Mari kita melangkah lebih jauh ke dalam medieval festival ini. Sedari awal, saya sudah disambut oleh sebuah gerbang yang tampak sunyi, "iyuuuuuh, katanya pasar???? Tapi kok kosong gini sih?"
Yup, dari omongan orang-orang yang saya lewati, mereka pada merekomendasikan pasar medieval sebagai atraksi utama dalam festival ini. Huhuy, lumayanlah buat menghilangkan rasa kangen saya sama Pasar Anyar. Buat temen-temen kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) yang aseli Bogor tau dong lintang selatan dan lintang utara-nya Pasar Anyar!
Well, ternyata setelah berjalan 500 m lebih jauh ke dalam, saya mulai menemukan secercah kehidupan.
Yuhuuuuu, dedengkotnya pasar Anyar, ayeeeeem kamiiiiiing!
Iiiiiih bener aja ternyata, tuh pasar bener-bener jaduleeeee. Warga Fossato di Vico pada niat benjet dah pake baju-baju ala abad pertengahan. Saya yang pake kaos sama celana jeans ini berasa baru masuk lacinya Nobita yang bisa mengantarkan kita melanglang buana ke masa kapan saja.
Di awal pintu masuk, saya bertemu dengan tukang jualan pulpen. Weiiiiit, kalau pulpen mah di Warung Mpok Odah juga ada! Tapi, pulpen yang dijual di sini bukan sembarang pulpen, melainkan pulpen bulu. Tadinya saya pengen beli, tapi pas liat harganya yang sampe 9 euro (sekitar 110 rebu perak, red), saya langsung sujud sembah di depan pulpen merk snowman saya yang nggak abis-abis dipake selama dua tahun ini, padahal belinya cuma 1500 perak saja sodara-sodari.
Terus ada juga yang jualan kiju. Beuuuu, emang ya orang bule dari jaman kuda pake kawat gigi, udah demen nyemilin kiju. Selama saya tinggal di sini juga, kayanya saya selalu disediain kiju di setiap pasta yang saya makan. Iyuuuuuuh, kangeeeeeeen sambel cap dua belibis T.T
Nggak jauh dari yang jualan kiju, ada kedai pizza! Untuk mendapatkan kesan 'abad pertengahan'-nya, pizza ini beneran di masak di dalem tungku berbahan bakar arang lho! Jadi, nggak aneh, kalau ada beberapa pizza yang tampak kehitaman, akibat dari arang itu kali yak? Tapi, ya gitu déh, emang dasar nih pizza dijual pas ada acara kaya gini, harga sebuah pizza yang paling banter cuma 3 euro itu pun jadi berlipat ganda! Huuuuuuuuu, pembeli kuciwaaaaaaaaa~
Wah, saya nemu pengrajin keranjang! uh-oh-uh-oh, jadi flashback ke masa lalu gini, waktu nungguin kereta yang telatnya minta ampun di stasiun Cikini dan kalau saya lagi BT tingkat dewi Kwan Im, saya suka ngajak ngobrol para pengrajin keranjang yang berada di lantai dasar Stasiun Cikini. Hmmmm, masuk ke pasar medieval gini, bukannya membangkitkan rasa ingin mengenang masa-masa abad pertengahan ya? Tapi lebih kepada mengenang masa-masa ketika saya masih semangat menjalani hidup.
"Emangnya sekarang, yang mulia Teteh Piera nggak semangat lagi?"
Wohooooo! Sekarang mah bukan semangat lagi. Udah pengen kayang di udara aja gitu kalau lagi nemuin kesulitan dalam kehidupan.
Di antara kerumunan penjual berpakaian jadul itu saya juga menemukan sekumpulan pengamen.
Dua orang bapak tua dengan alat musiknya yang tampak seperti perkawinan silang antara biola dan kecapi sunda. Ihiiiiiiiiiiiiiiy, rikueeees lagunya Ariel Peterpan dong Ooom!
Nih, alhamdulillah saya sempet ngerekam kelompok pengamen ini dengan kamera yang sudah saya punya tujjuh tahun terakhir. Huhuy! Waktu dulu mah, lima megapixel juga udah cihuy banget sob!
Sedikit menjauh dari alunan alat musik yang entah apa namanya itu, saya pun disapa oleh suara biantang ternak. Ada dua ekor ayam yang kurungannya terbuat dari rangka batang kayu saja. Hmmm, desain yang cukup elegan dan dinamis. Beuuuu, emang kandang ayam mau di desain kaya gimana lagi sih??? Kekekeke, buat temen-temen sejawat saya yang alumnus fakultas seni rupa dan desain, saya tantang kalian untuk ngebuat sebuah kandang ayam yang ergonomis! Kakakakaka!
Di sebelah kandang ayam, ada juga dua ekor embe yang siap dipotong! Jadi ya, saya kan nanya gitu sama mbak-mbak yang jagain nih embe, katanya setelah festival ini selesai, binatang-binatang ini bakal disembelih lalu disantap rame-rame sama para penduduk Fossato di Vico! Waaaaaow! Babaaaaaaaai embeeeee…..Semoga arwah kalian diterima di sisi-Nya, eimeeeen.
Di sebelah kandang embe, saya menemukan gerai yang menjual sayur-sayuran. Hmmmm, nggak ada yang aneh sih dari yang satu ini. Lah wong, setiap saya ke pasar, ya pasti pas nganterin si Mamam beli buncis en de geng.
Tepat di sebelah yang jualan sayuran, mata saya tertuju pada setumpuk jerami. Yaaaah, di Indonesia juga ada ya jerami mah….Jerami Thomas, misalnya. *Krik….Krik….Krik…
Saya juga melihat beberapa alat pertukangan yang biasa dipakai jaman dahulu kala. Hmmmm, tapi tenang aja sodara-sodari, biar dikate Eropa punya banyak peralatan canggih pada masanya, nggak ada yang bisa nyaingin keris Mpu Gandring! Hayooooo, yang nilai Ujian PSPB (aduuuuh, jaman sekarang nih mata pelajaran PSPB namanya apa yak?) -nya di atas rata-rata, masih pada inget nggak sama Mpu Gandring? Masa apal nama 13 anggota super junior, tapi nggak apal salah satu pembuat senjata kesohor dari negara sendiri? Kekekeke.
Oh di akhir pasar ini, saya menemukan orang-orang yang menjual boneka….Ngggg, mirip boneka vodoo. Ingin rasanya hati ini membeli barang-barang itu, tapi kalau inget saya harus ngumpulin uang demi bisa hidup di negara yang ngejual sebatang permen cupa-cupa-cup dengan harga 6500 perak ini, kayanya meningan juga saya beli sekantong pasta 500 gram, dengan harga 0,3 euro daripada sebuah boneka dengan harga 25 euro, iyuuuuuh, udah mah nggak bisa di makan, mahal pula, apa sih mau lu Bon (nickname: boneka, red)????
Huwoooooh, menurut si mbak-mbak penjaga embe, ternyata masih ada atraksi lain yang patut saya nantikan dalam festival ini. What is that??? I'm getting curious in here….With this song,
Kaki ini terus melangkah lebih jauh ke dalam kota Fossato di Vico...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar