#05 Nobody cares. Do it for yourself.

Yuhuuuu, proyek saya sama Ontjom si tukang iri hati terus berlanjut. Cuma mau ngingetin aja, target proyek ini adalah galau trip ke Malingping dan pantai Ostrali pake daster motif macan. Tadinya sih pengen pake bikini totol-totol, tapi kami inget sama aurat dan lemak-lemak yang saya punya, jadi daripada mengotori mata dan hati temen-temen kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!), kami memutuskan untuk memakai daster saja.

Nggak kerasa, sekarang, kita sudah memasuki postingan #05. Sembilan puluh lima postingan lagi euy! Untuk beberapa teman yang ketinggalan, berikut ini saya sertakan postingan-postingan sebelumnya:

#01 Ignoring People
#02 Yes, I can!
#03 Put sapuluh rebu hours
#04 Suka-suka Senang-senang

Kami berdua berjanji sehidup nggak pake 'semati', kalau kami ingin membuat sebuah postingan berantai sampe 100 postingan. HEHEY! (Kalau kata Oom Agung mah.) Saya bertanggung jawab atas postingan bernomor ganjil, sedangkan Ontjom si tukang iri hati berperan penting dalam postingan bernomor genap.

Okei, langsung aja. Saya mau berbagi secuil dari cerita kehidupan saya. Yaaaa, nggak ada yang bisa diharapkan sih dari seorang perempuan yang masih berusia 20-an ini, saya belum mengecap banyak asam-garam kehidupan, tapi sebagai seorang perempuan yang lebih sering mengecap asam-ketek-penumpang-KRL-ekonomi-Jabodetabek ama garam-dapur-beryodium, saya pikir, teman-teman kelompok PENCAPIR (PENgamat CeritA-cerita PIeRa!) bisa sedikit mengambil pelajaran dari pengalaman yang saya alami.

Ketika kalian melakukan sesuatu hal yang kalian inginkan. Pernah dapet omongan kaya gini? "Apa kata orang?"

Masih kelanjutan dari cerita di postingan #03, tentang temen saya yang jaman kuliah dulu sering banget maen gem onlen.

Waktu dia pengen belajar di fakultas seni rupa dan desain, dia sempet dapet omongan, "apa kata orang? Menggambar mah anak TK juga bisa!"

Jeeeeeng-jeeeeng! Itu mah ya, ibarat dikate dia itu siluman ular hijau, dia udah berniat ingin men-totok sampe mati tuh orang! Untungnya Tuhan menciptakan dia hanya sebagai manusia biasa, yang boro-boro bisa men-totok, baru balik dari naek motor jam 1 pagi di Dago (Bandung, red) aja udah masuk angin.

Tahun pertama dia kuliah di jurusan desain, bikin dia ingin mati berdiri. Dengan kemampuan menggambar yang najong-gila. Yak, ketika dia liat hasil gambar yang dia buat, dia bakal teriak "NAJONG!" terus nyobek-nyobek tuh kertas concord ukuran A2, dan ketika sang asisten dosen ngeliat gambar yang sama, sang asdos bakal berkomentar, "GILA! Dengan gambar kaya gini lu mau masuk jurusan desain???"

Dia juga punya sebuah pengalaman yang mengenaskan sama si asisten dosen mata kuliah ngegambar.

Mawar (bukan nama sebenarnya, red): "Kak, kok saya dapet nilai segini sih? Kan absesnsi saya 100%, nilau UAS-UTS juga udah masuk kategori A."
Kakak asisten dosen yang caem setengah mati (K): "Iya. A itu kan nilai yang sempurna dan di dunia ini cuma Tuhan yang sempurna…." (Sambil buang muka)
Mawar: "Baiklah." (Sambil buang sampah sembarangan)

Mau mati aja rasanya? Apa kata orang?
Mau pindah jurusan? Apa kata orang?
Mau nyongkel idungnya sang asisten dosen? Apa kata orang?
Mau meluk Dian Sastro? Mau! Mau! Mau!

Akhirnya dia melampiaskan kekecewaannya lewat maen gem onlen. Katanya téh, kalau lagi maen gem tembak-tembakan, dia suka ngebayangin wajah si asisten dosen.

Akhirnya dia terus mengikuti mata kuliah tersebut, nggak peduli déh gambar dikatain jelek. Pokoknya selama dia menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya, hajaaaaaar bleh! Dia pun lulus dari mata kuliah yang bersangkutan dengan nilai yang sungguh oh sungguh tak usah diceritakan.

Dia sempet dibilang kecanduan maen gem onlen sama temen-temennya. Dibilang autis, apatis, dan suka makan petis. Maklum, beliau pernah berujar, "makan rujak itu bikin tenaga gue buat maen gem makin menjadi!"

Dia sempet curhat, kalau kegiatan maen gem onlennya ditentang orang tua, udah mah ngabisin duit, ngabisin waktu, dan ngabisin bensin. Maklum, jarak dari kosan ke tempat dia biasa maen gem onlen cukup jauh. Emaknya udah ngewanti-wanti, "apa kata orang??? Sudah jauh-jauh mamak sekolahkan kau ke tanah Jawa, tapi kau malah asik-asik bermain pistol-pistolan di dalam kotak elektrik macam itu!"

Empat tahun pun berlalu. Sekarang saya berada di tanah kelahiran Mussolini dengan sejuta rasa kegalauan, penghasilan pas-pas-an, dan masa depan yang tak pernah terpikirkan. Sedangkan, temen saya yang maniak gem onlen ini, udah punya tempat maen gem onlen sendiri, udah bisa beliin mamak-nya motor yamaha matic, biaya-in sekolah adiknya yang masih SMP, dan pacaran dengan salah seorang kembang kampus.

Di akhir obrolan kami, dia berujar, "Nobody cares with what you do, Pe. Everybody is too busy with their own lives to give a damn about your drawings, your stories, or your blog. Especially if you haven't sold it yet! And the ones that arenʼt, you donʼt want in your life anyway."







Saya pun terbengong-bengong sama nasehat dia. Bukan dikarenakan kebenaran akan isi nasehatnya, tapi lebih kepada kemampuan bahasa inggrisnya. Gilooooo, jaman dulu kan dia temen saya dapet nilai TOEFL paper based test yang cuma berkisar di angka 400-an, ini kenapa bisa ngasih nasehat yang bisa bikin bulu kuduk saya berdiri.

Ternyata selidik punya selidik, dengan kemampuannya bermain gem onlen yang di atas rata-rata, dia sering ngejual senjata-senjata maya-nya sama para bule dan di situ dia dipaksa untuk bisa menguasai bahasa inggris tingkat dewi Kwan Im, malah menurut kabar yang berhembus, nilai TOEFL dia sekarang udah 600 lebih sedikit.

Dari cerita ini saya pun berpikir, saya lahir ke dunia ini sendiri dan saya juga bakal dikubur sendirian. Saya emang butuh bersosialisasi, tapi saya kudu juga berpikir secara mandiri. Orang lain boleh kasih saran, tapi saya yang punya peran. Saya butuh bantuan orang lain, tapi hasilnya saya sendiri yang ngerasain. Kayanya lumayan capek juga ya kalau kita harus hidup dengan standar kesuksesan orang lain :(