
Well, dikasih bunga bangkai? Di sms-in "udah makan hati ayam belum?" Dibuatin surprise party di Tugu Monas? Dianterin ke rumah Pak RT di pengkolan lima daerah Bantar Gebang? Ditraktir minum kopi luwak? Dinner di Lubang Buaya? Those are a lot of examples that passed you by when you have been asked about the simple-romantic things which you had accepted by your partner. (Ini adalah kalimat bahasa inggris terpanjang yang pernah saya buat dalam sejarah per-note-an! wakakakakakaka! Maap kate kalo ada salah grammar!)
Saya juga punya pikiran yang sama kok, namun hal itu berubah ketika...........
"Saya biasa pulang menggunakan KRL AC-Ekonomi pukul 9.50PM dari Stasiun Cikini yang membutuhkan waktu sekitar 1 jam 15 menit untuk sampai di stasiun tempat saya turun. Berarti saya sampai di Stasiun Cilebut adalah jam 11.05PM, sebuah waktu yang dapat dikatakan cukup larut untuk dijalani seorang perempuan seperti saya. (Kan 'atut!)
Saya memilih untuk keluar dari gerbong paling belakang karena jarak tempuh yang saya lalui akan lebih dekat untuk menuju tempat pangkalan ojek, transportasi lanjutan untuk mencapai 'kondominium' saya.
Kondisi stasiun Cilebut memang tidak sebaik stasiun Bogor, Stasiun Manggarai, apalagi Stasiun Jakarta Kota, di mana hanya ada dua jalur rel, dua buah peron yang memiliki lebar tak lebih dari 1,5 meter dan salah satu di antaranya tidak memiliki atap sebagai pelindung dari cuaca buruk, pencahayaan yang tersedia pun hanya satu buah lampu sorot ber-watt lumayan besar di dekat loket penjualan karcis dan tiga buah lampu neon sumbangan para warga sekitar.
Memang agak menakutkan bagi saya untuk berjalan kaki ke tempat pangkalan ojek yang letaknya sekitar 500 meter dari Stasiun Cilebut, tapi kalau mau sampai ke rumah, ya saya harus memberani-beranikan diri atuh! (Aseli ti Sunda, tidak pernah melupakan conjunction 'atuh'! wakakakakakaka!)
Kurangnya pencahayaan dari stasiun ke tempat pangkalan ojek, membuat kaki saya sering tersandung tepian rel kereta api, sakit? Tadinya sih iya, tapi lama-lama malah suka kangen kalau nggak kesandung tepian rel kereta api, he he he.
Tadi pun saya kesandung seperti biasa, tapi ada yang berbeda dari 'kesandung' saya hari ini...Biasanya kalau udah kesandung tepian rel, saya cuma menggerutu nggak jelas dan entah pada siapa. Kalau tadi, setelah saya kesandung rel, tiba-tiba saja jalanan yang biasa saya tempuh ke tempat pangkalan ojek jadi terlihat sangat jelas! Eh, tanya kenapa? Ada cahaya yang menyorot jalanan yang biasa saya tempuh menuju pangkalan tukang ojek itu! Where does the light come from?
Dari lampu KRL AC-ekonomi yang barusan saya naiki! Diiringi ucapan dari seorang kondektur yang berada di ruangan masinis tapi wajahnya tidak terlalu bisa saya lihat dengan jelas karena lampu ruangan masinis yang tidak menyala, 'hati-hati neng, jangan sampai jatuh!'
Untuk menghemat listrik, terkadang lampu sorot dari KRL AC-Ekonomi yang terdapat pada gerbong paling belakang sering dimatikan. Tapi demi saya??? Si kondektur itu rela membuang listrik dengan percuma agar saya tidak tersandung tepian rel kereta api itu lagi. Huuuuuuuuuuuuuuuuuuuu! Co cuiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit! (ditulis: so sweet!)"
Pertanyaan dari wacana di atas:
1. Apakah kondektur yang menyalakan lampu sorot dari KRL AC-Ekonomi itu adalah Moch.Ali Z?
2. Kalau pun bukan, apakah kondektur yang menyalakan lampu sorot KRL AC-Ekonomi itu adalah orang suruhan Moch.Ali Z?
3. Apakah kondektur yang menyalakan lampu sorot KRL AC-Ekonomi itu adalah Petugas Pengecek Karcis Berseragam Batik Dari Stasiun Cikini yang sering mengganggu saya? (Untuk diketahui saja, pertanyaan ini sangat saya hindari untuk dijawab, ditulis pun hanya untuk menambah keragaman pertanyaan yang sedari tadi hanya berkutat tentang Moch.Ali Z)
Jawaban bisa ditulis melalui comment tanggapan dari note ini.
Thursday, June 4, 2009 at 7:25pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar