Rabu, 23 Juni 2010

"Yang penting global!"

Saya sangat suka dengan cuaca di Rende seminggu terkahir ini. Bener-bener mirip kaya Bandung! Sering ujan! Padahal udah akhir primavera (musim semi). Malahan harusnya udah masuk l'estate (musim panas) di mana suhu rata-rata per harinya akan terus berada di atas 35 derajat celcius. Tapi sekarang, di siang hari bisa sampe 32 derajat celcius sih, cuma abis panas yang terik itu, biasanya langsung hujan gede dan sebagai orang Bogor, si Kota Hujan, ooooooh saya suka banget hujan. Apalagi di sini, jarang ada tanah berlumpur seperti di Bogor, jadi saya nggak usah ngomong kaya Jeung Cincah Lurah yang tersohor itu, "udah ujan, becek, nggak ada ojek!" Heuuuuuugh, atulah sejak kapan di Italia ada ojek??????

Di lain sisi, mungkin ini bukti nyata kalau global warming emang terjadi. Sebagai orang yang tinggal di sebuah negara yang cuma punya dua musim (musim gerimis dan musim hujan) dengan frekuensi hujan hampir tiap hari, saya agak kurang ngeh dengan berita-berita akan lingkungan. Maklum saya lebih suka mantengin TV buat tau perkembangan Kang Ariel dan Mbak Luna daripada berita bahwa pada tahun 2020 bumi akan mengalami krisis air, hehehehehe! Maafkan saya yang tampak bergelimang dosa karena lebih suka nge-gossip daripada memperhatikan masa depan sang bumi tercinta.

Mungkin, kalau di Jakarta, hal seperti; siang yang terik naudzubillahiminzalik, namun ketika sore ujan se-gede-gede-nya bukan hal baru. Tapi, di Rende, baru tahun ini saja, di akhir bulan Juni sering terjadi hujan lebat. "É strano!" (Ini aneh!) kata mereka. Pantesan ya, negara-negara Eropa tampak lebih aware dengan permasalahan global warming, sampe negara pangeran Charles ridha menyantunkan berjuta-juta pound sterling untuk memperbaiki hutan-hutan di Indonesia, yang terkenal sebagai paru-paru dunia, ya (menurut saya) bukan karena alasan kemanusaian, tapi emang karena negara-negara yang terletak lebih dekat dengan Kutub Utara ini lebih merasakan dampaknya.





Kalau di Indonesia, banjir bandang udah jadi jadwal tahunan. Tapi di sini, hal seperti itu benar-benar mengkhawatirkan warganya. Seperti kemaren, pas ada hujan es di bulan Juni, saya cuma berkomentar, "sta piovendo…." (ooooh lagi ujan), tapi teman Italia saya, "E Dai, sta piovendo! Che brutto tempo! Perché???? Questo é strano! L'anno scorso, non é stato, bla, bla, bla, bla……" (Oh em jih! Masa sekarang ujan lagi! Jelek banget sih cuaca hari ini! Kenapa sih???? Aneh banget ya! Padahal taon lalu nggak kaya gini, bla, bla, bla, bla…..) Hadeeeeeuh-hadeeeeeeuh puanjaaaaaaaaang dan leeeebaaaaaaar.

Permasalahan tentang cuaca ini pun tak luput dari obrolan saya bersama Riri, si teman se-apartment.

Saya (S): "Iya Rie, orang-orang sini ngeliat ujan di bulan Juni, kaya ngeliat Pai Su Cen berubah jadi ular putih aja ya!"
Riri ( R ): "Iya ya Vier, heboh banget! Kalau tuh temen-temen kita dibawa ke Jakarta langsung stress seketika kali ya????"
S: "Aaaaaah mereka mah ngeliat kecoak aja kaya ngeliat binatang berkepala capung berbadan gajah!"
R: "Ho oh! Eh, tapi emang ya efek global roaming itu beneran kerasa banget di Eropa…."
S: "Heh! Lu mau nelpon sape?????? Hareeee geneeee masih roaming!"
R: "He????"
S: "Lu tadi ngomong global roaming, lu punya kamsut global warming????"
R: "Hehehehehehehe! Yang penting global. Maaaap déh Vier, ngomong-ngomong global warming, gue punya tebak-tebak-an, kalau cowok Italia yang demen flirting, enaknya dijulukinnya apa?"
S: "Nggggggg, ada gitu hubungannya antara global warming sama tukang flirting???"
R: "Adaaaaaaa dooooooong!"
S: "Gue nyerah…."




R: "Wah cewek gampangan lu! Gampang menyerah maksud gue! Hehehehehehe! Kalau sering ujan disebut Global Warming, kalau sering flirting disebut Gombal Warning! Hahahahahahahaha!"
S: "AAAAAAAAAAAAAAARGH! TIDAAAAAAAAAAAAK SERGIO SANTIBANEZ! PULCOSO! CORAZON!"

2 komentar:

  1. untung gak banjir / kena debu vulkanik ..
    salam ya buat riri .. bilang :" duh gak bisa sering2 telp neng pipiw , sorry kena warming"

    BalasHapus
  2. sip, nanti aku bilangin ke Riri…Reza!

    BalasHapus