Rabu, 06 November 2013

kok-muter line: Serangan Ulat Bulu di Gondangdia

Berkali-kali saya menoleh ke arah gelas terbuat dari besi berwarna merah muda menyala tersebut.

Saya bukan penggemar warna merah muda, tapi konon katanya kalau sedang jatuh cinta, tai kuda pun akan terlihat merah merona.

Saya berusaha untuk mengatur nafas yang mulai naik turun dengan cepat ini.

Kenapa lagi Vier?

Asma kambuh lagi?

Nggggg….

Asma saya sempat kambuh sih, tapi dua hari yang lalu, ketika saya sedang berusaha untuk mengejar kereta pulang menuju Bogor. Dua lantai stasiun Gondangdia yang berisikan lima puluh-an anak tangga sukses membuat dada saya sesak bukan kepalang.

Tapi, alasan yang membuat nafas saya sesak kali ini bukanlah sekumpulan anak tangga jahanam itu. Yaaaa, mungkin sama-sama jahanam sih, tapi yang jahanam satu ini cukup berbeda. Dia bergerak, bernafas, berbicara, dan tentu saja, sukses buat saya deg-deg-an luar biasa.

Kulihat lagi gelas berwarna merah muda itu, tampak sesosok bayangannya di sana. Duduk dengan tenang, berbicara dengan semangat kepada lawan bicaranya, matanya terlihat berbinar, sesekali kepalanya mengangguk, tangannya bergerak dengan lincah ke kiri dan ke kanan, dia bercerita tentang sesuatu yang sebenarnya tidak saya mengerti, namun hanya dengan melihat keantusiasannya, saya hanya bisa dibuat tersenyum kosong.

Saya merasakan serangan yang lebih menakjubkan dari butterflies effect…..Caterpillar effect! Yup, serangan ulat bulu!

Terkadang saya ikut tertawa bersamanya. Tawa tanpa alasan. Karena saya tidak pernah memiliki alasan untuk tidak tertawa bersamanya. Semua cerita buruk yang saya alami sebelumnya menguap begitu saja, ketika dia memunculkan batang hidungnya di hadapan saya.

Saya hanya dapat berdiri terdiam ketika melihatnya dari kejauhan dan berlari kencang ketika dia mendekat.

Saya menuliskan 'Genderuwo'  sebagai namanya di phonebook telepon selular saya. Bukan, bukan karena tubuhnya dipenuhi bulu, namun lebih kepada reaksi yang saya dapatkan ketika bertemu dengannya hampir sama dengan reaksi yang saya lakukan jika saya bertemu dengan sesosok mahluk halus penuh bulu itu. Lemas, diam, kaku, kemudian teriak tanpa henti. Itulah hal yang akan saya lakukan jika bertemu dengan genderuwo.







Baby? Sayang? Honey? Hmmmm, maaf itu semua tidak berlaku di kamus saya. semakin saya dibuat diam tanpa kata oleh seseorang, semakin horror-menggemaskan nama yang akan saya berikan padanya. Ulet bulu? Ulet berbulu domba? Genderuwo? Ulet berbulu genderuwo? Kira-kira lebih cocok yang mana?






Stasiun Gondangdia kembali menjadi saksi saya dibuat kebat kebit oleh dirinya. Dengan langkah ringan, menginjak udara yang dipenuhi asap knalpot, ucapan perpisahan-nya, "hati-hati di jalan…." siap menemani perjalanan 1,5 jam saya menuju rumah tercinta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar