My environment [2]

Beranjak lebih jauh dari linkungan apartment.







Untuk sampai ke gedung tempat saya kuliah, saya biasa melewati taman ini. Sumprit déh pas musim semi itu, taman ini gokil gila, keren abis. Bunga mawar warna-warni, rerumputan hijau, air mancur yang bisa langsung di minum aernya. Aaaah pokoknya tempat paling asoy geboy buat pacaran dah! Menurut saya, nih taman lumayan cuco' juga buat syuting shitnetron dubbing indosiar.







But anything could be happened. Taman inilah saksi segalanya terjadi. Mulai dari yang belajar khusyu, pacaran penuh nafsu, sampe tempat bertukar pemikiran tentang agama yang semakin terlihat ambigu. Jadi nih ya, saya pernah ketemu temen saya dengan setumpuk buku di sini, bak foto brochure-brochure kuliah di luar negri yang memajang bule nan rupawan sedang menimba ilmu di atas rerumputan. Tapi, nggak jarang saya nemu pasangan bule lagi 'kesamber', yang lagi pacarannya kaya udah Marimar yang nggak ketemu Sergio Santibanez 7 tahun lamanya.

Yang nggak kalah gokil dari taman ini adalah, saya pernah ujug-ujug diajak berdiskusi tentang agama. Ketika itu saya baru pulang dari kelas filologia latina, nih pala udah mumet binti Cahyadi! Tiba-tiba ada dua bule italia dateng nyamperin, ngajak duduk di salah satu kursi taman dan…Jeng-jeng! "Do you believe in God? Why did God create such a mess world? Why those moslem should make a bomb?"

Edo-do-do-e, bukan salah ibu mengandung atau bapak lupa pake sarung, tapi, tapi, tapi, (REMEMBER THIS FPI) sebagai anak bangsa Indonesia, saya terlahir sebagai orang yang menghormati agama. Tetangga saya dahulu kala terdiri dari berbagai macam agama, dari Pak Dwijo yang merupakan seorang pastur kristen protestan yang taat, Oom Pariwono, seorang kakek beragama katolik yang demem miara uler, Papih Iyong yang beragama kong hu chu, yang suka marahin anak-anak yang suka naek genteng rumah buat ngambil layangan. And guess what??? Kita bener-bener hidup rukun dan nggak pernah ngomongin agama.

Aduuuuuh kalau inget orang-orang yang suka nindas penduduk beragama lain tuh, saya suka gemes sendiri. Mereka kudu ngerasain jadi kaum minoritas kali ya. Di sini saya tinggal bersama orang beragama katolik, budha, protestan, muslim, ortodox, anglikan, yahudi, sampe atheis, dan nggak usah dibilang lagi, kalau agama yang saya anut itu merupakan agama minoritas di Italia. Tapi, mereka tetep ngasih waktu saya buat beribadah. Mulai dari hukum alam sampai hukum agama itu selalu berujar, kalau mau dihormati orang lain, ya kita harus menghormati orang lain terlebih dahulu.







Okeh, dilanjut, brangcuuuut….


Boleh dibilang kampus tempat saya bercokol saat ini adalah gudangnya tempat parkir. Sejauh mata memandang pasti ada tempat parkir. BUT, karena saya pernah mempelajari ilmu arsitektur waktu kuliah di Indonesia dahulu kala, saya sedikit tersadar bahwa tempat parkir ini didesain secara sangat baik, walaupun pengendaranya nggak pada baik.







Sebagai contoh adalah, saya sering melihat ada mobil parkir horizontal di tempat parkir paralel. Mening mobilnya téh, selayaknya smart car, atau saya lebih seneng nyebutnya, 'bajaj modern', yang berbentuk kecil, imut, lutu, unyu-unyu gimanaaa getooooh, eh ini mah yang parkir téh semacam mobil sedan dengan bemper yang panjang.






Banyak pembalap hadal datang dari Italia and that is true! Kalian harus liat gimana tuh temen-temen saya yang bermobil bisa parkir dengan hanya menyisakan 1 cm dari kendaraan yang ada di depan dan belakangnya. Mereka ngelakuin itu nggak lebih dari 2 menit dan ketika saya tanya, sudah berapa lama mereka menyetir? Dengan asoy-geboy-nya si Elenora bilang, "only three months Viera…" WOOOOOOOOOOOT! Saya aja yang les nyetir 2 bulan, sampe detik ini suka gugup gempita kalau berhadapan sama supir angkot 08 jurusan Citeureup.







Masih penasaran sama lingkungan Italia di mana tempat saya buang hajat sambil kayang??? Iiiiih ngapaiiiiin sih penasaran segala??? Kekekeke. Ah, pokoknya tenang saja mai sistah en mai bradah, I'll let you know me more:)