
Tidak ada yang berbeda dari stasiun Cilebut, tempat saya biasa naik KRL AC-Ekonomi. Masih banyak pedagang, pengemis, rombongan dangdut dorong, beberapa anak SMP yang terlihat baru belajar merokok di sudut peron, penjaga karcis, dan pansus yang bertugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban area sekitar peron.
Sekitar pukul 1.00PM saya sudah tiba di stasiun, padahal KRL-nya baru akan datang pada pukul 1.20PM. Teriknya sinar matahari membuat saya menunggu kedatangan KRL di bagian dalam stasiun, bukan di bagian peron. Keuntungan menunggu di dalam stasiun adalah keteduhan dan kesejukan jiwa-raga yang ditawarkan, namun ke-negatif-annya adalah kita harus siap mental diganggu berbagai macam orang, dari tukang ojek, tukang koran, tukang jualan jeruk, tukang jualan karcis, sampai tukang gali kuburan (kalau ada).
Mata saya pun tertuju ke arah peron dengan tatapan kosong...Nggg, nggak kosong banget sih, ada lah beberapa pikiran tentang kondektur tercinta terlewat di benak saya, yang keberadaannya bagaikan ditelah oleh bumi, he has just disappeared! Mungkin benar adanya, bahwa saya sedang naksir golongan mahluk halus, yang tau- tau ada, tau-tau hilang! Hiiiiiiiiiii!
Pikiran tentang Moch.Ali Z hilang tiba-tiba, diakarenakan suara teriakan beberapa orang dari peron. Waduuuuuuh, ada apa nih? Sudah terbayang di pikiran saya adalah kehadiran copet yang diketahui oleh massa atau terjadi 'insiden berdarah' lagi disebabkan oleh kelalaian dari sistem KRL yang ada. Keempat pengecek karcis yang biasanya berdiri di dekat loket tampak tertaih-tatih berlari menghampiri kereta ekonomi yang baru saja datang dan dengan segera akan melanjutkan perjalanannya kembali.
Ternyata semua itu salaaaaaaah sodara-sodara!
Ketika saya sedikit berjalan ke arah peron, antara ingin tertawa terbahak-bahak atau malah cemas yang terlalu berlebihan. Karena saya disuguhi sebuah kejadian di mana ada seorang nenek, sekitar berumur 70 tahun-an dengan pakaian kebaya yang warnanya sudah jauh memudar dari aslinya, tali kutang kedodoran berwarna hitam terlihat jelas di pundaknya, samping yang hanya dililitkan di pinggangnya asal-asalan yang penting bisa menutupi aurat seadanya, kerudung berwarna hijau stabilo di kepalanya dan payung berukuran jumbo di tangan kirinya, beliau sedang berlari mengejar KRL ekonomi yang sudah mulai jalan.
"Heh! Tungguan aing! Tungguaaaaan!" teriak si nenek itu. (Translete: "Heh! Tungguin saya! Tungguiiiiiiin!")
Aduuuuh, emangnya angkot! Bisa ngetem? Kalau ada penumpang yang tertinggal, bisa mundur lagi??? Sang masinis pun tak bisa berbuat banyak pastinya, kalaupun KRL ekonomi tersebut bisa diberhentikan, pasti dibutuhkan jarak pengereman yang cukup jauh atau jika memang saja bisa langsung berhenti, dapat dipastikan akan mengganggu para penumpang yang sudah ada di dalam gerbong, sebuah gaya kinetik yang kuat dengan hitungan matematis yang akurat dapat membuat mereka terpental secara tiba-tiba. Dan para penumpang yang ada di 8 gerbong tersebut pasti tidak mau merasakan kejadian 'rem mendadak' itu hanya demi satu orang nenek??? (Mening, kalau neneknya presiden!)
Empat penjaga karcis yang biasanya ada di sebelah loket penjualan pun tampak terhuyung-huyung berlari, mereka dibantu oleh pansus yang berjaga dan beberapa tukang penjual rokok yang ada di sekitar stasiun Cilebut ikutan mengejar si nenek. Sedangkan si nenek dengan semangat '45-nya masih terus mengejar kereta!
Jadi dapat dibayangkan, saya melihat sebuah adegan kejar-kejaran bagai Mas James Bond dan kawan-kawannya mengejar penjahat di sepanjang peron Stasiun Cilebut!
Masih dengan semangat menggebu-gebu, si nenek menaikan samping yang dililit di pinggangnya sampai kedua paha mulus (wakakakakakakaka! Nggak tega ngomong peyot binti keriput!) nya terlihat! Dan dengan sekali lompatan kaki kiri dan tambahan tenaga yang berasal dari payung yang ujungnya menjadi tumpuan ke aspal peron, HUP! Si nenek itu mendarat dengan sukses di salah satu gerbong KRL ekonomi yang dia kejar sedari tadi, padahal perbedaan tinggi antara peron di Stasiun Cilebut dengan KRL ekonomi itu sampai 40 cm lhoooo!
Sedangkan empat orang penjaga karci, dua orang pansus, dan tiga orang penjaja asongan terlihat kelelahan karena telah mengejar si nenek itu namun tersirat rasa lega di wajah keempatnya. Sedangkan saya???? Hmmm, tertawa terpingkal-pingkal di pinggiran peron ditemani para penghuni stasiun lainnya.
"Mantap tuh nenek-nenek! Nenek-nenek cadaaaaasssss! Pasti waktu muda, si nenek penumpang yang suka naik ke atas gerbong! Makannya apa ya?" kata seorang anak SMP yang tadi saya pergoki sedang mencoba rokok temannya di ujung peron.
Manstap-able! Hidup Nenek cadaaaaaaaaaaaaaasssss!
Monday, May 25, 2009 at 8:14pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar