Selasa, 12 Desember 2017

5 Things that You Can Learn from Generasi Micin

Akhir-akhir ini di akun saya banyak banget yang nyinyir-in generasi kids zaman now dengan sebutan generasi micin. Mereka disebut seperti itu karena ada aja tingkah laku yang mereka kerjakan dan bikin saya dan beberapa teman saya, sebagai perwakilan generasi sebelumnya, geleng-geleng kepala….KEPALA BISON! (Saking bingungnya, bukan kepala kami lagi yang digeleng-geleng) Kok bisa sih mereka ini ngelakuin hal-hal tak terduga, seperti…..



1. Menguasai bahasa asing bermodal socmed
Bye LIA! EF! ILP! Rich Chigga bisa ngobrol seru sama Post Malone, tanpa harus mengisi sorenya untuk pergi ke tempat les bahasa Inggris kekinian itu. Butuh sebuah konsistensi dan daya juang yang tinggi untuk bisa menguasai suatu skill bermodal sebuah website.







Another story, sebagai penyuka oppa-oppa tampan rupawan suka pake celak dan bisa split di udara tapi kalau mereka lagi ngomong, saya suka nggak ngerti, saya sangat berterima kasih banyak sama para penyedia jasa penerjemah gratis potongan-potongan video dari drama Korea kesukaan. Saya sempat berkenalan dengan salah satu dari mereka yang suka nge-sub video oppa kesukaan saya super cepat. Video raw-nya keluar hari Senin, hari Selasa udah ada full eng-subbed nya! Dan ternyata si penerjemah ini warga Thailand, masih SMA, belajar bahasa Inggris karena kurikulum wajib di sekolah dan belajar bahasa Korea dari duolingo! Duolingo itu semacam website yang bentuknya kaya google translator tapi dibuat sedemikan rupa, sehingga tampak seperti sebuah permainan yang buat kita yang pengen belajar bahasa asing jadi semakin terbantu karena tampilannya yang menyenangkan.



2. Muda, kaya, dan berbahaya
Saya pernah baca di sebuah situs berita, kalau Awkarin pernah menghasilkan uang 50 juta dalam sehari, bermodal dari endorser produk saja. Gila! Terlepas dari attitude-nya yang sering buat kontroversi, ketika saya seumuran Awkarin, uang 50 juta aja nggak kebayang!?! Subhanllah, uang sebanyak itu teh bisa beli berapa mangkok cuanki???







Ngebuat foto-foto artsy di socmed itu ternyata nggak mudah juga lho, butuh effort yang lumayan, dan para dedek emesh ini berani ngorbanin waktunya untuk ngebuat satu buah foto saja yang diharapkan dapat like banyak orang itu, menurut saya sih kalau diseriusin, didoain sama orang tua, dan ditambah dengan attitude yang baik, bisa banget nih mereka jadi creative director di majalah-majalah kenamaan di umur mereka yang masih piyik itu.



3. Tahan banting!
Jadi, adalah salah saatu akun instagram yang followernya sampai 300ribu-an, yang saya tau dia masih muda, orang Indonesia, masih sekolah entah di mana, dan suka posting hasil karya dia berupa komik-komik pendek yang menggugah jiwa raga. Selain pujian, saya juga sering nemuin makian di kolom komennya, mungkin perbandingannya bisa 50:50 lah.

Saya takjub banget sama mentalnya, kalau saya jadi dia sih, kalau baca komen julid sebanyak itu, postingan saya bakal berubah. Yang tadinya komik pendek, jadi foto-foto galau dengan quote Tere Liye. Eh udah mah lagi galau ya, dimarahin lagi sama Tere Liye, sekarang udah nggak boleh nyomot tulisan-tulisan beliau yang inspirasional itu, makin sedih deh, akhirnya saya berhenti posting, dan menjual akun IG yang followernya udah lumayan itu ke penjual obat peninggi, pemutih, dan pelangsing.

Sekiranya inilah bentuk konversyesyeun antara kids zaman now dengan para netijeun yang suka maha benar dengan segala komennya;

Netijeun: "If your feelings get hurt this easily, you shouldn't put your work in public!"
Kids zaman now: "If my feelings didn't get hurt easily, I wouldn't have any work to put anywhere…"



4. Skilful
Selain bahasa asing, mereka juga dengan lebih cepat bisa menguasai berbagai kemampuan yang nggak pernah saya bayangkan waktu seumuran mereka. Zaman waktu masih SMP, paling banter saya mah suka nyanyi lagu band favorite di dalem kelas pas jam kosong, yang nonton temen-temen sekitar yang lagi nyalin PR buat pelajaran berikutnya.







Nah anak-anak zaman sekarang mah nyanyinya di youtube, yang nonton???? Terkadang penyanyi aslinya! Terus kalau nge-cover lagu juga nggak asal genjreng sana-sini, ada lho yang cover lagu pake…..Kalkulator! MashAllah gaes, mungkin 10 tahun mendatang kalkulator Karce bisa ngalahin baby grand pianoYamaha yah???



5. Money is not everything and that's true
Jadi, saya pernah baca kalau generasi micin ini lebih mementingkan pengalaman daripada uang. Mereka berinvestasi akan experiences daripada barang mati, yang mau nggak mau saya sih setuju. Well, kekayaan kita nggak dibawa mati, tapi pengalaman kita bisa nentuin gimana kita bakal mati.

Saya pernah ngobrol sama Tante saya yang kelahiran tahun 1970-an dan adik sepupu saya yang masih SMA, yang kelahiran tahun 2000-an. Saya tanya ke mereka, kalau dikasih uang 10 milyar sekarang juga mau dipake apa? Jawaban Tante saya adalah,  beli rumah, mobil, motor, dan beberapa benda mati lainnya. Meanwhile sepupu saya menjawab, mau pake buat jalan-jalan keliling dunia, ketemu orang baru, tinggal di suatu negara dengan kebudayaan berbeda dalam jangka waktu yang cukup lama, membangun sekolah dan beberapa pengalaman kehidupan lainnya.







Ya nggak semua anak SMA atau ibu-ibu berpikir sama kaya saudara dan Tante saya sih. Cuma, dari jawaban tersebut, saya bisa menilai kalau ada juga kok generasi micin yang punya pemikiran lebih asik. Well, most of them emang menyebalkan sih kalau kita ngeliat dari apa yang mereka share di socmed account nya aja ya. Cuma pengalaman saya membuat banyak acara dengan target audiencenya itu generasi mecin, kalau ketemu langsung, banyak banget dari mereka yang seru sekali kalau diajak diskusi. Inget keyword-nya adalah….DISKUSI dan KETEMU LANGSUNG, bukan diskusi di kolom komen akun socmed mereka.



Dan ingatlah, yang 'membuat' generasi micin ini punya pola pikir seperti sekarang itu ya kita-kita juga sih, generasi yang pernah hidup sebelum mereka. Ibaratnya nih, banyak dari generasi saya yang tidak suka dengan cara kepemimpinan Soeharto, banyak dari flaws-nya Soeharto yang mereka sebutkan dan mereka nggak mau itu terjadi lagi di generasi mereka.

Begitu juga dengan generasi micin inih, banyak dari mereka yang tidak suka dengan cara mereka dididik oleh generasi kita (yang entah ibunya, ayahnya, omnya, tantenya, tetangganya, kakaknya, temen tapi mesranya, etc). Mereka banyak menemukan kekurangan dari cara kita mendidik mereka dan mereka nggak mau mengulang itu kembali.

Mungkin, instead of 'generasi micin', saya bakal manggil mereka 'generasi royco', ahahahaha! Sama sih ada kandungan MSG nya, tapi kayanya royco tuh branding-nya lebih jelas gitu ya. Sama kaya generasi yang satu itu, emang sih ada koplak-koplak-nya, tapi branding mereka sudah tampak lebih jelas.

Tapi, ya begitulah, semuanya harus dilihat dari dua sisi, tulisan ini saya buat hanya dari opini saya pribadi yang melihat dari kesuksesan para generasi micin ini mengolah kemampuan mereka. Kalau masalah tentang kejelakan yang dimiliki generasi micin mah, nggak usah ditulis di sini ya, biar tulisan di blog lain, yang lebih mumpuni, aja yang sharing, hihihihi….


2 komentar:

  1. generasi yang out of the box.

    BalasHapus
  2. Muda, kaya, dan berbahaya. Bukan muda foya-foya terus masuk surga ye teh hahaha

    BalasHapus