Senin, 13 Mei 2013

Halaman 2





[Halaman Dua]



Ketika itu, Sulastri sedang memegang buku Paduan Masuk Universitas Negeri. Angin sore masuk ke dalam kamar tidur Sulastri melalui jendela kayu berwarna coklat tua yang ada di samping meja belajarnya.

"Astri, kamu jadinya mau masuk mana?" Suara Ibu Sulastri sedikit mengagetkan Sulastri dari kegiatannya melingkari jawaban-jawaban dari soal-soal matematika yang terkadang membuatnya ingin membakar hidup-hidup Isac Newton, sang penemu teori maha canggih itu.

Sulastri membetulkan posisi duduknya, sehingga ia bisa menatap wajah sang Ibu yang masuk untuk membawakan baju-baju yang baru saja disetrika. "Astri mau masuk surga aja, bisa nggak Bu?"

"Hush! Semua orang juga mau masuk surga, tapi semua orang takut mati. Kamu mau mati sekarang?" Ujar Ibu Sulastri sambil terus memasukan baju-baju Sulastri ke dalam lemarinya.

Sulastri hanya dapat menarik nafas cukup dalam,  "Kalau Ibu liat semua nilai ujian Astri, pasti Ibu juga mau mati." Ia memandang selembar kertas ulangan akuntansi dengan angka 4,01 tertera di sana.

"Siapa tuh temen kamu? Ifa, katanya dia keterima jalur tanpa tes di UBI ya?" Tanya Ibu Sulastri mendekat.

Ifa adalah teman dekat Sulastri di sekolah. Walaupun bukan murid paling pintar, tapi semangat Ifa untuk melanjutkan kuliah di UBI, Universitas Bina Indonesia, salah satu tempat kuliah cukup bergengsi, membuatnya mengambil lima bimbingan belajar sekaligus, mencat tembok kamarnya dengan tulisan, 'UBI atau singkong!', dan semua usahanya itu membuahkan hasil sebuah surat undangan dengan kop surat logo UBI, pertanda dia berhasil masuk UBI hanya dengan mengandalkan nilai rapotnya.

Terkadang Sulastri mengejek Ifa sesekali, "jadwal bimbel lu ngalahin jadwal shalat wajib ya Fa???"

Pernah Ifa mengelak, "di dalam bimbel gue selalu terselip doa shalat gue Sul, Shifa Khaerunisa diterima sebagai mahasiswi jurusan teknik kimia Universitas Bina Indonesia."

Dan impian dia pun terkabul. Terbayang wajah Ifa sedang tersenyum bangga berdiri di depan patung ubi, lambang Universitas Bina Indonesia. Tinggalah Sulastri yang duduk terdiam, memikirkan masa depannya yang tak pasti.

"Si Garry juga katanya keterima di kedokteran UNI kan Tri?" Tanya Ibu Sulastri lagi.

Sekarang giliran Garry. Sesekali Sulastri membayangkan kalau di setiap ulangan, Garry mungkin makan roti pengingat segala macam rumus yang ada di buku yang pernah diberikan Doraemon kepada Nobita. Nilai ujian biologi dan matematikanya selalu menjadi yang terbaik di kelas. Ayah Garry merupakan kepala rumah sakit ternama, sedangkan ibunya ialah seorang dokter gigi yang membuka praktek di rumah dan tak pernah sepi dari kunjungan pasien. Mengambil jurusan kedokteran di Universitas Nasional Indonesia, tempat di mana Ayah dan Ibunya bertemu dahulu, merupakan pilihan mati darinya.

"Kemarin Ibu ketemu sama Mamanya Selly, katanya dia keterima di University of Melbourne, ambil manajmen." Ibu Sulastri mulai membolak-balikan kertas ulangan sosiologi Sulastri.

Selly, si kaya. Sulastri terkadang iri dengan keberadaan teman semacam Selly ini. Cantik, baik, dan kaya raya. Wajahnya selalu bersih dari jerawat, tak pernah berlaku jahat, dan bapaknya punya kebun kelapa sawit yang kayanya tidak akan pernah berhenti memproduksi sampai kiamat. Kuliah di luar negri merupakan perkara kecil baginya, ditambah dengan dengan nilai tes bahasa inggrisnya yang nyaris menyaingi nilai seorang native.

"Meta katanya ambil kuliah fashion di Jakartan International College." Ibu Sulastri melihat iba anak perempuan satu-satunya itu.

Ya, beruntung sekali Meta. Hobby nya merancang pakaian didukung oleh kedua orang tuanya. Bapak Sulastri bisa pernah komentar kalau pekerjaan di bidang industri pakaian tidak bisa menghasilkan uang sebanyak pekerjaan di dalam bidang perbankan atau perminyakan. Dia berprinsip, jika Sulastri lulus kuliah nanti, Sulastri harus kerja di bank.

"Ibu juga ketemu sama Ibu Cokro, Hilman katanya keterima di akademi penerbangan Tri...." Ibu Sulastri berdiri dari posisi duduknya.

Hilman, pria tampan, bertubuh tinggi atletis dan berdarah Manado ini tampaknya sudah ditakdirkan untuk menjadi pilot atau model. Entah berapa adik kelas Sulastri yang sering mencuri-curi perhatian dari Hilman Cokroaminoto.

"Aduh anak Ibu kapan ya bisa ya kaya mereka?" Tanya Ibu Sulastri seraya berjalan mendekat pintu kamar.

"Bu, meningan Ibu bandingin harga cabe di pasar daripada harga diri anaknya...." Jawab Sulastri sambil tersenyum miris.



[Ditunggu sampai 10 komentar di FECESbooknya PENCAVIER, atau twitter @pencavier, baru dilanjutin lagi ceritanya ya, hehehehe]




1 komentar:

  1. Inih nih...
    Tangkap komentarnya, tetehhh..


    Teteh piera, tetep lanjutin yahhhhhh :D

    BalasHapus