Senin, 31 Oktober 2011

He was my Gumiho

Saya baru aja namatin nongton serial drama Korea berjudul 'My Girlfriend is Gumiho' atau yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah pacarku adalah si siluman rubah.

Sebagai penggemar cerita siluman ular putih, saya dapat dengan mudah menebak alur dari cerita Gumiho ini. Cinta beda alam. Klasik. Jujur, pertama kali liat judulnya, saya sempat mengira ini adalah cerita Naruto, si titisan siluman rubah, namun versi manusia.

Oh iya, saya juga demen banget sama sontreknya. Cih! Biarpun kagak ngerti apa-apa sama liriknya, tapi ye, emang dasar cewek, kayanya mau dikasih lagu Boomerang di adegan pepelukan si tokoh utama sama si pendampingnya, bakal luluh juga hati ini.







Ya, kalau di-Indonesia-kan, jadi cerita beda kasta begitu kali ya? Tukang gorengan naksir Bapak Dirut. Anak pembantu naksir anak majikan. Anak ayam naksir anak sapi. Yaaaa, pokoknya téh cinta dengan kemungkinan jadian di dunia nyata itu hanya 1%.

Tapi, cinta dengan kemungkinan 99% di dunia nyata, ternyata bisa menjadi cinta dengan kemungkinan 1% di gemerlap dunia perfilman masa kini.

Saya pikir, setiap orang memiliki 'Gumiho' masing-masing. Begitu pula dengan saya. Walaupun Morgan SM*SH yang selalu terucap di mulut ini, tapi yang namanya hati, hanya pemiliknya yang tau :)

Jadi, yang mulia Teteh Piera pernah berhubungan sama siluman? Anak jin?

Kekekeke, andai saja dia itu siluman, saya sudah barang tentu memiliki alasan yang pasti kenapa saya lebih memilih untuk menempelkan poster Morgan SM*SH di balik pintu WC saya daripada mengejar apa yang diinginkan oleh rasa sakit yang terlalu berlebihan.

Saya tidak akan pernah mau mahir bercerita tentang perasaan kepada orang yang diinginkan bersama. Pada awalnya saya terlalu benci untuk mengungkapkan sebuah cerita yang sebenarnya terlalu bodoh untuk dibagikan, namun ada kalanya setiap orang harus memilih akan perasaannya. Memilih untuk melepaskan 'Gumiho'-nya atau membunuh dirinya sendiri.

Kali ini, saya memilih untuk membunuh perasaan saya sendiri.

Agak sakit sih. Apalagi ketika mengetahui bahwa sebenarnya kemungkinan itu ada. Tapi, saya memutuskan untuk berhenti. Ibaratnya adalah, ketika kamu sedang mencret di celana di dalam busway jurusan Pulo Gadung yang kayanya selain ditumpangi sama manusia, anak setan juga pada ngikut. Abisan, penuh banget tuh sob, busway jurusan yang satu itu….

Saya bisa saja mencret di dalam busway tersebut, tapi saya memutuskan untuk tidak mau melakukannya, karena tentu saja, saya yang pemalu (dibaca: tukang palu, red) ini, bakal pengen loncat dari jembatan Semanggi kalau hal itu sampai terjadi.

Ah, tapi sudahlah. I learn a lot. TOO MUCH, malah.

DEM! AAAAAAAAAAARGH, meningan nongton Shutter yang versi Thailand pas malem Jumat Kliwon! Sendirian! Ditemani bau menyan! Sambil maen jelangkung! Daripada nongton Gumihooooooooo! Besok nongton Pocong Goyang Pinggul Perawan aaaaah~


1 komentar:

  1. ekornya tinggal 1, di tv yang ada ikan terbangnya baru tamat besok tanggal 4... Ooohhhh Dae Woong...
    Pengen deh ketemu Bisma, sayang harus ngelangkahin teteh Dina heula....

    BalasHapus