Suara gemericik air hujan menemani untaian kalimat tersebut.
Dinding ruangan kedai kopi kecil berwarna putih yang dihiasi beberapa tulisan kutipan penyemangat dari orang-orang terkenal di dalam bingkai besi berwarna coklat muda.
Dua tanganku mulai memutar-mutar tanpa arah gelas berisi teh yang kian dingin.
Hembusan uap dari mulutnya menjadi jawaban tersendiri dari pertanyaanku barusan.
Lima belas menit berlalu dan tidak ada pergerakan berarti dari tubuhnya. Sesekali dia menyeruput american latte-nya. Terkadang kumainkan sendok kecil yang ada di pinggir gelas keramik berwarna hijau itu. Aku yakin rasa latte-nya semakin pahit, sedangkan rasa teh ku semakin hambar.
Beberapa pelayan terlihat hilir mudik di hadapan kami. Beberapa pengunjung kedai itu mulai berdatangan. Terdengar suara kamera dari telepon seluler mereka. Interior kedai kopi itu memang menjadi sasaran empuk media sosial para anak anak muda di Ibu Kota.
"Kamu…."
Akhirnya dia buka suara. Kutenggakan kepalaku yang sedari tadi dalam posisi setengah menunduk. Kedua mataku melihatnya dengan tatapan kosong.
Peristiwa itu sudah beralangsung terlalu lama. Rasa amarah bercampur kecewa sudah ada di dalam benaknya. Ketidakpedulianku terhadap apa yang terjadi. Kelelahan berlebihan yang dialaminya. Namun, anehnya rasa sedih itu tidak muncul sama sekali.
Mati rasa.
"Ya?" Tanyaku.
Jari telunjuknya mengarah padaku. Kusempat mengintip bahwa kedua kakinya digerakan pelan berkali-berkali, pertanda dia tidak yakin dengan apa yang dilakukannya. Sudah cukup lama aku mengenal kebiasaannya yang satu ini.
Mulutnya terbuka lebar, tampak seperti ingin meneriakan sesuatu. Mataku mendelik tajam. Dia dekatkan jari telunjuknya ke tubuhku.
Sekelibat, rasa sakit itu muncul kembali. Derasnya suara hujan mengaburkan ucapan yang keluar dari mulutnya. Mulutku tersenyum sinis.
Terdengar kata mimpi dan ego dia ucapkan secara bersamaan. Dia memalingkan mukanya. Kupejamkan mata ini secara perlakan.
"Nggak ada yang salah dari orang punya mimpi…" Kataku.
"Nggak ada yang salah dari orang punya ego…" Ujarnya.
Aku memanggil pelayan, memberikan dua lembar uang seratus ribuan.
"Mbak, ambil kembaliannya…." Aku beranjak dari kursi kayu tempat kami duduk selama ini di pojokan kedai kopi itu.
Aku terdiam sebentar dan mengarahkan jari telunjuk ke arahnya, "kamu? Ambil egonya…"
****
Kyaaaaaaaa…..Finally I'm bacccccccck!!! Feels like it's just the first time nulls di blog ini :( Deg-deg-an takut ada yang baca dan ngerasa kesindir atau malah deg-deg-ser nggak ada yang baca sama sekali, hehehehe...
Gimana kabar temen-temen semuanyaaaa???? Semoga selalu dalam lindungan-Nya. Lagi sering banyak berita bom bunuh diri di mana-mana nih. Uuurgh, emang bener ya apa yang ada di kitab suci, yang akan menghancurkan peradaban sebuah bangsa itu ya manusianya sendiri T^T
Ah sudahlah, peradaban boleh hancur, tapi perilaku baik dan optimis mah jangan ya…Atuh, buat apa kita dikasih hati sama Tuhan, kalau cuma buat dihancurkan para mantan, azeeeeeek~
By the way, akhir-akhir ini lagi kesengsem sama lagu 'First Time'-nya Day6, sebuah boiben Korea. Sekiranya lagunya kaya gini:
Uo-oh, nggak typical lagu boiben Korea yang jijingkrakan ke sana ke mari yaaah???
Terus pas ngulik-ngulik liriknya, di bagian refrain; "For the first time, I go having a different dream, I say goodbye to you, these words will be the last…."
Ulalala, langsung kepikiran buat cerita ini, kyaaaaa~ Kenapa ya saya teh kalau buat cerpen suka yang sedih-sedih melulu???? Nanti mah harus dengerin lagunya Justin Bieber kali ya??? Biar bisa buat cerita yang lebih hepi.
Oke deh, tunggu tulisan-tulisan berikutnya ya guys ;)
Aku rindu kamu, itu saja
BalasHapusMenulislah lagi dan lagi