Rabu, 18 April 2012

Rumah Nenek

Kali ini saya mau ngomongin tempat kongkow favorite, sambil dengerin salah satu lagu favorite saya;







Kalau ngomongin tempat nongkrong, selain di WC, toko buku bekas, dan teras depan yang dilapisi parket import dari hutan Kalimantan di villa-nya Justin Bibier di Kuba, saya punya satu lagi highly recommended place…..

Di manakah itu gerangan?

Gerangan???

Gerangan aer???? *Ooooouch, itu mah genangan air kali ya….Situ kate, sini nyamuk aides aigeptih???

Mungkin bagi beberapa temen kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) yang pernah berkunjung ke Bogor….Nggg, siapa sih yang nggak tau Bogor??? Sebuah kota asri nan hijau. Sayangnya hijau di sini bukan dikarenakan tetumbuhan (okelah, di Kebun Raya Bogor emang banyak pohon, tapi kan Bogor itu nggak cuma di sekitar Kebon Raya doang ya guys….), tapi lebih kepada banyaknya jumlah angkot yang didominasi oleh warna hijau.

Jadi, kalau temen-temen ke Bogor, pasti matanya bakal seger déh liat yang ijo-ijo! Abisan selain ada banyak angkot, di sini juga bertebaran tukang cingcau.

Okeh, balik lagi ke tempat kongkow farvorite-nya yang mulia Teteh Piera. Jadi, buat temen-temen kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) yang pernah jalan-jalan di sekitaran Bogor, pasti udah nggak aneh lagi dengan nama 'Tajur'.

Sebuah lokasi yang saban Sabtu-Minggu suka bikin puyeng kepala para supir, dikarenakan macet yang tak berkesudahan. Soalnya Tajur itu terkenal banget sebagai surga belanja para ibu-ibu pemburu tas merk mahal tapi palsu, dari KW super sampe KW 7000, tersedia di sini.

Saran saya sih ya, kalau mau belanja di sini, meningan bawa foto tas yang dipengenin, terus tunjukin ke mbak-mbak penjaga toko, tolong dicariin KW berapa-nya gitu.

Kalau bagi para shopaholic, Tajur lebih dikenal sebagai tempat belanja-belenji, nah buat saya, si Papap, dan si Mamam, Tajur ini lebih sering kami sebut sebagai singkatan TAnjakan JURig. Karena emang jalan ke sana itu nanjak, maklum sekitar 1-2 km dari Tajur, kamu bakal sampai Puncak dan konon katanya, sebelum seramai sekarang, Tajur ini tempat yang cocok buat para jurig (bahasa sunda dari setan, red) buang anak.

Di sela-sela perjalanan antara kawasan belanja tas KW dan Puncak, terdapatlah sebuah rumah kecil yang cukup asri di sebuah belokan sebelum kawasan pertokoan kumpulan mini market yang memang sedang menjamur di Indonesia akhir-akhir ini.

100 m dari pos satpam, sebuah rumah tingkat dua bergaya modern yang dipenuhi dengan beberapa tanaman hias di sekelilingnya, merupakan tempat kesukaan saya untuk menghabiskan waktu.

Rumah itu langsung berhadapan dengan kuburan. Namun tidak pernah membuat saya takut, hmmm, kayanya jaman sekarang orang-orang lebih takut sama FPI ya daripada sama mahluk ciptaan Tuhan berwujud lain itu T.T

Yup, di situlah tempat nenek saya tinggal. Nenek dari pihak si Papap, lebih tepatnya. Kayanya saya terpengaruh sama bacaan-bacaan di lembar kerja siswa jaman SD dahulu déh. Waktu tahun 90-an awal, sepertinya jarang sekali ya kita temukan cerita anak-anak yang gemar nongkrong di mall.

Rumah nenek-kakek pun terlihat seperti tempat paling hipster yang pernah saya tahu ketika itu. "Lo bukan anak g4vL kalau lu nggak kongkow ke rumah nenek-kakek lo!"

Benar kata si Papap, "you are what you read". Walaupun begitu banyak tempat hiburan yang muncul saat ini, rumah nenek saya yang satu ini tetap menjadi tempat nomor satu yang paling saya sering kunjungi. Soalnya kata si Papap, kunjungilah rumah orang tuamu, sebelum malaikat maut mendahuluimu untuk datang ke sana…..

Sebenernya jarak rumah nenek saya ini tidak terlalu jauh, namun dikarenakan kemacetan yang terjadi di sepanjang kawasan belanja tas KW itulah yang menjadikan perjalanan ke daerah Jakarta menggunakan commuter line dari rumah saya tampak lebih dekat daripada pergi ke Tajur menggunakan kendaraan beroda empat yang lebih sering diparkir di garasi rumah saya.

Hari ini pun seperti itu. Pergi mengunjungi tetua tampak lebih kece dibanding pergi ke mol minum kopi secangkir seharga hampir 50x lipat dari segelas minuman kemasan rasa sari jeruk yang sering dijual di atas peron stasiun.






Kebetulan, kucing peliharaan nenek saya baru saja melahirkan. Tidak tanggung-tanggung, empat anak kucing berlari ke sana ke mari menyambut, ketika saya membuka pintu pagar. Tinggal pake jambul ala gorong-gorong Sudirman di kepala, resmi sudah saya rasanya menjadi seorang Syahrini yang dikejar-kejar wartawan.






Honestly, saya pengen banget ngebawa salah satu dari anak kucing itu ke rumah saya di Cibinong (buat yang nggak tau Cibinong, you're so kaseumpay~). Tapi, si Mamam takut koleksi gucinya pecah, dan si Papap paling nggak suka sofa, tempat tidur beliau selama 10 tahun terakhir, berbau pesing.






Hmmmm, ya apa boleh buat, dengan my zero experience dalam mengurus binatang peliharaan, semakin membunuh harapan tersebut.






Tapi, nggak apa-apa. Sekarang saya punya alasan lain kala berkunjung ke rumah nenek, selain berkangen ria dengan si nenek yang sudah berumur 84 tahun, tapi masih mempunyai daya ingat yang sangat kuat sekali, saya juga bisa ketemu sama empat anak kucing lucu dan unyu kaya saya, kyaaaaaa~






Di antara keempat anak kucing itu, saya punya satu favorite, sebut saja Mawar (bukan nama sebenarnya, red). Warna abu, hitam, dan putih berbaur di atas tubuhnya. Tingkahnya yang gemar mengikuti ke manapun saya dan si Papap berada, membuat saya jatuh cinta…..Maaf ya Morgan SM*SH, Jude Law, Wooyoung 2PM sakulawargi~






Apalagi waktu si Papap lagi baca koran, tiba-tiba si Mawar ini muncul aja gitu di pojokan pinggang si Papap. Kyaaaaa~ Saya meleleh waktu ngeliat kejadian ini…..Rasa gemas kepada si Mawar mengalahkan rasa rindu saya kepada pria-pria anggota boiben asal Korea yang abis di operasi plastik.






Kalau teman-teman kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) sendiri sukanya nongkrong di mana? If you don't mind, you can share your thoughts at feces-book-nya kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) :)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar