Jumat, 22 November 2013

Kok-muter line: Sweet Depok-sition

Pernahkah kamu mengorbankan mimpi yang pernah kamu miliki demi seseorang?

Seorang Ibu mengorbankan segala mimpinya demi anaknya.

Seorang laki-laki muda mengorbankan segala mimpinya demi pasangannya.

Seorang anak perempuan mengorbankan segala mimpinya demi sahabatnya.

Dan saya berdiri tegap di depan sebuah kaca berukuran lumayan besar. Melihat hampa kepada hilir mudiknya sekumpulan warga Ibu Kota yang sedang mengais rezeki….Demi untuk merealisasikan mimpi-mimpi mereka.

Saya merasakan getaran dari telepon selular yang semenjak tadi pagi selalu saya pegang dengan erat.

Sebuah pesan singkat datang yang menyatakan bahwa saya diterima di sebuah tempat lain yang dapat membuat saya mewujudkan segala ambisi saya. "Congratulations, you're in!"

Namun, pesan singkat sebelumnya dari seseorang yang sukses membuat saya ragu akan mengikuti cita-cita yang semenjak dahulu tertulis di dalam lembaran kertas lusuh 100 mimpi seorang Viera. "Let's have another dinner today!"

Jujur, terkadang badan ini merasakan kelelahan yang teramat sangat untuk mengejar semua keinginan saya itu. Membayangkan betapa menyenangkannya dapat mewujudkan 100 mimpi bersama seseorang yang memiliki imajinasi-imajinasi liar yang sama, tak dapat dipungkiri, beberapa kali terbersit di dalam pikiran ini.

Berkali-kali menemukan kegagalan yang sama sudah membuat saya lelah tak terkira. Orang tua? Pasangan? Sahabat? Kerabat? Teman pena? Semuanya mengalami hal yang sama. Menghujat Tuhan tentang keadaan itu sungguh tak berguna.

Mungkin memang mimpi saya yang kali ini harus dikorbankan. Bayangkan, hanya dengan mematikan sebuah mimpi yang saya miliki semenjak dahulu, saya bisa mendapatkan kehangatan orang tua, cinta pasangan, kasih sayang para sahabat, kebersamaan bersama kerabat.

Hidup itu bukan mimpi.

Dia yang duduk di sebrang saya saat ini juga bukan mimpi.

Lagi-lagi kami tertawa. Semua yang saya tampakan di hadapannya 180 derajat berbeda dari apa yang ada di dalam pikiran saya. Mata saya memandangnya wajahnya lurus penuh.

Mungkin saya pantas mendapatkan penghargaan mumpuni dalam bidang akting kali ini. Ketika air mata yang terjatuh di saat tertawa tanpa henti itu sebenarnya ada dikarenakan rasa sedih yang berkepanjangan.

Sudah terlalu banyak hal yang saya kalahkan demi ego menggapai sebuah mimpi yang tak pernah sanggup saya ucapkan. Namun, dia yang berada di hadapan saya kali ini merupakan salah satu bentuk wujud ego saya yang lain.

Pernahkah kamu mengorbankan mimpi yang pernah kamu miliki demi seseorang?

"What will you do if I say that this is our last dinner?" Tanya saya.

Tiba-tiba sesosok itu terdiam dari tawanya.

"It'll be the worst thing that happen to me." Jawabnya.

"Aaaaah, you're so sweet…." Ucap saya dalam hati.






Makan malam hari itu berakhir dengan diantarnya saya sampai Stasiun perberhentian terakhir di Ibu Kota. Saya melambaikan tangan, menandakan sebuah perpisahan. Perpisahan dengan mimpi saya.






Stasiun pinggiran Ibu Kota itu menjadi saksi kalau mimpi saya kalah telak dari ego saya.




1 komentar: