah tentang penanggulangan bencana yang mulai sering terjadi saat ini. Well, warning alarm system boleh rusak, tapi bukan berarti moral kita juga jadi rusak ya? Tolong dibantu ya, bim sala bim, jadi apa? Prok, prok, prok! JADI RUSAK!

Korban bencana Merapi, Wasior, dan Mentawai itu kebanyakan muncul bukan dikarenakan bencananya itu sendiri, tapi lebih kepada ketika mereka mengungsi. Mereka depresi. Karena meletusnya gunung ataupun tsunami itu memang harus terjadi untuk menjaga keseimbangan alam, para penduduk daerah rawan bencana sudah tau itu, yang mereka butuhkan sekarang itu adalah gimana caranya untuk membuat mereka tersenyum di dalam situasi yang lebih mudah membuat mereka menangisi kepergian orang yang terkasih.

Wajah mereka memang sudah dilindungi oleh masker, tapi hati dan pikiran mereka masih uncovered. Ketika mereka mencari rasa aman, mereka nyalakan radio mereka, televisi di tempat pengungsian, eh taunyaaaaa yang ditonton oleh mereka adalah bumper clip dari gunung merapi dengan backsound mengharu biru ala Ebiet G. Ade.

Para pengungsi itu tidak butuh rasa sedih berkepanjangan ala shit-netron Cinta Fitri season ramadhan! Selain membutuhkan bantuan logistik, mereka juga membutuhkan bantuan semangat. Bukan untuk menjadi pengungsi yang masuk TV terus mohon-mohon dikirimin bantuan dan nyalah-nyalahin pemerintah, tapi untuk menjadi pengungsi yang kuat fisik dan mentalnya untuk kembali membangun tempat tinggalnya.







Pada akhirnya saya cuma pengen bilang, "biarkan orang-orang yang hidup di pantai itu belajar tentang baharinya, orang-orang di gunung itu belajar tentang menjaga belantaranya, kita yang di kota ini terus berusaha menjaga administrasi negara. Kita harus jadi bangsa yang kreatif bukan reaktif…."

2 komentar:

  1. wuih berat euy tulisannya.
    wajar sih orang protes2 ke pemerintah klo pejabatnya gak becus. masa protesny ke tukang bakso. wkwkwk

    BalasHapus
  2. Yaaaa, jangan menilai orang dari satu tulisan saja, hehehehe. Because you didn't learn physics to Einstein :)

    Aaaaah jadi inget sama temen gue, yg nilai gue dari satu tulisan doang! Cih! Cepirit banget dah! Jangan ditiru yeee…*curcol! curcol! curcol! kekekekeke.

    BalasHapus