Senin, 15 Januari 2018

Me, my dad, my mom, & her stroke: The best medicine

Beberarapa waktu yang lalu, dokter syaraf yang menangani Mamah datang visit ke ruang rawat inap. Setelah diperiksa sana sini, terus lutut mamah dipukul pake somewhat kaya palu gitu….Aaaargh buat temen-temen kelompok PENCAVIER (PENgamat CeritA-cerita VIERa!) yang tau nama alatnya, please let me know ya, hatnuh a.k.a hatur nuhun!

Alhamdulillah, kondisi Mamah dibilang semakin membaik, walaupun belum boleh dizinkan pulang ke rumah. Tapi, sekarang selain minum susu, si Mamah udah boleh makan bubur.

Kadang si Mamah suka minta ditemenin makan tuh, jadi saya makan ayam bakar yang dijual di sebrang rumah sakit, pake nasi sama sambelnya yung super yummy itu. Terus pas Mamah makan bubur dia ngeliatin saya makan ayam bakar, kata Mamah sih, tiba-tiba aja beliau berasa lagi makan ayam bakar juga, hihihihi! Persis saya banget nih, kalau lagi kelaperan terus cuma ada telor, tinggal masak telor diceplok terus pasang channel NatGeo People bagian acara masak-memasak, makan telor ceplok pun berasa makan bouchee a la reine~

Si ibu dokter syaraf ini juga sempat bilang sesuatu yang selalu saya ingat sampai sekarang, "obatnya terus diminum ya, tapi jangan lupa harus tetep senang, jangan sedih. Soalnya obat paling mujarab itu optimisme dan positive thinking."

Intinya mah kata si dokter teh, mau dikasih obat seampuh apapun, nggak bakal sehat, kalau si pasiennya sedih melulu. Karena segala penyakit itu datangnya dari pikiran.

Selain pola makan, pola emosi juga harus dijaga.

Bener juga sih, apalagi kalau si Mamah abis sedih terus nangis, duh Gusti Nu Agung, itu tensi bisa up to 160-170 T^T

Oh iya, saya mau share gimana cara saya menenangkan si Mamah kalau emosinya lagi turun drastis. Instead of saying, "mam baca istigfhar…." atau beberapa kalimat pengingat kepada Allah SWT, saya lebih suka menyuruh beliau untuk menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan selama tiga kali berturut-turut. Baru setelah sedikit lebih tenang, beliau dibimbing mengucapkan beberapa kalimat dzikir dan diakhiri dengan minum air putih secukupnya, kalau bisa yang hangat, tapi yang biasa juga nggak apa-apa, asalkan jangan yang dingin kaya yang baru disimpan di kulkas. Lalu setelah minum, si Mamah boleh melanjutkan berdzikir, mengobrol biasa, tidur atau beristirahat sejenak sambil memejamkan mata selama minimal 15-30 detik.

Saya mempraktikan ini dari kebiasaan yang saya lihat dari beberapa pasien di ruang ICU lainnya. Ketika penyakit pasien tersebut kambuh, entah kejang-kejang, teriak, nafasnya tidak teratur, atau detak jantung yang tiba-tiba naik atau turun drastis, banyak dari para pengunjung pasien menyarankan untuk segera berdoa atau menyebut nama-nama besar dari Tuhan YME.

Jujur, waktu itu saya agak gimana gitu ngeliatnya. Kasarnya sih gini, buat buka mata aja udah makan banyak tenaga, ini disuruh ngomong lagi. Buat kita yang nggak sedang sakit aja, ngomong itu capek lho, apalagi mereka yang lagi sakit stroke.

Saya nggak tau sih, cara yang saya share di atas itu benar atau nggak. Terserah mau diikutin atau nggak juga. Da saya téh ngelakuin itu based on my experience kalau emosi lagi tidak terkendali, pasti saya ngelakuin itu.

Biasanya kalau lagi kesel atau sedih kebangetan, otak pasti nggak bisa mikir jernih tuh, otak jadi ngebul dan asupan oksigen pun jadi berkurang. The easiest thing to do for getting the oxygen ya melakukan tarik nafas dalam-dalam itu.

Ada juga teman saya, yang melakukan hal hampir serupa. Jadi, kalau anaknya yang masih bayi lagi nangis tanpa sebab (bukan karena lapar atau pipis) di siang hari, dia bakal membawa anak tersebut ke bawah pohon rindang dan menenangkannya di sana, katanya sih biar si anak bisa mendapatkan asupan oksigen yang cukup dan lebih mudah menenangkannya.

Semoga jadi tambahan insight ya :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar