Jumat, 04 Maret 2011

Ketika macet menjadi 'lifestyle'

Apa yang dilakukan yang mulia Teteh Piera di jam 2 pagi di kala hujan salju mulai turun di pegunungan Italia???

a, Nonton trailer Pocong Ngesot
b. Membahas macetnya kota Jakarta bersama Lutpih si kembaran saya yang lebih jelek 40%
c. Mikirin buka gerai cilok pertama di Eropa di Firenze
d. Semua jawaban benar adanya

Teman-teman kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) yang memilih option D boleh berbangga hati, hal ini membuktikan kalau kalian adalah kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) sejati.

Namun, kali ini I want to explain about the option B.

As you know, Lutpih si kembaran saya yang lebih jelek 40% itu adalah salah seorang jurnalis muda kenamaan namun kurang tersohor, saya bertekad akan membuatnya menjadi wartawan terkenal setelah ia membulatkan niatnya untuk mewawancarai saya dan menempatkan foto saya di halaman newspaper, tempat dia bekerja sekarang.

Besar di dunia wartawan, membuat Lutpih si kembaran saya yang lebih jelek 40% menjadi seseorang yang kritis dan ceriwis-yok-wis. Kami sudah sering beragumen tentang banyak hal. Kali ini, 'kemacetan di Ibu Kota' adalah topik yang kami pilih.

Sebagai wartawan g4vL, Lutpih si kembaran saya yang lebih jelek 40% berpendapat, setelah dia merantau ke Jakarta, kepalanya suka cenat-cenut dikarenakan keseringan ngedengerin lagu SM*SH di dalam busway di kala macet melanda. Sebagai jurnalis yang kritis, dia bener-bener marah sama pemerintah kota Jakarta yang tidak bisa menangani kesemerawutan tumpukan mobil di Jakarta.

"Satuju pisan lah sayah mah…" Jawab yang mulia Teteh Piera nggak mau kalah. Maklum, walaupun sekarang saya tinggal di Italia, tapi kalau liat timeline twitter temen-temen saya yang tinggal di Jakarta, trending topic-nya kagak jauh-jauh dari kondisi jalan raya di jam pulang kerja yang sering bikin mereka pengen ketemu sama Kwe Ceng si ketua partai pengemis Kaipang!

Namun, saya pikir, kasian juga ya orang-orang yang kerja di Pemkot Jakarta. Mereka adalah orang-orang yang paling sering didoain yang jelek-jelek sama para pencari nafkah di ibu kota, dan konon katanya, doa orang yang terdzaimi itu cepat dikabulkan. Hiiiiiiiii, kebayang aja gitu, kalau misalnya emosi Lutpih si kembaran saya yang lebih jelek 40% lagi bergelora ke puncak asmara, "gara-gara nih macet, gue jadi nggak bisa ngejar nara sumber gue! Cih! Gue sumpahin nih orang-orang pemkot Jakarta punya jerawat batu di dagu yang kagak ilang-ilang sampe seminggu!!!!"

Booooo, wajah para pegawai Pemkot Jakarta jadi pada nggak unyu lagi doooong! Kan, kita-kita yang mau buat KTP juga jadi males kalau dilayanin sama orang yang punya jerawat batu di dagu dan nggak ilang selama seminggu!

Harusnya Pemkot Jakarta itu ngbatasin jumlah mobil pribadi, meningkatkan kenyamanan transportasi umum, buat trotoar yang nyaman, dan sebagainya.

Huehehehe, nunggu sampe Fedi Nuril meluk saya bolak-balik juga, nih solusi bakal terus kaya gitu dan berjalan stagnan.

Daaaan….Bukan teman-teman kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) namanya kalau nggak kere-aktif.

Jadi gini, menurut yang mulia Teteh Piera, kan kemacetan kota Jakarta itu adalah hasil dari pengguna jalannya, institusi bernama 'pemkot Jakarta' di sini bertugas hanya sebagai fasilitator saja. Biarkanlah mereka sibuk dengan administrasi saja, ngurus KTP aja masih susah, apalagi kalau disuruh mikirin macetnya kota Jakarta. Kasian juga kan mereka, mereka juga punya keluarga yang harus diurus, punya calon istri yang kudu disatronin tiap malem Minggu, dan punya kucing persia yang harus dikasih makan whiskas tiap sore.

Lalu solusi apa yang dilemparkan oleh yang mulia Teteh Piera???

Hmmmm, saya membagi dua jenis solusi. Biar adil dan tidak terlihat lepas tangan dari masalah, tentu saja saya tetap membutuhkan bantuan Pemkot Jakarta.


1. Solusi jangka panjang (5-15 tahun)

Ini tugasnya Pemkot Jakarta. Mulai dari pemindahan ibu kota di beberapa tahun mendatang sampai dinaikannya bea cukai mobil pribadi.


2. Solusi jangka pendek (5 menit - 15 bulan)

Nah, di solusi yang satu ini, sebagai kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) yang sering menerjang angin di jalanan ibu kota, bisa bermain ide sekeren mungkin.

Waktu pertama kali dengar dari Donskih si Penari ular di India, bahwa perumahan kumuh di Mumbai yang iyuh bau amit-amit dan dariRetno si ceria yang bilang, kalau tempat syuting drama seri kesohor di Korsel itu bisa jadi ladang turisme yang keren abis. Saya langsung berpikir akan sesuatu dari Indonesia yang dianggap remeh namun bisa mendatangkan income tersendiri.

Yaaa, kalau keindahan alam Indonesia di sana-sini mah nggak usah dipungkiri lagi ya, itu bener-bener bisa jadi daya tarik tersendiri. Tapi, di situ sisi kere-aktif-nya kurang tergali lebih dalam. Akhirnya setelah shalat shubuh dan minum susu putih, terbersitlah di otak yang mulia Teteh Piera, gimana caranya ngebuat macet-nya kota Jakarta menjadi objek turis luar maupun dalam negri????

Ketika macet tidak hanya dijadikan sebuah gerutu massal tapi juga bisa dijadikan trending topic di twitter, aheeey~

Macetnya sebuah ibu kota itu tak dapat terelakan lagi, karena hampir 70% kegiatan bisnis sampe kewarganegaraan lebih milih untuk menanamkan modalnya di sana. Ya, agak sulit dibayangkan juga kalau misalnya si Yves Saint Laurent mau buka butik di kawasan Cibiuk, sudah jadi sifat dasar di dunia perbisnisan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Hal ini tidak hanya terjadi di Jakarta saja. Sebagai perantau yang sering melakukan galau-traveling, saya pikir, hampir seluruh ibu kota di dunia mengalami keadaan yang sama. Yang membedakannya adalah….Para pengguna jalannya. Yaaa, kalau di Indonesia para pengguna jalan itu bukan hanya para pengendara bermotor saja, tapi sampe tukang gorengan pun bisa jadi pengguna jalan, kekeke.

Maksud yang mulia Teteh Piera, kita kudu ngegusur tukang gorengan biar Jakarta nggak macet lagi?

Beuuu, sebagai penikmat karoket, goreng tempe, dan gehu (toGE pake taHu), tentu saja, saya bakal kuciwa berat kalau hal ini sampai terjadi. Udah mah macet! Nggak ada tukang gorengan! Jomblo lagi! (Aheeeeey~ Fedi Nuril tembaklah akyuuuh!)

Lalu, saya menemukan solusi ini dari sisi psikologis dan pola pemikiran para pengguna jalan raya. Ibaratnya mah ya, kalau kalian mikir macet itu nggak unyu, ya sampe saya gantiin Nikita Willy di shit-netron Putri Yang Tertukar, tuh macet kagak bakal unyu.

Gimana caranya biar relung-relung jiwa para pengguna jalan di Jakarta itu tidak mengalami kegalauan tingkat tinggi hanya dikarenakan kemacetan belaka. Kalau kata Zainuddin MZ mah, "masih banyak fakir miskin dan janda-janda tua yang harus kita pikirin…"

Sebagai lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain, saya mau bagi-bagi rezeki ah buat para teman-teman sejurusan saya, terutama yang jurusan desain komunikasi visual (dari yang desain grafis sampe yang desain kaos), kekeke.

Sudah diakui oleh dunia, kalau warga Indonesia itu adalah salah satu warga yang konsumtif. Ada yang salah dari pendapat yang satu ini??? Yaaa, jeleknya sih, kalau lagi nggak punya duit, tapi pengen beli ini-itu. Tapi, bagi saya, selama kalian punya duit mah, mau konsumtif juga tak mengapa. Salah satu bukti positifnya adalah, ketika negara Amrik mengalami pailit kemaren, Indonesia merupakan satu-satunya negara, yang mengalami kenaikan perekonomian dikarenakan, para warganya tetap bisa membeli barang-barang yang ada di pasar. Namun, ingatlah selalu, kalau sesuatu yang berlebihan itu kurang baik adanya, kekeke.

Terus hubungan antara konsumtif sama solusi macet tuh apa?

Ngggg, kan biasanya kalau sebuah produsen mau ngeluarin produk baru, rata-rata mereka butuh suatu acara di mana target konsumen mereka bisa berkumpul dan tertarik untuk menggunakan produk atau jasa yang mereka tawarkan. Daripada ribet-ribet nyewa gedung atau tempat elit, jalan raya di jam pulang kantor itu bener-bener jadi 'tempat yang gokil' buat promosi. Kapan lagi coba, para middle class (salah satu golongan penduduk yang terkenal akan ke-konsumtif-an-nya) bisa ngumpul se-abreg-abreg di dalam tempat dan waktu yang bersamaan???

Nah, di sinilah anak lulusan desain komunikasi visual bisa bermain sepuas hati mereka. Buatlah iklan-iklan terpadu di sepanjang jalan yang terkenal akan kemacetan-nya tersebut. Tapi, ya boooo, buat iklan tuh, ya jangan cuma papan seukuran segede gaban, terus ada gambar artis-artis lagi duduk caem dengan background sebuah matahari terbit yang diapit dua gunung. Itu mah anak SD juga bisa….

Buatlah sebuah media visual yang menarik. Selain menarik konsumen juga menarik mata. Saya ambil contoh nih ya, bisa lah, kalian pajang foto saya di sebelah patung Pak Tani atau…..Bisa juga buat mural (grafiti dalam ukuran yang besar yang memiliki tema atau cerita tertentu), atau buat pameran karya seni. Mau nggak mau tuh ya, orang-orang yang lagi stuck di jalan itu bakal pada ngeliat, dan masih banyak ide lagi yang bisa disumbangkan oleh teman-teman kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) lainnya.

Biasanya nih ya, kalau ada suatu icon mencolok di sebuah tempat, tuh facebook ama twitter bakal rame palomba-lomba buat majang foto pose-pipi-chubby-jari-telunjuk-di-atas-bibir-manyun dengan bekgron icon yang bersangkutan. Dari sini nih, turis bisa dateng. Yaaa, kalian jangan pikir 'turis' tuh cuma orang bule pake celana pendek dan bawa kamera doang. Saya yang asli Bogor ini juga bisa aja dikatakan sebagai turis kalau lagi pengen liburan ke Jakarta.

Ide lainnya adalah, setau saya, peak-hour-nya radio itu pagi-pagi ya, dari jam 6-10 AM. Banyak dari radio di Jakarta saling berlomba membuat acara yang menarik di slot waktu yang sama. Menurut saya, bisa juga tuh peak-hour nya digeser dari jam 5-9 PM, pas orang-orang lagi stuck di jalan, bosen dengerin lagu di i pod yang itu-itu aja, radio merupakan salah satu pilihan utama untuk menghilangkan rasa bosan semata.

Boleh lah itu dihidupkan kembali acara AMKM (Anda Meminta Kami Memutar), "kirim salam buat pengguna mobil honda jazz ber-plat B 5929 RT, tolong dong maju sedikit, ini di belakang aku udah ada yang klaksonin terus, dari motor bebek keluaran tahun 92. Sekalian minta puterin lagunya, Kahitna, yang 'Cerita Cinta'…." Tuuuh pan, berawal dari macet turun ke hati.







Tentunya hal ini nggak bisa dibebankan kepada anak desain komunikasi visual saja, para lulusan urban landscape, ekonomi, elektro, para tukang las, tukang cilok, sampe anak-anak SMA yang demen aplot poto-poto dengan berlatar belakang tempat-tempat hip di Jakarta kudu bersatu padu mewujudkannya.

Intinya sih, gimana caranya mengubah keluhan menjadi pujian. Kan, di salah satu ayat di dalam kitab suci yang saya percaya itu pernah bilang, apapun yang terjadi, pasti ada hikmahnya, bukan? Di balik kemacetan di Jakarta juga, apstia da hikmahNya.

Lagian kan yang macet itu jalannya ya, bukan otak kita, kekeke.

Salam olahraga.
xoxoxo

2 komentar:

  1. jdeeeng. dibahas di posting :D. pas itu pagi2 mati lampu pe. ngedrop lah internet gw. bete ga si lo.

    anyway, gw ga pernah ya nyumpahin orang2 itu jerawatan. haha. bo, gw aja sensi bener kalo jerawatan, masa gw doain orang lain jerawatan :))

    BalasHapus
  2. huehehehehe. Klo liwad YM, bisa panjang banget ye Lut buat dibahas, akhirnya gue memutuskan lewat blog aja :)

    BalasHapus