Jumat, 03 Mei 2019

Mata Ikan & Me vs The World: The BPJS

Masih cerita tentang spionase atau si mata-mata...

Mata ikan.

Setelah memutuskan untuk dioperasi saja, saya pun pergi ke Puskesmas terdekat. Letaknya cuma 2000 perak away via promo Grab Bike dari rumah saya.

Berbekal kartu BPJS, yuhuuuu saya ini pengguna dan pengagum sistem BPJS lho...

Kalaupun di rasa ada beberapa oknum yang menyalahgunakan uang kumpulan BPJS, ya oknumnya itu yang salah. Untuk konsep BPJS-nya sendiri sudah oke sih, zaman dulu cuma orang-orang berduit aja yang bisa bisa berobat, sekarang mah hampir semua penduduk Indonesia bisa mendapatkan hak untuk sehat.

Tapi, ya namanya juga program baru ya, pasti banyak cacatnya, banyak penyesuaian yang harus dilakukan. Tapi secara konsep mah udah keren kok.

Saya sampai jam 7.30 pagi di Puskesmas, dengan harapan dapat nomor urut awal supaya si mata ikan ini bisa cepat-cepat diurus.

Karena banyak pasien yang antri, saya baru dipanggil oleh dokter umum yang sedang berjaga sektiar jam 10.

Dan ternyata saya baru tahu kalau Puskesmas yang saya datangi itu adalah Pustu atau Puskesmas Pembantu, di mana peralatan yang dimilikinya tidak lengkap, sehingga para tenaga medis di sana tidak bisa menangani my lovely honey bunny fish eye. Saya pun dirujuk ke Rumah Sakit Mulia - Bogor, sekitar 8 KM dari si Pustu.






Sampai di sana, setelah menunggu sekitar satu jam sampai dokternya datang, ternyata mata ikan saya tidak ter-cover BPJS dan saya diharuskan kembali ke tempat Puskesmas pemberi rujukan utama dan dokter yang memberi rujukan ke Rumah Sakit Mulia ini yang harus bertanggung jawab.

Balik lagi ke Pustu, saya pun cerita ke tempat pendaftaran tentang apa yang terjadi di Rumah Sakit Mulia. Si penjaga menganjurkan saya untuk pergi ke Puskesmas Tingkat Satu yang letaknya 4 KM dari Pustu.

Dengan nyut-nyut-an nya si mata ikan, saya pergi dibonceng motor ke Puskesmas Tingkat Satu. Setelah berkomat-kamit membaca doa sehari-hari sampai doa makan karena harus mengantri sekitar satu jam, akhirnya si dokter umum yang ada di Puskesmas Tingkat Satu ini merujuk saya ke Rumah Sakit FMC, yang letaknya 9 KM away dari Puskesmas tersebut.






Dokter umum di Puskesmas ini bilang kalau mata ikan saya sudah terlalu dalam dan kondisinya sudah memprihatinkan dengan kapalan yang semakin menebal dan warnanya yang menghitam. Yang sempet saya kira kotor biasa, namun setelah dibilas dengan air hangat, si warna hitam ini tidak menghilang juga.

Saya pun pergi ke Rumah Sakit FMC sektiar jam 11.30 dan sesampainya di sana, suster pun bilang, kalau dokter bedah yang biasa praktek di jam tersebut sedang tidak ada. Jadwal dokter bedah lainnya baru ada jam 3 sore, dan pendaftaran baru dibuka jam 14.00.

Dari pada mati gaya, akhirnya saya pulang dulu ke rumah, sekalian istirahat shalat dan makan siang. Jam dua siang, saya kembali ke FMC dan yaaaa as usual, saya harus menunggu sektiar dua jam untuk dipanggil ke meja pendaftaran.

Saya ingat betul, sekitar jam 16.45 saya baru dipanggil ke meja pendaftaran dan guess what??? Mereka bilang, BPJS tidak mengcover mata ikan di rumah sakit tersebut. Saya bisa melakukannya tanpa BPJS tapi ada biaya sekitar 2 juta yang akan dibebankan kepada saya sebagai pasien non-BPJS untuk proses operasi, di luar obat dan biaya daily check up pasca operasi.

Dan saya dianjurkan untuk kembali ke Puskesmas pemberi rujukan untuk menangani permasalahan ini. Dan tentu saja di jam 16.45 tersebut, si Puskesmas sudah tutup, yang which is literally, generally speaking, but, therefore, however, berarti saya baru bisa balik ke Puskesmas keesokan harinya.

Waaah saya menahan nangis waktu itu. Pikiran saya kalut, antara mikir, emangnya pasien BPJS tuh sampai kaya gini ya penanganannya sampai mikir kalau Jennie BlackPink pernah kena mata ikan nggak ya?

Saya langsung pesan grab untuk pulang ke rumah sambil nangis sesegukan di punggung driver-nya.

Saya pun berusaha menenangkan diri sambil merendam si kaki dengan mata ikan ke dalam air hangat yang sudah diberi garam. Lumayan sih nyut-nyut-an nya hilang, tapi ya mata ikannya mah nggak hilang, tetap di sana, seperti luka yang pernah kau buat, wahai Tuan Muda Fernando Hose!

Singkat cerita, keesokan harinya saya bangun untuk pergi ke Puskesmas Tingkat Satu, as usual....Nunggu antri pendaftaran untuk bisa diperiksa sama dokter umum.

Dan ternyata Dokter Umum yang giliran jaga hari itu adalah Dokter Umum yang pernah merujuk saya ke Rumah Sakit Mulia di Puskesmas Pembantu. Saya curhat dong, kalau saya ditolak dua rumah sakit sebagai pasien BPJS dan juga dokter umum di Puskesmas Tingkat Satu kemarin.

Gimana ya gengs, sebenernya saya bisa aja sih ngelaurin uang hampir dua juta itu, daripada kaki saya ingkud-ingkud-an, oh my Gosh, kalau ada anak Jakarta Selatan yang baca blog ini, please ya tolong bantu saya to find the word 'ingkud-ingkud'-an in English~ Saya juga anak Selatan sih, tapi Bogor Selatan, jadi bahasanya suka diaduk-aduk, kaya perasaan aku ke kamu, uhuy~

Tapi, ya kan sebagai pengagum konsep BPJS saya pengen tau nih cara kerja BPJS itu kaya gimana sih sekarang? Apa benar kata para BPJS hatters, kalau sistem kesehatan pemerintah yang satu ini tidak baik?

Setelah curhat sama si dokter umum, si dokter umum ini pun bilang, "ya udah ke sini lagi hari Sabtu, soalnya peralatan operasinya harus saya siapkan dan disterilkan terlebih dahulu...."

Ya Allah, itu mah air mata berlinang antara lega dan kesel seraya berujar, "kenapa eh kunaon tidak dari kemareeeeeen sih Iroooooooooh????"

Ingin rasanya mereka ulang adegan AADC 2, ketika Cinta ngomong ke Rangga; "yang kamu lakuin ke aku itu.....JAHAT."

Okai, ceritanya belum selesai...Tapi, ada beberapa moral cerita yang ingin saya share di sini:


1. Kalau mau cek ke Puskesmas meningan siangan deh, jam 11. Antrinya sedikit, jadi bisa langsung ada tindakan.


2. Untuk para staff BPJS terkasih, mungkin kah untuk mengurangi proses ping-pong yang saya alami? Saya tidak ada masalah dengan ketersediaan alat yang terbatas ya, namanya juga puskesmas pembantu, tentu saja alatnya tidak selengkap di puskesmas utama.

Namun alangkah baiknya jika dari awal proses saya mengecek si mata ikan ini, dokter umum yang jaga di Pustu sudah bilang, "oke, karena keterbatasan yang kami miliki, ini bisa ditangani hari Sabtu oleh salah satu pihak kami di Puskesmas Tingkat Satu. Anda bisa datang di jam 11, ketika jumlah pasien yang antri sudah sedikit, sehingga saya bisa konsentrasi untuk melakukan tindakan." That's it~ Jadi, saya nggak usah ke sana-ke mari bertindak sesuka hati kaya Kera Sakti.


3. Untuk para pengguna BPJS, sebelum antri lama di meja pendaftaran. Mungkin kita bisa tanya secara baik-baik ke si penjaga, apakah jenis penyakit yang kita alami ini, bisa di-cover oleh BPJS, jadi kita bisa menentukan tindakan selanjutnya secara cepat dan tepat, whether kita akan terus menggunakan BPJS, mau pakai asuransi lain, atau memilih pengobatan herbal?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar