Rabu, 10 Februari 2010

Ketakutan di Stasiun Cikini.


(Sigh!) Moch.Ali Z benar-benar menghilang sudah dari pandangan saya (tapi tidak dari hati saya tentunya). Sudah berapa jadwal KRL AC-Ekonomi saya ikuti? Berapa kilometer panjangnya rel kereta saya tempuh? Berapa stasiun saya singgahi? Apakah dia mendapatkan shift di KRL Pakuan express? Damn, Pakuan Express nggak berhenti di Stasiun Cikini pada jam saya biasa pulang! Lagipula dompet saya bisa berteriak kalau saya harus naik KRL Pakuan Express! Harga karcisnya dua kali lipat dari karcis KRL AC-EKonomi!

Mungkin kami memang tidak berjodoh...(sigh!) "Ya Tuhan, jika memang dia jodohku, dekatkanlah, jika dia bukan jodohku, maka jadikanlah ia jodohku..." (wakakakakakaka!)

Dengan keadaan badan yang lemah lunglai dan kurang tenaga dikarenakan harus begadang pada beberapa hari terakhir ini, saya menuruni pijakan tangga Stasiun Cikini. Rasanya hidup saya jadi tidak bergairah lagi jika di KRL AC-ekonomi yang saya naiki, saya tidak bertemu si kondektur tercinta. (Seperti apa yang telah saya tulis di note sebelumnya) He would be my best medicine, rite? Nah, sekarang my best medicine telah pergi.....Seperti judul lagu yang terkenal itu, semoga dia 'pergi untuk kembali', kakakakakaka!

Jika tidak sedang terburu-buru, saya selalu memilih untuk menjadi orang terakhir di dalam antrian pengecekan karcis untuk keluar dari Stasiun, karena saya dapat lebih sigap untuk mempersiapkan uang untuk naik kopaja, sebagai transportasi lanjutan setelah saya menggunakan KRL. Sedikit agak riskan kalau saya harus mengeluarkan dompet di luar area peron stasiun, karena di dalam area stasiun banyak petugas PT KAI (dimulai dari: pengecek karcis, pansus, masinis yang sedang menununggu jadwal dia beroperasi, tukan sapu stasiun, penjual karcis, dan masih banyak kalgi orang-orang yang berseragam biru muda dengan lambang huruf 'S' berwarna orange di tanda pengenalnya) berkeliaran sehingga membuat para copet agak jiper...

Sekarang saya sedang tidak terburu-buru, it means that i am the last person who is standing on the ticket's line guard...Dengan kondisi kepala yang tertunduk lemas dikarenakan tidak bertemu Moch.Ali Z, tidak tidur semalaman, dan isi tas backpack yang super duper berat hari itu, saya berjalan melalui para pengecek karcis Stasiun Cikini, menunjukan karcis abodemen dan.....

"Sssst, sssst, sssssst, capek ya Dik???"

O mai gat! Pengecek karcis di Stasiun Cikini yang beseragam batik itu lagiiiiiiiii! (karena waktu 'kejadian' kali ini adalah sekitar pukul 2.30 sore jadi saya dapat melihat dengan jelas wajahnya, and he's definitely not Moch.Ali Z!)

"Rumahnya di mana? Di sini ngapain? Pulangnya jam berapa? Kok kemaren ditungguin nggak muncul-muncul sih? Udah punya pacar belom? Itu isi tasnya apa? Kok kayanya berat banget? Rambutnya bagus? Suka sampo-an pake apa? Kok buru-buru sih? Kayanya ketakutan gitu sama saya?"

Dedemit sawah!

Saya paksakan bibir saya untuk menyunggingkan sedikit senyuman, takut dibilang sombooooong, dan kaki ini pun mempersiapkan diri untuk langkah seribu! Aaaaaargh!

Ketika pulang saya memutuskan untuk naik KRL AC-Ekonomi dari Stasiun Manggarai saja, takut dicegat sama si mas-mas berseragam batik di Stasiun Cikini itu lagiiiiiiiiiiiii! 

Wahai Moch.Ali Z, apakah kamu yang mengirimkan mas-mas pengecek karcis berseragam batik di Stasiun Cikini itu??????? Oh Tuhan, lengkap sudah penderitaan cintaku sepanjang rel kereta Bogor-Jakarta ini...(sigh!)
Tuesday, June 2, 2009 at 9:46pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar